PPC Iklan Blogger Indonesia
0 comments

Tanda-tanda Lemah Iman dan Kiat Mengatasinya


Keimanan manusia tidak seperti malaikat. pun juga seperti iblis la'natullah. Keimanan Manusia selalu dinamis, naik dan turun, sebagaimana sabda nabi Muhammad," Al imanu yajiidu wa yanqus, jadiidu." yang artinya

iman itu kadang naik dan kadang turun, maka perbaharuilah selalu iman itu.
berikut Tanda-tanda Lemahnya Iman seseorang ;

  1. Terus menerus melakukan dosa dan tidak merasa bersalah
  2. Berhati keras dan tidak berminat untuk membaca Al-Qur'an
  3. Berlambat-lambat dalam melakukan kebaikan, seperti terlambat untuk melakukan shalat
  4. Meninggalkan sunnah
  5. Memiliki suasana hati yang goyah, seperti bosan dalam kebaikan dan sering gelisah
  6. Tidak merasakan apapun ketika mendengarkan ayat Al-Qur'an dibacakan, seperti ketika Allah mengingatkan tentang hukumanNya dan janji-janjiNya tentang kabar baik.
  7. Kesulitan dalam berdzikir dan mengingat Allah
  8. Tidak merasa risau ketika keadaan berjalan bertentangan dengan syari'ah
  9. Menginginkan jabatan dan kekayaan
  10. Kikir dan bakhil, tidak mau membagi rezeki yang dikaruniakan oleh Allah
  11. Memerintahkan orang lain untuk berbuat kebaikan, sementara dirinya sendiri tidak melakukannya
  12. Merasa senang ketika urusan orang lain tidak berjalan semestinya
  13. Hanya memperhatikan yang halal dan yang haram, dan tidak menghindari yang makruh
  14. Mengolok-olok orang yang berbuat kebaikan kecil, seperti membersihkan masjid
  15. Tidak mau memperhatikan kondisi kaum muslimin
  16. Tidak merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu demi kemajuan Islam
  17. Tidak mampu menerima musibah yang menimpanya, seperti menangis dan meratap-ratap di kuburan
  18. Suka membantah, hanya untuk berbantah-bantahan, tanpa memiliki bukti
  19. Merasa asyik dan sangat tertarik dengan dunia, kehidupn duniawi, seperti merasa resah hanya ketika kehilangan sesuatu materi kebendaan
  20. Merasa asyik (ujub) dan terobsesi pada diri sendiri

    Hal-hal berikut dapat meningkatkan keimanan kita:

    1.
    Tilawah Al-Qur'an dan mentadabburi maknanya, hening dan dengan suara yang lembut tidak

tinggi, maka Insya Allah hati kita akan lembut. Untuk mendapatkan keuntungan yang

optimal, yakinkan bahwa Allah sedang berbicara dengan kita.


2. Menyadari keagungan Allah. Segala sesuatu berada dalam kekuasaannya. Banyak hal di

sekitar kita yang kita lihat, yang menunjukkan keagunganNya kepada kita. Segala sesuatu

terjadi sesuai dengan kehendakNya. Allah maha menjaga dan memperhatikan segala

sesuatu, bahkan seekor semut hitam yang bersembunyi di balik batu hitam dalam kepekatan

malam sekalipun.


3. Berusaha menambah pengetahuan, setidaknya hal-hal dasar yang dilakukan dalam

kehidupan sehari-hari, seperti cara berwudlu dengan benar. Mengetahui arti dari nama-nama

dan sifat-sifat Allah, orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang berilmu.


4. Menghadiri majelis-majelis dzikir yang mengingat Allah.
Malaikat mengelilingi majels-majelis

seperti itu.


5. Selalu menambah perbuatan baik. Sebuah perbuatan baik akan mengantarkan kepada

perbuatan baik lainnya. Allah akan memudahkan jalan bagi seseorang yang bershadaqah

dan juga memudahkan jalan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. Amal-amal kebaikan

harus dilakukan secara kontinyu.


6. Merasa takut kepada akhir hayat yang buruk. Mengingat kematian akan mengingatkan kita

dari terlena terhadap kesenangan dunia.


7. Mengingat fase-fase kehidupan akhirat, fase ketika kita diletakkan dalam kubut, fase ketika

kita diadili, fase ketika kita dihadapkan pada dua kemungkinan, akan berakhir di surga, atau

neraka.


8. Berdo'a, menyadari bahwa kita membutuhkan Allah. Merasa kecil di hadapan Allah.


9. Cinta kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala harus kita tunjukkan dalam aksi. Kita harus

berharap semoga Allah berkenan menerima shalat-shalat kita, dan senantiasa merasa takut

akan melakukan kesalahan. Malam hari sebelum tidur, seyogyanya kita bermuhasabah,

memperhitungkan perbuatan kita sepanjang hari itu.


10. Menyadari akibat dari berbuat dosa dan pelanggaran.
Iman seseorang akan bertambah

dengan melakukan kebaikan, dan menurun dengan melakukanperbuatan buruk.

11. Semua yang terjadi adalah karena Allah menghendaki hal itu terjadi. Ketika musibah

menimpa kita, itupun dari Allah.

0 comments

rosul panutan umat

K.H. Abdullah Gymnastiar

Salam sejahtera kepada penghulu segenap makhluk yang paling mulia, rakhmat bagi semesta alam, manusia paling sempurna, paling suci, dan penyempurna revolusi zaman, dialah Muhammad SAW. Dialah nabi paling pemurah, paling peramah, penuh kharisma dan kewibawaan, kesantunan, serta bergelar khatamul anbiya. Dialah jalan terang bagi gelapnya kehidupan dengan kesemarakan akhlaknya yang mulia, itulah puncak dari kebesaran dan kesempurnaannya sehingga beroleh gelar Al Amin (yang dipercaya).

Berkaitan dengan keagungan nabi ini, Sayyid Hussein Nasr seorang cendekiawan muslim terkemuka menulis, "Makhluk yang paling mulai ini (Muhammad SAW) juga dinamakan Ahmad, Musthafa, Abdullah, Abul-Qasim, dan juga bergelar Al Amin—yang terpercaya. Setiap nama dan gelar yang dimilikinya mengungkapkan suatu aspek wujud yang penuh berkah. Ia adalah, sebagaimana makna etimologis yang dikandung dalam kata Muhammad dan Ahmad, yang diagungkan dan dipuji; ia adalah musthafa (yang terpilih), abdullah (hamba ALLOH yang sempurna) dan terakhir, sebagai ayah Qasim. Ia bukan hanya Nabi dan utusan (rasul) ALLOH, tetapi juga kekasih ALLOH dan rahmat yang dikirimkan ke muka bumi, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran, "Dan tidaklah kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam." (Q.S. Al Anbia [21]:107).

Ungkapan keagungan ini tidaklah berlebihan karena ALLOH Azza wa Jalla pun memuji beliau, bahkan senantiasa bershalawat kepadanya, firman-Nya, "Sesungguhnya ALLOH dan para malaikat-Nya melimpahkan shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, sampaikanlah shalawat dan salam kepadanya." (Q.S. Al Ahzab [33]:56). Demikianlah ALLOH dan para malaikat bershalawat kepadanya, seharusnya apatah lagi kita sebagai makhluk kecil yang tiada berdaya ini.

Disamping bershalawat ternyata penghormatan kepada Rasulullah SAW memiliki etika tersendiri. Tidak cukup hanya bershalawat saja, karena yang terpenting adalah kita harus yakin benar bahwa Rasulullah adalah suri tauladan sepanjang zaman. Jikalau kita ikut dalam tuntunan beliau insya ALLOH akan selamat dunia dan akhirat.

ALLOH SWT menjelaskan dalam firman-Nya, "Dan sesungguhnya Rasul ALLOH itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui ALLOH di hari kemudian dan yang mengingati ALLOH sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab [33]: 21). Seakan ayat ini menyatakan bahwa tidak usah kita melakukan apapun kecuali ada contohnya dari Rasulullah.

Ketika misalnya, rumah tangga keluarga kita berantakan, maka solusi terbaiknya adalah dengan mencontoh Rasul dalam mengemudikan bahtera rumah tangganya. Subhanallah, siapapun yang mampunyai referensi Rasulullah dalam perilaku sehari-harinya, maka hidupnya seperti seorang yang punya katalog yang sangat mudah di akses, segalanya serba tertuntun.

Begitu pentingnya tauladan ini. Itulah sebabnya mengapa P4 gagal di Indonesia? Padahal dimana-mana dilakukan penataran, berbagai metode dan pola digunakan, biaya pun keluar miliaran rupiah, tapi mengapa tidak berhasil merubah pola pikir masyarakat? Jawabannya mudah saja, menurut yang saya pahami dari Dr. Ruslan Abdul Ghani yang menyatakan bahwa salah satu penyebab utamanya adalah karena tidak ada contohnya. Siapa sekarang orang Indonesia yang paling Pancasilais sehingga layak ditauladani perilakunya? Belum ada!

Karenanya berbahagialah umat Islam yang mempunyai tauladan Rasulullah SAW, dalam dirinya semua aspek kehidupan telah ada reperensinya. Mau duduk, bertemu dengan kawan, bertemu dengan orang kaya, bercakap dengan orang papa, berhubungan dengan pejabat, semua telah ada contohnya, termasuk bagaimana teknik menghadapi penjahat. Semuanya sudah jelas, bahkan sampai hal yang paling sederhana seperti di kamar kecil yang paling tersembunyi sekalipun, semua ada tuntunannya.

Sayangnya kita jarang menyempatkan diri untuk mempelajari bagaimana perilaku Rasulullah SAW yang sebenarnya. Karenanya jikalau Pesantren Daarut Tauhiid saat ini dianggap sedang "naik daun", maka sama sekali bukan karena ide cemerlang seseorang, hakikatnya karena pertolongan ALLOH Azza wa Jalla dengan syariat mengamalkan sebagian dari tuntunan Rasulullah SAW yang diaktualisasikan dan dikemas sedemikian rupa. Jadi, apatah lagi bagi orang-orang yang mampu mengaplikasikan semua yang telah Rasul tuntunkan, hasilnya tentu akan jauh lebih luar biasa lagi.

Oleh karena itu, bagi sahabat yang dikaruniai kesempatan menjadi guru dan mengharapkan dicintai dan dihormati muridnya, tidak membosankan murid ketika mengajar dikelas, proses belajar-mengajar menjadi efektif, serta para muridnya menjadi cerdas dan berpikiran maju, maka contohlah Rasul dalam mengajar. Bagaimana cara Rasul mengajar? Ternyata Rasulullah mengajar dengan penuh kelembutan, kasih-sayang, dan sangat ingin para sahabatnya menjadi maju.

Jikalau anda seorang manager perusahaan atau pejabat di sebuah instansi pemerintahan, maka yang harus dipikirkan adalah bagaimana agar bisa sukses dengan tetap mengikuti tuntunan Rasulullah? Ternyata Rasulullah SAW dalam berorganisasi itu rendah hati, lembut perangainya, senang bertukar pikiran, selalu meminta ide, saran, dan koreksi dalam bermusyawarah.

Adapun bagi pemuda yang ingin dicintai, disukai, penuh pesona, melimpah kharismanya, maka pelajari bagaimana pribadi Rasul. Para sahabat seperti halnya Imam Ali ternyata juga meneladani Rasulullah SAW. Nampaknya jikalau kita berat menghadapi hidup ini, maka pertanyaannya adalah sampai sejauh mana kita mampu meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi Rasulullah SAW?

Demikian penting arti sebuah tauladan atau penuntun bagi kehidupan seseorang. Karenanya siapapun akan sengsara atau bahkan tersesat jikalau tidak pernah meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi Rasulullah SAW. Dialah penuntun kita dari kesesatan dan gelapnya kehidupan.

Seperti halnya sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya di forum ini ada hikmah yang bisa diambil. Kejadiannya adalah dari penuturan seorang mubaligh asal Bandung. Ketika itu ia diundang bertabligh di suatu tempat di Tasikmalaya. Berangkatlah ia naik mobil bersama penjemputnya. Penjemput sebagai penunjuk arah di depan satu mobil dan sang mubaligh mengikuti di belakang dengan mobil lain.

Beberapa jam perjalanan lancar-lancar saja, sayangnya setelah beberapa saat sampai di wilayah Tasik, penunjuk arah memacu kendaraannya lebih cepat sehingga mobil sang mubaligh tertinggal jauh di belakang. Cerita selanjutnya mudah ditebak, sang mubaligh pun tersesat. Belok kiri tidak ketemu, belok kanan masuk pasar, waktu pun berlalu sia-sia, hatinya bahkan sudah mulai gelisah tidak menentu.

Nampaklah betapa sengsaranya orang yang tersesat, waktu dan tenaganya terbuang percuma, tujuan tidak menentu, perasaan pun tidak enak, bahkan sebentar-sebentar harus tanya sana-tanya sini, sungguh merepotkan. Demikianlah kegelisahan akan makin akrab dengan orang-orang yang kehilangan penuntun dalam hidupnya.

Bayangkan saja andaikata kita tidak punya penuntun, tidak punya penunjuk arah, lalu kita berjalan menuju suatu tempat yang belum diketahui sebelumnya, pastilah tidak akan menentramkan perjalanan tersebut. Tapi jikalau penuntun, arah, dan tujuannnya jelas, maka langkah kita akan mantap dan hati pun senantiasa disaputi ketentraman. Dan Rasulullah SAW adalah penuntun dan panutan kita sepanjang zaman.***

0 comments

amal yang tetap bermakna

K.H. Abdullah Gymnastiar

Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tersebut merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena aktivitas ibadah yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya adalah urusan duniawi. Ia hanya akan dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang disempitkan oleh ujian dan kesusahan, meningkatlah amal ibadahnya. Tidak demikian halnya ketika pertolongan ALLOH datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan, justru kemampuannya bersenang-senangnya bersama ALLOH malah menghilang.

Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi anehnya ketika sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya. Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub kepada ALLOH sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.

Ketika berwudhu, misalnya, ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan lebih dipercepat.

Atau ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.

Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.

Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.

Sungguh suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa tidak? Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus.

Maka, bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas niatnya lurus kepada ALLOH saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya, "Bismilahirrahmanirrahiim, ya ALLOH semoga aktivitas duduk ini menjadi amal kebaikan". Lisannya yang bening senantiasa memuji ALLOH atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana taqarrub kepada ALLOH.

Karena banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan pertambahan nilai apapun, selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak usah heran bila suatu saat ALLOH memberi peringatan dengan sakit ambaien atau bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang ALLOH karuniakan kepada kita.

Begitupun ketika makan, sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati yang paling dalam kita meyakini bahwa ALLOH-lah yang memberi makan tiap hari, tiada satu hari pun yang luput dari limpahan curahan nikmatnya.

Kalau membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena ALLOH. Ketika membeli kendaraan, niatkan karena ALLOH. Karena menurut Rasulullah SAW, kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLOH, 2) Kendaraan untuk setan, 3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar, dipakai untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk ALLOH. Tapi kalau sekedar untuk pamer, ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk setan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misakan kuda dipelihara, dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran untuk diri sendiri.

Pastikan bahwa jikalau kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena ALLOH. Karenanya bermohon saja kepada ALLOH, "Ya ALLOH saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan dalam menjaga amanah". Subhanallah bagi orang yang telah meniatkan seperti ini, maka, bensinnya, tempat duduknya, shockbreaker-nya, dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya ALLOH. Sebaliknya jika digunakan untuk maksiyat, maka kita juga yang akan menanggungnya.

Kedahsyatan lain dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal, walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah meniatkan mau bangun malam untuk tahajud, "Ya ALLOH saya ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya ALLOH". Weker pun diputar, istri diberi tahu, "Mah, kalau mamah bangun duluan, bangunkan Papah. Jam setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLOH saya ingin bisa bersujud kepadamu di waktu ijabahnya doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud.

Sayangnya, ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira karena ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang sudah berniat untuk tahajud dan tidak dibangunkan oleh ALOH, maka kalau ia sudah bertekad, ALLOH pasti akan memberikan pahalanya. Mungkin ALLOH tahu, hari-hari yang kita lalui akan menguras banyak tenaga. ALLOH Mahatahu apa yang akan terjadi, ALLOH juga Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita dengan pulas.

Sungguh apapun amal yang dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai, dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Subhanallah. ***

0 comments

Rindu Rosul

Dan tidaklah kami mengutus engkau Muhammad, kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam." (Q.S. Al-Anbiya: 107)Tulisan di bawah ini hanyalah sebuah petikan kecil dari buku berjudul “Rindu Rasul" yang ditulis oleh bpk Jalaludin Rahmat (semoga beliau mendapat berkah atas tulisannya, amin). Sebagian sari dari buku itu cukup membuat hati saya terenyuh. Diriwayatkan oleh Jalaludin al-Suyuthi dalam Tafsir al-Durr al-Mantsur, sebuah dialog antara Nabi besar Muhammad saw sebagai imam dan para sahabatnya sebagai makmum setelah melaksanakan sholat berjama’ah yang haditsnya telah digubah menjadi bentuk puisi:Usai salat kau pandangi kamiMasih dengan senyum yang sejuk ituCahayamu, ya Rasul Allah, tak mungkin kulupakanIngin kubenamkan setetes diriku dalam samudra dirimuIngin kujatuhkan sebutir debuku dalam sahara tak terhinggamuKudengar kau berkata lirih:Ayyul khalqi a’jabu ilaikum imanan?Siapa mahluk yang imannya paling mempesona?Malaikat, Ya Rasul AllahBagaimana malaikat tak beriman, bukankah mereka berada di samping Tuhan?Para nabi, Ya Rasul AllahBagaimana nabi tak beriman, bukankah kepada mereka turun wahyu Tuhan?Kami, para sahabatmu, Ya Rasul AllahBagaimana kalian tidak beriman, bukankah aku ditengah-tengah kalian?Telah kalian saksikan apa yang kalian saksikanKalau begitu, siapakah mereka Ya Rasul Allah?Langit Madinah beningBumi Madinah heningKami termanguSiapa gerangan mereka yang imannya paling mempesona?Kutahan napasku, kuhentikan detak jantungku, kudengar sabdamuYang paling menakjubkan imannyaMereka yang datang sesudahku beriman padaku,Padahal tidak pernah melihatku dan berjumpa dengankuYang paling mempesona imannyaMereka yang tiba setelah aku tiada yang membenarkanku Tanpa pernah melihatkuBukankah kami ini saudaramu juga, Ya Rasul Allah? Kalian sahabat-sahabatkuSaudaraku adalah mereka yang tidak pernah berjumpa dengankuMereka beriman pada yang ghaib, mendirikan salatMenginfakkan sebagian rezeki yang Kami beriman kepada merekaKami terpakuLangit madinah beningBumi madinah heningKudengar lagi engkau berkata:Alangkah bahagianya aku memenuhi merekaSuaramu parau, butir-butir air matamu tergenangKau rindukan mereka, Ya Rasul AllahKau dambakan pertemuan dengan mereka ya Nabi AllahAssalamu’alaika ayyuhan Nabi wa rahmatullahi wa barakatuhDari hadits di atas secara logika kita bisa menilai bahwa apabila kita beriman pada Nabi Muhammad saw dengan sebenar-benarnya maka insya Allah akan ada penilaian tersendiri dari Allah, sebuah kelas tersendiri yang membedakan kita (umat yang ada di dunia ini sesudah Nabi tiada) terhadap sahabat nabi, nabi-nabi yang sebelumnya, bahkan malaikat sekalipun, sebuah kelas yang spesial di mata Allah. Subhanallah.Rasulullah saw bersabda: “Ada 3 hal yang bila ada semuanya pada diri seseorang, ia akan merasakan manisnya iman: pertama, Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari apapun selain keduanya; kedua, ia mencintai orang semata-mata karena Allah; dan ketiga, ia benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya seperti ia benci untuk dilemparkan kedalam api neraka." (Shahih al-Bukhari)Adapun bagi para pencinta Rasulullah saw, Allah akan menganugerahkan:1. Digabungkan bersamanyaSecara ruhaniyah di dunia dan secara hakiki di akhirat. Prinsipnya sama seperti bila kita mencintai sesuatu, yaitu: akan ada pembenaran atas apa yang diajarkan oleh yang kita cintai, perilaku, pikiran, perasaan dan tindakan juga sangat dipengaruhi oleh apa dan siapa yang kita cintai."Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (Q.S: An-Nisa 69)2. Kelezatan imanLezatnya iman mungkin bisa digambarkan dari kisah sebagai berikut. Terkisah segera setelah Rasulullah saw wafat, Bilal tidak mau lagi menyampaikan azan. Beberapa hari angkasa Madinah tidak mendengar suara Bilal. Atas desakan Fatimah, putri Nabi saw, Bilal mengumandangkan azan Subuh. Seluruh Madinah terguncang. Bilal mulai dengan Allahu Akbar, lalu kalimah syahadat yang pertama. Begitu ia ingin menyebutkan kalimat syahadat kedua, suaranya tersekat dalam tenggorokan. Ia berhenti pada "Muhammad" dan setelah itu tangisannya meledak, diikuti oleh tangisan Fatimah dan seluruh penduduk Madinah al-Munawarrah. Ikrar iman dalam ucapan syahadat membuat rasa rindu semakin terasa lezat.3. Kecintaan Allah swtKarena Nabi saw adalah mahluk yang paling dicintai Allah swt. Siapapun yang mencintai Nabi, menyayangi, merindui kekasih Allah, tentu akan mendapat pula kecintaan dari Allah swt.4. Balasan cinta Rasulullah sawTidak ada pencinta Nabi saw yang bertepuk sebelah tangan. Dalam riwayat yang telah diceritakan sebelumnya, betapa Rasulullah saw merindukan pertemuan dengan umat yang mencintainya. Terkisah pula pada detik-detik Nabi menjelang wafat, sahabat Ali r.a mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku?" Betapa cintanya beliau pada umatnya. Akankah kita membalas cintanya dengan menyebut nama beliau disisi Allah swt menjelang ajal kita?5. Mendapatkan syafaat (pembelaan)-nya yang agung.Yaitu bantuan Nabi saw dengan izin Allah untuk meringankan dan bahkan menghapuskan hukuman bagi para pendosa, bukannya tidak mungkin seseorang bisa masuk surga tanpa dihisab bila pembelaan Rasulullah saw diterima oleh sang Khalik.Mungkin kita masih ingat akan kejadian-kejadian masa lalu ketika tabloid Monitor menulis tentang orang di dunia yang paling dikagumi sementara Nabi Muhammad saw ditulis di urutan ke-sebelas. Bukankah semestinya kita menempatkannya di urutan pertama di hati kita? Apa yang bisa kita petik dari kejadian ini? Masuk golongan mana kita? golongan yang menyalahkan media tersebut? atau golongan yang justru menyalahkan diri sendiri telah melupakan Nabi saw selama ini? Atau ketika Salman Rushdie mencemooh Nabi saw sebagai sumber permainan dengan berlindung atas nama dunia seni kesastraan. Apa hati kita terusik? apa kita merasa kalau Salman Rushdie sudah meludah aqidah kita? Atau kita merasa bahwa hal itu biasa saja? Atau mungkin kita merasa biar saja karena kita jauh dari tempat kejadian dan saat ini Nabi pun sudah tidak ada? Astaghfirullah.Ketika Maulid Nabi. Apa kita akan merasa santai seakan-akan sama saja seperti hari yang lain? Apa kita bersikap lebih pasif atau diam diri saja dalam menyambutnya dibanding umat nasrani yang begitu antusias menyambut Natal sebagai kelahiran Nabi Isa a.s? Betapa mereka menyambutnya dengan kidung Natal menggema di mana-mana di gereja gereja hingga artis-artis mancanegara, ucapan “selamat Natal" dalam berbagai bentuk dari mulai kartu, email, poster, billboard, hingga acara radio, tv, bioskop, internet, hiasan-hiasan pohon natal, dan lampu-lampu yang meriah, promosi dan diskoun besar-besaran toko dan hypermarket yang saling berlomba-lomba, kembang api, lonceng berdentang-dentang, acara-acara yang semarak baik di pertokoan, restoran, perkantoran hingga ke pelosok rumah rumah kecil di berbagai belahan dunia?Apa kita tidak tergerak untuk lebih bersuka cita pada hari mulia Maulid Nabi? Hari kelahiran Junjungan kita yang begitu mulia, Baginda besar kita, Nabi besar Rasulullah Muhammad saw. Lahirnya seorang utusan Allah swt ke dunia yang membawa perubahan besar yang sangat fenomenal dalam tatanan hidup kita, sebuah ajaran yang akan membawa kita untuk ditempatkan di tingkat yang tinggi dan dicintai oleh Khaliknya!! Awal dari revolusi akhlak yang teramat benar!! Sebuah hari yang sungguh teramat penting, hari yang begitu luar biasa terang benderangnya bagi alam semesta!!Semoga petikan ayat Al-Qur’an surat Al-Anbiya 107 di awal tulisan ini bisa membuka hati kita semua, betapa pentingnya kita mencintai dan bersuka cita atas Nabi saw.Bila kita kaji lagi apa yang bisa kita peroleh jika kita menempatkan Nabi saw pada urutan pertama di hati, maka kita akan mendapatkan "iman yang begitu indah mempesona". Walaupun Nabi saw sudah tiada, mungkin justru karena itulah kita perlu bersyukur akan keberadaan kita sekarang dengan beriman kepadanya dan menjalankan sunnah-sunnah yang telah beliau contohkan. Sebuah tantangan, perjuangan berat, teramat berat, insya Allah kita termasuk insan yang dinanti dan dijemput sendiri oleh baginda Nabi saw kelak di akhirat, insya Allah keluarga kita akan dimohonkan syafaat oleh baginda Nabi saw, insya Allah kita mendapat tempat spesial di mata Allah swt, tempat yang indah tanpa dihisab, amin.Sebagai sebuah renungan, mungkin kita sering mengucapkan dan mendengar arti shalawat yang diperuntukkan bagi baginda Nabi saw dan keluarganya. Nah! kalau kita termasuk orang yang beriman pada Rasulullah saw padahal kita sendiri tidak pernah berjumpa beliau, bukankah kita telah menjadi saudara Nabiyallah saw?? Keluarga Rasulullah saw juga?? Saya pribadi berfikir bukannya tak mungkin kalau ucapan shalawat itu juga mengandung makna ucapan shalawat bagi kita-kita yang beriman padanya. Sebuah berita gembira bila kita akhirnya bisa juga bersanding dengan nama Muhammad saw, kekasih Allah Subhanahu wa Ta ‘ala.Allahumma sholli wa baarik ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala aali wa shohbihi wasallam. (Ucapkanlah sesering mungkin dan bila kita mendengar nama beliau disebut)Ya Allah yang Maha Besar, tanamkan aqidah iman sedalam-dalamnya pada diriku untuk senantiasa mencintai-Mu dan Nabi Muhammad saw, lebih dari apapun di alam semesta ini, amin ya rabbal ‘alamiin.Mohon maaf bila dalam tulisan di atas ada kesalahan-kesalahan. Pasti yang semua yang benar datangnya dari Allah, dan kalau ada yang salah pastinya karena kebodohan penulis sendiri.

0 comments

Cinta Rasul

Dari Anas radhiallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasalam, bahwasanya beliau shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Tidaklah (sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtuanya, anaknya dan segenap umat manusia." (Muttafaq Alaih) Saat ini, di tengah-tengah masyarakat sedang marak berbagai aktivitas yang mengatasnamakan cinta Rasul shallallahu alaihi wasalam. Kecintaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasalam adalah perintah agama. Tetapi untuk mengekspresikan cinta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasalam tidak boleh kita lakukan menurut selera dan hawa nafsu kita sendiri. Sebab jika cinta Rasul shallallahu alaihi wasalam itu kita ekspresikan secara serampangan tanpa mengindahkan syari'at agama maka bukannya pahala yang kita terima, tetapi malahan menuai dosa. Dengan mengacu pada hadits shahih di atas, mari kita membahas poin-poin berikut ini: Kewajiban cinta kepada Rasul shallallahu alaihi wasalam, kenapa harus cinta Rasul shallallahu alaihi wasalam?, apa tanda-tanda cinta Rasul shallallahu alaihi wasalam?, bagaimana agar mencintai Rasul shallallahu alaihi wasalam? 1. Kewajiban Cinta Rasul shallallahu alaihi wasalam Hadits shahih di atas adalah dalil tentang wajibnya mencintai Nabi shallallahu alaihi wasalam dengan kualitas cinta tertinggi. Yakni kecintaan yang benar-benar melekat di hati yang mengalahkan kecintaan kita terhadap apapun dan siapapun di dunia ini. Bahkan meskipun terhadap orang-orang yang paling dekat dengan kita, seperti anak-anak dan ibu bapak kita. Bahkan cinta Rasul shallallahu alaihi wasalam itu harus pula mengalahkan kecintaan kita terhadap diri kita sendiri. Dalam Shahih Al-Bukhari diriwayatkan, Umar bin Khathab radhiallahu anhu berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wasalam : "Sesungguhnya engkau wahai Rasulullah, adalah orang yang paling aku cintai daripada segala sesuatu selain diriku sendiri." Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda, 'Tidak, demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, sehingga aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri'. Maka Umar berkata kepada beliau, 'Sekarang ini engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.' Maka Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda, 'Sekarang (telah sempurna kecintaanmu (imanmu) padaku) wahai Umar." Karena itu, barangsiapa yang kecintaannya kepada Nabi shallallahu alaihi wasalam belum sampai pada tingkat ini maka belumlah sempurna imannya, dan ia belum bisa merasakan manisnya iman hakiki sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Anas radhiallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasalam, beliau bersabda: "Ada tiga perkara yang bila seseorang memilikinya, niscaya akan merasakan manisnya iman, 'Yaitu, kecintaannya pada Allah dan RasulNya lebih dari cintanya kepada selain keduanya......" 2. Kenapa Cinta Rasul shallallahu alaihi wasalam? Tidak akan mencapai derajat kecintaan kepada Rasul shallallahu alaihi wasalam secara sempurna kecuali orang yang mengagungkan urusan din (agama)nya, yang keinginan utamanya adalah merealisasikan tujuan hidup, yakni beribadah kepada Allah Ta'ala. Dan selalu mengutamakan akhirat daripada dunia dan perhiasannya. Cinta Rasul shallallahu alaihi wasalam inilah dengan izin Allah menjadi sebab bagi kita mendapatkan hidayah (petunjuk) kepada agama yang lurus. Karena cinta Rasul pula, Allah menyelamatkan kita dari Neraka, serta dengan mengikuti beliau shallallahu alaihi wasalam kita akan mendapatkan keselamatan dan kemenangan di akhirat. Adapun cinta keluarga, isteri dan anak-anak maka ini adalah jenis cinta duniawi. Sebab cinta itu lahir karena mereka memperoleh kasih sayang dan manfaat materi. Cinta itu akan sirna dengan sendirinya saat datangnya Hari Kiamat. Yakni hari di mana setiap orang berlari dari saudara, ibu, bapak, isteri dan anak-anaknya karena sibuk dengan urusannya sendiri. Dan barangsiapa lebih mengagungkan cinta dan hawa nafsunya kepada isteri, anak-anak dan harta benda duniawi maka cintanya ini akan bisa mengalahkan kecintaannya kepada para ahli agama, utamanya Rasul shallallahu alaihi wasalam. 3. Tanda-tanda Cinta Rasul shallallahu alaihi wasalam Cinta Nabi shallallahu alaihi wasalam tidaklah berupa kecenderungan sentimentil dan romantisme pada saat-saat khusus, misalnya dengan peringatan-peringatan tertentu. Cinta itu haruslah benar-benar murni dari lubuk hati seorang mukmin dan senantiasa terpatri di hati. Sebab dengan cinta itulah hatinya menjadi hidup, melahirkan amal shalih dan menahan dirinya dari kejahatan dan dosa. Adapun tanda-tanda cinta sejati kepada Rasul shallallahu alaihi wasalam adalah:
Mentaati beliau shallallahu alaihi wasalam dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Pecinta sejati Rasul shallallahu alaihi wasalam manakala mendengar Nabi shallallahu alaihi wasalam memerintahkan sesuatu akan segera menunaikannya. Ia tak akan meninggalkannya meskipun itu bertentangan dengan keinginan dan hawa nafsunya. Ia juga tidak akan mendahulukan ketaatannya kepada isteri, anak, orang tua atau adat kaumnya. Sebab kecintaannya kepada Nabi shallallahu alaihi wasalam lebih dari segala-galanya. Dan memang, pecinta sejati akan patuh kepada yang dicintainya. Adapun orang yang dengan mudahnya menyalahi dan meninggalkan perintah-perintah Nabi shallallahu alaihi wasalam serta menerjang berbagai kemungkaran maka pada dasarnya dia jauh lebih mencintai dirinya sendiri. Sehingga kita saksikan dengan mudahnya ia meninggalkan shalat lima waktu, padahal Nabi shallallahu alaihi wasalam sangat mengagungkan perkara shalat, hingga ia diwasiatkan pada detik-detik akhir sakaratul mautnya. Dan orang jenis ini, akan dengan ringan pula melakukan berbagai larangan agama lainnya. Na'udzubillah min dzalik.
Menolong dan mengagungkan beliau shallallahu alaihi wasalam. Dan ini telah dilakukan oleh para sahabat sesudah beliau wafat. Yakni dengan mensosialisasikan, menyebarkan dan mengagungkan sunnah-sunnahnya di tengah-tengah kehidupan umat manusia, betapapun tantangan dan resiko yang dihadapinya.
Tidak menerima sesuatupun perintah dan larangan kecuali melalui beliau shallallahu alaihi wasalam, rela dengan apa yang beliau tetapkan, serta tidak merasa sempit dada dengan sesuatu pun dari sunnah-nya. Adapun selain beliau, hingga para ulama dan shalihin maka mereka adalah pengikut Nabi shallallahu alaihi wasalam. Tidak seorang pun dari mereka boleh diterima perintah atau larangannya kecuali berdasarkan apa yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wasalam.
Mengikuti beliau shallallahu alaihi wasalam dalam segala halnya. Dalam hal shalat, wudhu, makan, tidur dsb. Juga berakhlak dengan akhlak beliau shallallahu alaihi wasalam dalam kasih sayangnya, rendah hatinya, kedermawanannya, kesabaran dan zuhudnya dsb.
Memperbanyak mengingat dan shalawat atas beliau shallallahu alaihi wasalam. Mengharapkan bisa mimpi melihat beliau, betapapun harga yang harus dibayar. Dalam hal shalawat Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Barangsiapa bershalawat atasku sekali, niscaya Allah bershalawat atasnya sepuluh kali." (HR. Muslim). Adapun bentuk shalawat atas Nabi shallallahu alaihi wasalam adalah sebagaimana yang beliau ajarkan. Salah seorang sahabat bertanya tentang bentuk shalawat tersebut, beliau menjawab: "Ucapkanlah: (Ya Allah, bershalawatlah atas Muhammad dan keluarga Muhammad)." (HR. Al-Bukhari No. 6118, Muslim No. 858).
Mencintai orang-orang yang dicintai Nabi shallallahu alaihi wasalam . Seperti Abu Bakar, Umar, Aisyah, Ali radhiallahu anhum dan segenap orang-orang yang disebutkan hadits bahwa beliau shallallahu alaihi wasalam mencintai mereka. Kita harus mencintai orang yang dicintai beliau dan membenci orang yang dibenci beliau shallallahu alaihi wasalam. Lebih dari itu, hendaknya kita mencintai segala sesuatu yang dicintai Nabi, termasuk ucapan, perbuatan dan sesuatu lainnya.
4. Bagaimana Agar Mencintai Nabi shallallahu alaihi wasalam?
Hendaknya kita ingat bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam adalah orang yang paling baik dan paling berjasa kepada kita, bahkan hingga dari orang tua kita sendiri. Beliau lah yang mengeluarkan kita dari kegelapan kepada cahaya, yang menyampaikan agama dan kebaikan kepada kita, yang memperingatkan kita dari kemungkaran. Dan kalau bukan karena rahmat Allah yang mengutus beliau shallallahu alaihi wasalam, tentu kita telah tenggelam dalam kesesatan.
Renungkanlah perjalanan hidup Nabi shallallahu alaihi wasalam, jihad dan kesabarannya serta apa yang beliau korbankan demi tegaknya agama ini, dalam menyebarkan tauhid serta memadamkan syirik, sungguh suatu upaya yang tidak bisa dijangkau oleh siapapun.
Renungkanlah keagungan akhlak Nabi shallallahu alaihi wasalam, sifat dan sikapnya yang sempurna, rendah hati kepada kaum mukminin dan keras terhadap orang-orang munafik dan musyrikin, pemberani, dermawan dan penyayang. Cukuplah sanjungan Allah atas beliau shallallahu alaihi wasalam : "Dan sungguh engkau memiliki akhlak yang agung".
Mengetahui kedudukan beliau shallallahu alaihi wasalam di sisi Allah Ta'ala. Beliau shallallahu alaihi wasalam adalah orang yang paling mulia di antara segenap umat manusia, penutup para Nabi, yang diistimewakan pada hari Kiamat atas segenap Nabi untuk memberikan syafa'at uzhma (agung), yang memiliki maqam mahmud (kedudukan terpuji), orang yang pertama kali membuka pintu Surga serta berbagai keutamaan beliau lainnya.
(Disadur dari Abu Okasha)

0 comments






0 comments






0 comments

Barokah Solat Khusu

Barokah Shalat Khusyu
K.H. Abdullah Gymnastiar

Hikam:

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu dalam sholatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna. (Al-Quran: Surat Al-Mu`minun )

Rosulullah SAW bersabda : Ilmu yang pertama kali di angkat dari muka bumi ialah kekhusyuan. (HR. At-Tabrani )

Nabi Muhammad SAW dalam sholatnya benar-benar dijadikan keindahan dan terjadi komunikasi yang penuh kerinduan dan keakraban dengan Allah. Ruku, sujudnya panjang, terutama ketika sholat sendiri dimalam hari, terkadang sampai kakinya bengkak tapi bukannya berlebihan, karena ingin memberikan yang terbaik sebagai rasa syukur terhadap Tuhannya. Sholatnya tepat pada waktunya dan yang paling penting, sholatnya itu teraflikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Ciri-ciri orang-orang yang sholatnya khusyu:

  1. Sangat menjaga waktunya, dia terpelihara dari perbuatan dan perkataan sia-sia apa lagi maksiat. Jadi orang-orang yang menyia-nyiakan waktu suka berbuat maksiat berarti sholatnya belum berkualitas atau belum khusyu.

  2. Niatnya ikhlas, jarang kecewa terhadap pujian atau penghargaan, dipuji atau tidak dipuji, dicaci atau tidak dicaci sama saja.

  3. Cinta kebersihan karena sebelum sholat, orang harus wudhu terlebih dahulu untuk mensucikan diri dari kotoran atau hadast.

  4. Tertib dan disiplin, karena sholat sudah diatur waktunya.

  5. Selalu tenag dan tuma`ninah, tuma`ninah merupakan kombinasi antara tenang dan konsentrasi.

  6. Tawadhu dan rendah hati, tawadhu merupakan akhlaknya Rosulullah.

  7. Tercegah dari perbuatan keji dan munkar, orang lain aman dari keburukan dan kejelekannya.


Orang yang sholatnya khusyu dan suka beramal baik tapi masih suka melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, mudah-mudahan orang tersebut tidak hanya ritualnya saja yang dikerjakan tetapi ilmunya bertambah sehingga membangkitkan kesadaran dalam dirinya.

Jika kita merasa sholat kita sudah khusyu dan kita ingin menjaga dari keriaan yaitu dengan menambah pemahaman dan mengerti bacaan yang ada didalam sholat dan dalam beribadah jangan terhalang karena takut ria.

Inti dalam sholat yang khusyu yaitu akhlak menjadi baik, sebagaimana Rosulullah menerima perintah sholat dari Allah, agar menjadikan akhlak yang baik. Itulah ciri ibadah yang disukai Allah.

Semoga dibulan ramadhan ini kita meningkatkan kualitas sholat kita.

by:jamal

0 comments

hati yang sehat

Saudaraku, ajaklah segera hati ini meninggalkan dunia ini dan
berpindah ke akhirat, tempatkan hati ini diakhirat sehingga
seakan kita adalah penduduk negeri akhir itu. Anggaplah
kehadiran kita di dunia fana ini hanya sebagai orang asing,
yang singgah sesaat sebelum kembali meneruskan perjalanan ke
alam akhirat. Rasulullah manusia agung pun pernah mengingatkan
kita bahwa; ?Jadikanlah dirimu di dunia ini seakan-akan kamu
orang asing atau orang yang sedang menyeberangi suatu
jalan.?(HR. Bukhari)

Sadarilah saudaraku, semakin manusia mengejar dan menyibukkan
diri dengan urusan dunia, itu pertanda semakin parah penyakit
yang bersarang di hatinya. Ia memandang dunia seolah tempat
hidup yang kekal dan abadi. Sungguh tidak demikian saudaraku,
kita hanya singgah sesaat disini.

Saudaraku, jangan biarkan kita lupa atau melepaskan diri dari
dzikrullah dan tilawah Al Qur?an atau bentuk ibadah lainnya.
Sedetik saja kita meninggalkannya, tentu kita akan merasakan
sakit yang teramat sangat melebihi rasa sakit saat kehilangan
sebagian harta dan benda kesayangan kita.

Banyak orang-orang yang teramat rindunya dengan orang yang
disayanginya, namun sudahkah kita merindukan kebersamaan kita
dengan Allah, merindukan untuk mengabdi kepada Allah seperti
rindu kepada orang yang disayang itu. Rindu seperti yang
pernah digambarkan Yahya bin Mu?adz: ?Barangsiapa merasa
senang dan damai berkhidmat kepada Allah, maka segala sesuatu
pun akan senang berkhidmat kepadanya, dan barangsiapa tentram
pandangannya (mata batinnya) karena Allah, maka tentram pula
yang lainnya ketika melihat orang seperti ini.?

Yang seperti ini saudaraku, tentu karena ia menjadikan Allah
sebagai satu-satunya tujuan dalam hidupnya.

Saudaraku, ukurlah kesehatan hati kita saat menghadapkan diri
ini kepada Allah dalam sholat. Pernahkah merasakan kenikmatan
dan kesejukan jiwa yang begitu suci dalam setiap sholat kita
sehingga menghilangkan segala gundah akan kenikmatan dunia
yang serba semu. Jika jawabannya adalah Ya, maka
berbahagialah.

Selain itu saudaraku, sudah seharusnya kita sadar bahwa waktu
berlalu begitu singkat dan cepat, mereka tidak akan pernah
kembali jika sudah terlewati. Maka, hargailah setiap waktu
yang kita miliki dan tidak menyia-nyiakannya sehingga kita
tidak tergolong orang-orang yang merugi.

Janganlah terputus dan malas akan mengingat Allah, utamakan
kualitas amalan daripada kuantitasnya, ikhlaslah dalam
beramal, ikutilah petunjuk syariat Rasulullah dalam berbuat
(mutaaba?ah) serta ihsan dalam beribadah. Disamping itu,
renungkan juga segala bentuk karunia yang Allah berikan, kaji
ulang setiap ketidakmampuan kita dalam memenuhi hak-hak Allah.


Saudaraku, jika kita sudah merasakan dan melakukan semua hal
diatas yang menandakan sehatnya hati ini, bolehlah kita
tersenyum. Namun jika tidak, sebaiknya perbanyaklah menangis
karena sungguh hati ini seperti membatu, segeralah benahi hati
ini agar kembali sehat detik ini juga, sebelum detik
berikutnya Izrail menghampiri kita tanpa tersenyum. Wallahu
a?lam bishshowaab.

0 comments

Huznuzhon dalam amal jama'i

HUSNUZHON DALAM AMAL JAMA'I
Ada 4 macam husnuzhan di dalam beramal jama'i
1. Husnuzhan kepada Allah.


Apabila Allah ternyata menaqdirkan ditangguhkannya kemenangan kita, maka hal yang bisa kita jadikan alasan untuk berhusnuzhan kepada Allah adalah (berdasarkan sirah rasulullah SAW):
Bisa jadi Allah ingin memberikan pelajaran kepada kita, bahwa kemenangan itu hanyalah semata-mata milik Allah, sehingga kita harus menyerahkan masalah hasil kepada Allah. manusia hanya berkewajiban berikhtiar
Bisa jadi ada elemen2 yang mempunyai niatan2 yang tidak lurus dalam berjuang, sehingga Allah ingin membersihkan jalan da'wah ini dan menguji siapa yang benar2 ikhlas dalam berjuang
Bisa jadi masih ada sisa-sisa potensi kebaikan di pihak musuh, yang mungkin dapat mendukung kita di masa yang akan datang
Bisa jadi model pertempuran yang terjadi belum benar2 merupakan pertempuran antara yang haq dan bathil
Bisa jadi belum ada bi'ah yang kondusif untuk menegakkan yang Haq jika kita diberikan kemenangan pada saat ini


2. Husnuzhan kepada Jama'ah


senantiasa menyikapi segala keputusan amal jama'i dengan fikrul ilmiyah guna memperkuat keyainan kita, dan tidak terus - terusan bersandar kepada berpikir konspiratif


3. Husnuzhan kepada sesama saudara


Mengubah sesuatu yang negatif menjadi lebih positif dari sudut pandang kita
Bbersedih jika diri kita menjadi sumber informasi tentang keburukan ikhwah yang lain


4. Husnuzhan kepada sesama mu'min


Tidak menganggap bahwa seorang yang 'ammah (belum tertarbiyah) tidak lebih baik dari pada kita. Karena sangat mungkin mereka lebih sholih dan lebih mulia posisinya dihadapan Allah jika dibandingkan dengan kita
Diposting oleh Akhwat Aldura.... di 21.10

0 comments

Lima S

5 (Lima) S
K.H. Abdullah Gymnastiar

Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.

Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.

Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.

Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?

S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?

S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?

S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.

S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?

Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.

Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.***

0 comments

disain terbaru.. harap di kritisi