PPC Iklan Blogger Indonesia
0 comments

Ketika Iblis Membentangkan Sajadah

Siang menjelang dzuhur. Salah satu Iblis ada di masjid. Kebetulan hari itu Jum'at, saat berkumpulnya orang. Iblis sudah ada dalam masjid. Ia tampak begitu khusyuk. Orang mulai berdatangan. Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk & masuk dari segala penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan air. Pada setiap orang, Iblis juga masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu menggerakkan denyut jantung setiap para jamaah yang hadir. Iblis juga menempel di setiap sajadah.
"Hai, Iblis!" panggil Kiai, ketika baru masuk ke masjid itu.
Iblis merasa terusik : "Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau larang-larang saya. Ini hak saya untuk menganggu setiap orang dalam masjid ini!" jawab Iblis ketus.
"Ini rumah Tuhan! Tempat yang suci, kalau kau mau ganggu, kau bisa diluar nanti!" Kiai mencoba mengusir.
"Kiai, hari ini adalah hari uji coba sistem baru". Kiai tercenung. "Saya sedang menerapkan cara baru, untuk menjerat kaummu".
"Dengan apa?"
"Dengan sajadah!"
"Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, Iblis?"
"Pertama, saya akan masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah. Mereka akan saya jebak dengan mimpi untung besar. Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja dengan upah di bawah UMR, demi keuntungan besar!"
"Ah, itu kan memang cara lama yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru,Blis?"
"Bukan itu saja Kiai..."
"Lalu?"
"Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah. Saya akan menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu membuat sajadah yang lebar-lebar"
"Untuk apa?"
"Supaya, saya lebih berpeluang untuk menanamkan rasa egois di setiap kaum yang kau pimpin, Kiai! Selain itu, saya akan lebih leluasa, masuk dalam barisan sholat. Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada dalam kerenganggan itu. Di situ saya bisa ikut membentangkan sajadah".
Dialog Iblis dan Kiai sesaat terputus. Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara, satu lagi, sajadahnya lebih kecil. Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan-kirinya. Sementara, orang yang punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jamaah lain yang sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir panjang, pemilik sajadah kecil membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi sepertiganya. Keduanya masih melakukan sholat sunnah.
"Nah, lihat itu Kiai!" Iblis memulai dialog lagi.
"Yang mana?"
"Ada dua orang yang sedang sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang berbeda ukuran. Lihat sekarang, aku akan masuk diantara mereka".
Iblis lenyap. Ia sudah masuk ke dalam barisan shaf. Kiai hanya memperhatikan kedua orang yang sedang melakukan sholat sunah. Kiai akan melihat kebenaran rencana yang dikatakan Iblis sebelumnya. Pemilik sajadah lebar, rukuk, kemudian sujud. Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia membuka sajadahya yang tertumpuk, lalu meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada di bawahnya. Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil, melakukan hal serupa.
Ia juga membuka sajadahnya, karena sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir sholat. Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa kali terlihat di beberapa masjid.
Orang lebih memilih menjadi di atas, ketimbang menerima di bawah. Di atas sajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya. Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka, ia akan meletakkan sajadahnya diatas sajadah yang kecil. Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.
Pemilik sajadah lebar, diidentikkan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di atas dari pada yang lain. Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.
Di atas sajadah, Iblis telah mengajari orang supaya selalu menguasai orang lain.
"Astaghfirullahal adziiiim " ujar sang Kiai pelan.

0 comments

Inside Ka'bah



Saudaraku seiman, gambar ini (bagian dalam Baitullah) adalah hadiah istimewa bagi kita semua
(terutama bagi yang belum pernah masuk atau belum pernah melihat/memiliki gambar seperti ini).

Semoga menambah keimanan kita, aamiiin...

Tak bosan-bosan rasanya membaca kisah ini...

AIRMATA RASULULLAH SAW...

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya

masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam", kata Fatimah yang membalikkan

badan dan menutup pintu.


Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan

bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"

tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan

pandangan yang menggetarkan.


Seolah-olah bahagian demi! bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.


"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang

memisahkan pertemuan di dunia.

Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan

tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan

kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.


Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit

dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.


"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?", tanya Rasululllah

dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.

"Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh

kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?", tanya Jibril lagi.

"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul ! Allah, aku pernah mendengar Allah

berfirman kepadaku: "Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat

Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh

Rasulullah ditarik.


Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya

menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya

menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.


"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?"

Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata

Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak

tertahankan lagi.


"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini

kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, ! Ali segera

mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku"

"peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."



Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.

Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan

telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.


"Ummatii,ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?

Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi


Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.


NB:

Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk
mengingat maut dan mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan

Rasulnya mencintai kita.

0 comments

Who am I

Ketika Si A berhasil lulus UMPTN setelah belajar keras, menceritakan kepada teman-temannya bahwa itu hasil kerja kerasnya. Ketika Si B sakit menceritakan bahwa itu akibat kebanyakan merokok. Ketika Si C masuk penjara menceritakan bahwa itu karena ia dengan sengaja melakukan kejahatan. Si D menjadi kaya karena ia senantiasa berzakat dan berinfaq, dan seterusnya.

Benarkah demikian perilaku manusia yang senantiasa diliputi oleh sebab akibat?

Marilah kita bahas pelan-pelan dengan menggunakan logika. Benar atau tidaknya suatu materi pelajaran tidak boleh lepas dari dalil aqli, naqli, sam'i, dan fi'il.

Allah menciptakan manusia dalam 2 bentuk, yaitu jasmani dan rohani. Mata sebagai jasmani dan penglihatan sebagai rohani. Telinga sebagai jasmani dan pendengaran sebagai rohani. Dalilnya adalah "tiada yang memperdengarkan kecuali Allah (la musamar ilalah), tiada yg memperlihatkan kecuali Allah (La mubasar ilallah), tiada yg memperjalankan, memperasakan,menyelesaikan....dst kecuali Allah", dan masih banyak yang lain hingga menjadi La ilaha ilalah (tiada tuhan melainkan Allah).

Menyimak hal ini manakah perbuatan-perbuatan di atas baik yg disebut sukses atau gagal yang merupakan perbuatan/kehendak manusia? Tidak ada! Lantas untuk apa Allah menciptakan hal-hal yg disebut baik-buruk, mulia-hina, tinggi-rendah, sehat-sakit, dsb? "Ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia", jika ada yg sia-sia maka Allah menjadi tidak Maha Kuasa. Bagaimana penjelasannya?

Sehat tidak akan dikenal tanpa dikenalkan melalui sakit sebagai pembandingnya, tinggi tidak akan dikenal tanpa memunculkan rendah, mulia tidak akan dikenal tanpa memunculkan hina sebagai pembandingnya, dsb.

Allah menciptakan segala sesuatu selalu berpasang-pasangan, yaitu tinggi-rendah, hina-mulia, kaya-miskin, sehat-sakit, pintar-bodoh, dsb adalah agar semua itu dapat dimaknai, artinya tanpa ada si rendah, maka si tinggi tidak akan dikenal, tanpa ada si hina maka tidak akan dikenal si mulia, tanpa dihadirkan si sakit, maka tidak akan dikenal si pintar, dsb. Maka dari itu hadirnya si miskin adalah tidak selamanya, maka akan diganti dengan kaya. hadirnya si sehat adalah tidak selamanya karena akan diganti dengan sakit. Hadirnya si hina adalah tidak selamanya karena akan diganti dengan mulia, dst. Maka bagi orang alim ketika menerima kenyataan dalam menerima kehinaan, kemiskinan, kebodohan, kegagalan, sakit tidak tidak hanya sebagai suatu yg harus diterima secara ikhlas karena pemberian Allah dan tidak pula hanya sebagai suatu cobaan, tetapi kehinaan, kemiskinan, kebodohan, kegagalan, sakit dsb adalah suatu 'kebutuhan'. Mengapa? Karena dengan dihinakan, kita dapat memahami suatu suatu kemuliaan. dengan kebodohan kita dapat memahami suatu kecerdasan. dengan kegagalan, kita mampu memahami suatu kesuksesan. dengan kondisi sakit kita mampu memahami betapa nikmatnya suatu kesehatan. Pada akhirnya kita mampu mengesampingkan rasa putus asa, stress, dsb, yang ada hanyalah la ilahaliallah.


from : wanih_1983@yahoo.com

0 comments

Proaktif dan Amal Jama`i dalam Berdakwah

Mengapa kita harus berada dijalan dakwah?
Ketika dikatakan sebagai kewajiban, sesungguhnya bukan itu yang paling mendasar. Lebih dari �kewajiban�. Rasa �butuh� itulah sesungguhnya. Rasa butuh yang merupakan manifestasi dari rasa syukur kita yang kemudian tersimpulkan menjadi sebuah kewajiban.

Manusia terkategori menjadi tiga kelompok. Mereka adalah kelompok penyeru da�wah yang sholih, kelompok sholihin tapi tidak menyerukan da�wah dan orang-orang yang mengingkari da�wah. Kelompok pertama inilah yang menjadi alasan turunnya limpahan rahmat dan kasih sayang Alloh SWT, penghalang turunnya azab Alloh SWT yang tak hanya berupa musibah dan bencana alam tapi juga keterhinaan, kerendahan hingga keterjajahan umat Islam di dunia ini. Begitulah Alloh katakan hal ini didalam QS. Al A�rof 164.

Dakwah adalah estafet perjuangan kaum muslimin. Dakwah para Nabi berlandaskan pada dua asas yakni akidah-akhlaq dan syariat. Isi dan materi dakwah kemudian disempurnakan oleh kehadiran Rosululloh SAW. Namun estafet perjuangan terus berlanjut dari generasi kegenerasi hingga hari ini.

Beramal jama�i dalam dakwah
Dakwah diibaratkan sebagai sebuah bangunan. Bangunan tak akan berdiri dengan kokoh jika tak tersusun oleh tatanan batu bata. Kitalah batu bata itu. Untuk mendukung estafet perjuangan dakwah maka jadikan diri kita batu bata yang unik dan khas yang memiliki kriteria istimewanya. Disinilah kemudian diperlukan amal jama�i.

Dalam QS Ali Imron: 104, Alloh SWT berfirman :
� Dan hendaklah (ada) di antara kalian umat yang menyerukan pada kebaikan, memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang menang �.

Dikatakan dalam ayat tersebut �umat� bukan orang atau kelompok. Artinya terkandung seruan amal jama�i yang diserukan dilakukan oleh bukan atas nama perseorangan melainkan umat yakni perpaduan antara kelompok-kelompok atau jamaah-jamaah dakwah yang ada untuk mewujudkan cita-cita Islam.

Alloh SWT Maha Mengetahui, manusia akan mudah menjadi lemah manakala bekerja seorang diri, selain itu hasilnya pun juga minim efeknya (lemah). Di sisi lain, pihak-pihak yang senantiasa gigih melakukan tekanan-tekanan terhadap Islam aksi mereka pun juga berkelompok. Benarlah perkataan Ali ra, bahwa kebaikan yang tidak tertata akan mudah terkalahkah oleh kejahatan yang terorganisir dengan rapi. Disinilah kita temukan alasan perlunya tandhim atau organisasi dakwah sebagai aplikasi pertama setelah menyadari amal jama�i sebagai �keharusan�.

Kontribusi Dakwah
Tatkala �bukan da'wah infirodi� melainkan dak�wah dengan amal jama�i telah benar tertanam dalam konsep kita, lantas yang menjadi pertanyaan sekarang adalah sejauh mana peran amalan kita dalam dakwah. Dengan kata lain, sejauh mana kontribusi kita terhadap dakwah.

Kontribusi Dakwah merupakan keniscayaan dalam perjuangan kita, tak peduli besar atau kecil pastilah memiliki kedudukan sangat penting dalam menegakkan Islam. Kontribusi dalam dakwah adalah memberikan sesuatu baik jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala sesuatu yang dipunyai untuk sebuah cita-cita. Ini menjadi salah satu karater aktivis dakwah (muwashofatul jundiyah). Karakter inilah yang sangat berperan dalam kelangsungan dakwah (Istimrarud Da�wah) meski telah dijamin oleh Alloh SWT seperti yang termaktub dalam firman Alloh QS. At Taubah: 40.

Terus dan mandegnya dakwah lantaran pengorbanan aktivisnya. Mereka yang terdepan dalam memberikan kontribusinya, merekalah yang menjadi pelangsung da�wah. Mereka yang tidak berada dalam barisan ini, menjadi mandul atau mati dakwahnya, dan Alloh akan menggantikannya dengan aktivis yang lainnya.

�Ingatlah kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Alloh. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap diri sendiri. Dan Alloh lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan-Nya; dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini)� (QS. Muhammad: 3Cool.

Lantas kontribusi apa aja yang perlu diberikan oleh seorang aktivis? Banyak sisi yang bisa disumbangsihkan antara lain, kontribusi pemikiran (al atho� alal fikry), kontribusi keterampilan (al atho� al fanny), kontribusi materi (al atho� al maaly), kontribusi jiwa (al altho� an nafsy) termasuk didalamnya kontribusi waktu (al waqt) dan kesempatan (al furshokh) yang dimiliki dalam perjalanan kehidupannya., dan kontribusi kewenangan (al atho� al mulky).

Proaktif dalam dakwah
Alloh SWT berfirman �Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang arab yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rosululloh (pergi berperang) dan tidak patut pula bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rosul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan pada jalan Alloh. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suau bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shaleh. Sesungguhnya Alloh tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik� (QS At Taubah : 120).

Tersirat bahwa Alloh SWT tidak menyukai orang-orang yang berdiam diri dan tidak terlibat dalam perjuangan. Alloh menyebutnya bahwa perbuatan itu tidak layak. Dan sebaliknya, kepada orang yang terlibat dalam perjuangan di jalan Alloh untuk menyebarkan kebaikan dan hidayah Alloh SWT dengan apapun yang dimilikinya, Alloh menjanjikan segala yang dilakukannya akan bernilai amal shaleh. Tidak ada yang sia-sia dari orang yang berjuang di jalan Alloh, sekecil apa pun perjuangannya.

Karenanyalah kita sebagai bagian dari umat Islam tidak boleh hanya tinggal diam dengan tidak memberikan pengaruh pada dunia da�wah kita. Bekal para aktivis dakwah adalah ketaqwaan yang bisa menghadirkan pula semangat, keistiqomahan, rasa tak pernah gentar dan getir, siap menjalankan tugas da�wah kapanpun, serta mampu memotivasi diri sendiri dan orang lain untuk senantiasa menjadi sholih. Berwatak merasa ringan untuk berkorban terhadap da�wah. Tidak ada sesuatupun yang merintanginya untuk berkorban, dan cepat merespon terhadap tuntutan da�wah. Inilah kader yang proaktif dalam dakwah.

Kontribusi yang disalurkan tak hanya pada ukuran quantitas pengorbanan saja, tapi aspek karakter responsivitas seorang kader dakwah juga menjadi satu tumpuan pula. Karakter ini bukan karakter pribadi yang hanya dipunyai karena bawaan lahir melainkan bisa kita miliki tentunya dengan riyadhoh-riyadhoh seperti membiasakan diri untuk memberikan kontribusi setiap hari meskipun dalam jumlah yang kecil, selalu bercermin dari pribadi muslim lain dalam berkorban sehingga menjadi termotivasi untuk melakukan hal yang sama pula, selalu menyakini akan manfaat-manfaat tadhiyah dan senantiasa meminta kepada Alloh SWT agar selalu dimudahkan dalam istiqomah intima� dengan jamaah.

Karena kita sendiri yang telah memilih dan meyakini jalan da�wah ini, maka selanjutnya kita jugalah yang melakoni dan memenuhi tuntutan dan kewajibannya. Kita tidak mungkin bisa konsisten dan teguh berjalan jika masih mengandalkan orang lain untuk terus menerus mengarahkan dan mendorong kita dalam bergerak dalam da�wah. Disinilah sekali lagi �proaktif� dalam amal jama�i itu diperlukan. Berusaha memiliki �taharruk dzaatii� atau gerakan yang didorong diri sendiri bukan orang lain.

Manakala motivasi �itu� tak muncul dalam diri, maka lihatlah kembali makna indahnya kebersamaan dengan para juru dakwah di jalan ini, renungkanlah keterikatan yang begitu indah dengan jama�ah da�wah. Meski setiap orang mempunyai kelompok dan jama�ahnya sendiri-sendiri, meski memiliki symbol dan syiarnya sendiri-sendiri, namun setiap orang, jika tidak diikat dan dihimpun oleh al haq pastilah akan bercerai berai oleh kebatilan. Wallohu a�lam bish showab.


Referensi :
1. M. Lili Nur Aulia, Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami, Jakarta : Pustaka Da�watuna, 2006
2. http://www.dakwatuna.com/

from : wanih_1983@yahoo.com

0 comments

Da'i Bukan Calo


Farid Nu^man
Mukadimah
Sebenarnya tidak beda dengan bayang-bayang, aku juga dijuluki tuan dan nyonya klin, yang senantiasa menjaga kebersihan, terlebih kebersihan akhlak dan hati. Jadwal aktifitasku segudang, janji-janjiku selemari, pokoknya sibuk. Ah, aku jadi malu. Dakwah, jihad dan nasehat merupakan pakaian keseharianku, si tuan dan nyonya clean. Pokoknya aku mempunyai sesuatu yang orang lain belum tentu punya, bercita-cita yang belum tentu orang lain punya, sudahlah!!
“Katakanlah apakah akan Kami beritahukan padamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” (QS. Al Kahfi: 103)
Tiba-tiba hati ini tergerak untuk mengusap sebelah mata, dan tampak dua helai bulu mata menempel di ujung jari. Lalu kutiup, terbang dan hilang. Setiap kali diri ini bertanya, ke mana jatuhnya bulu mata itu? Dan selalu ku jawab, di atas bumi yang fana ini, paling tidak, masih di sekitar diri ini berdiri. Lalu terbayang diri ini begitu lemah dan kerdil dibanding luas dan buasnya kehidupan dunia. Manusia memang lemah, seperti bulu mataku!
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah” (QS. An Nisa:28)
Kucoba bertanya kepada bayang-bayang semu, yang senantiasa menyertai derap langkahku. Siapa Anda? Siapa kalian? Tanyaku. Bayang-bayang menjawab, aku adalah tuan dan nyonya clean (klin). Alhamdulillah, Tuhanku menjadikan aku seperti sekarang, menarik, aktif, bergejolak, supel, n’ sholih –katanya.
Aah … bayang-bayang itu memuji dirinya sendiri. Apakah dia tidak tahu, keranjang sana masih banyak yang lebih berharga dari dirinya, di mata Tuhannya, yaa … di mata Tuhannya, bukan di mata kawan-kawan seaktifitas yang memuji dirinya sedimikian rupa sehingga dia ghurur atau terpedaya.
“Kehidupan dunia telah memperdaya mereka” (QS. Al An’am: 130)
Lalu, dengan malu-malu, kutanya diriku ‘Siapa Anda??’, yaa siapa diriku. Demi Tuhannya Ka’bah, aku malu menjawabnya. Apakah tidak ada pertanyaan lain? Baiklah aku jawab, ya Allah saksikanlah!
Sebenarnya tidak beda dengan bayang-bayang, aku juga dijuluki tuan dan nyonya klin, yang senantiasa menjaga kebersihan, terlebih kebersihan akhlak dan hati. Jadwal aktifitasku segudang, janji-janjiku selemari, pokoknya sibuk. Ah, aku jadi malu. Dakwah, jihad dan nasehat merupakan pakaian keseharianku, si tuan dan nyonya clean. Pokoknya aku mempunyai sesuatu yang orang lain belum tentu punya, bercita-cita yang belum tentu orang lain punya, sudahlah!!
“Katakanlah apakah akan Kami beritahukan padamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” (QS. Al Kahfi: 103)
Ya Allah, aku ingin tahu…Kita semua ingin tahu.
“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 104)
Yaa Rabbi, maafkan hambaMu yang tertipu oleh perbuatannya sendiri.
Begitulah aku sebagai manusia hanya memandang diri sendiri melalui pas photo close up yang bersih, elok tetapi tidak utuh. Aslinya begitu kotor dan keruh. Sebaliknya memandang orang lain, yang lebih muda, yang jabatannya rendah, yang tidak seaktif kita, dengan pandangan manusia super dan tinggi. Sehingga yang lain “tidak seperti aku,” maka harus di”aku”kan seperti aku…dan kita.
Sebaiknya aku tanya bayang-bayang, bagaimana keadaanmu? Tanyaku. So bad, buruk! Belakangan, hampir semua tawaran kegiatanku tak ada yang merespon, sedikit pengunjung. Padahal dana banyak keluar, acara pun dikemas dengan apik. Para pembicara adalah orang-orang yang berbobot. Tapiii…yach! Kurasa aku sudah tidak menarik lagi. Aah..bayang-bayang berkeluh kesah. Apakah dia tidak tahu, di keranjang sana masih banyak yang lebih hebat penderitaannya dibandingkan dirinya.
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” (QS. Al Ma’arij: 19)
Tiba-tiba tergerak hati ini untuk mengingat-ingat, benar! Telah terjadi peristiwa yang sama antara bayang-bayang semu dengan diriku, si tuan dan nyonya clean! Telah banyak haflah (acara), muhadharah (seminar), dan tabligh aku gulirkan tapi tidak menarik perhatian dan tidak menggerakkan hati dan perasaan orang-orang. Fuhh…aku tahu, ya Allah…. Ternyata peranku “sekedar menggulirkan” dan memposisikan orang-orang adalah “ember” yang harus menampung semua keinginan-keinginan. Geli rasanya –entahlah, ini geli jijik atau geli karena lucu- melihat diriku, si tuan dan nyonya clean seperti calo di terminal. Menjual karcis dan berteriak-teriak, tetapi tidak pernah memanfaatkan karcis itu untuk dirinya sendiri. Merasa sudah cukup baik dan faham; biarlah kita di luar saja, sedangkan mereka –orang-orang itu- mendengarkan dengan baik dan khusyuk muhadharah, atau tabligh itu. Ya Karim, bila demikian keadaan hati kami berpenyakit, sembuhkanlah, agar tidak menjadi hati-hati yang sombong!
Menyalahkan orang lain tidak mau mendengarkan nasehat-nasehat agama, sementara aku, ya..itu tadi, sekedar menggulirkan! Aku tidak sadar, aku ini da’I bukan calo, meminta orang untuk menghadiri majelis nasehat. Sementara aku sibuk dengan kepanitiaannya, urusan administrasinya saja, sekali lagi sekedar menggulirkan. Calo!
Bukan begitu tuan clean, bukan demikian nyonya clean, sebagaimana mereka butuh nasehat dan ilmu-ilmu agama, kita pun demikian. Bersimpuh bersama mereka, dalam ruangan majelis yang sama, dengan uraian dari ustadz yang sama, malah menambah harmonisnya suasana dan mendekatkan hati, bukan merendahkan kedudukan kita. Imam Malik ra, mau mendengarkan fatwa muridnya sendiri, Imam Syafi’I ra. Aah…kedua imam itu terlalu tinggi dibanding aku, si tuan dan nyonya clean. Sebenarnya, kita juga berhak atas nasehat itu.
“Wahai orang-orang yang beriman kenapa engkau katakan apa-apa yang tidak engkau kerjakan? Sungguh besar kemurkaan Allah bahwa engkau katakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3)
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri? Padahal kamu membaca al Kitab? Maka tidaklah kamu berfikir? (QS. Al Baqarah: 44)



Wallahu a’lam walmusta’an

from : wanih_1983@yahoo.com

0 comments

Ta'liful Qulub


Penulis : Abu Zaki, Lc.


KotaSantri.com : "Ruh-ruh itu adalah tentara-tentara yang selalu siap siaga, yang telah saling mengenal, maka ia (bertemu dan) menyatu, sedang yang tidak, maka akan saling berselisih (dan saling mengingkari) ." (HR. Muslim).

Inilah karakter ruh dan jiwa manusia, ia adalah tentara-tentara yang selalu siap siaga, kesatuaannya adalah kunci kekuatan, sedang perselisihannya adalah sumber bencana dan kelemahan. Jiwa adalah tentara Allah yang sangat setia, ia hanya akan dapat diikat dengan kemuliaan Yang Menciptakanya.

Allah berfirman, "Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. 8 : 63).

Dan tiada satupun ikatan yang paling kokoh untuk mempertemukannya selain ikatan aqidah dan keimanan. Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata, "Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokoh ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, sedangkan perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran." (Risalah Ta'lim, 193).

Sebab itu, hanya dengan kasih mengasihi karena Allah, maka hati akan bertemu. Hanya dengan membangun jalan ketaatan, maka hati akan menyatu. Hanya dengan meniti di jalan dakwah, maka ia akan berpadu. Dan hanya dengan berjanji menegakkan kalimat Allah dalam panji-panji jihad fi sabilillah, maka ia akan saling erat bersatu. Maka sirami taman persaudaraan ini dengan sumber mata air kehidupan sebagai berikut :

1. Sirami dengan Mata Air Cinta dan Kasih Sayang
Kasih sayang adalah fitrah dakhil dalam jiwa setiap manusia, siapapun memilikinya sungguh memiliki segenap kebaikan dan siapapun yang kehilangannya sungguh ditimpa kerugian. Ia menghiasi yang mengenakan, dan ia menistakan yang menanggalkan. Demikianlah pesan-pesan manusia yang agung akhlaqnya menegaskan.
Taman persaudaraan ini hanya akan subur oleh ketulusan cinta, bukan sikap basa basi dan kemunafikan. Taman ini hanya akan hidup oleh kejujuran dan bukan sikap selalu membenarkan. Ia akan tumbuh berkembang oleh suasana nasehat menasehati dan bukan sikap tidak peduli. Ia akan bersemi oleh sikap saling menghargai bukan sikap saling menjatuhkan. Ia hanya akan mekar bunga-bunga tamannya oleh budaya menutup aib diri dan bukan saling menelanjangi.
Hanya ketulusan cinta yang sanggup mengalirkan mata air kehidupan ini, maka saringlah mata airnya agar tidak bercampur dengan iri dan dengki, tidak keruh oleh hawa nafsu, egoisme, dan emosi. Suburkan nasihatnya dengan bahasa empati dan tumbuhkan penghargaannya dengan kejujuran dan keikhlasan diri. Maka niscaya ia akan menyejukkan pandangan mata yang menanam dan menjengkelkan hati orang-orang kafir (QS. 48 : 29).

2. Sinari dengan Cahaya dan Petunjuk Jalan
Bunga-bunga taman hanya akan mekar merekah oleh sinar mentari petunjukNya dan akan layu karena tertutup oleh cahayaNya. Maka bukalah pintu hatimu agar tidak tertutup oleh sifat kesombongan, rasa kagum diri, dan penyakit merasa cukup. Sebab ini adalah penyakit umat-umat yang telah Allah binasakan.
Dekatkan hatimu dengan sumber segala cahaya (Al-Qur'an), niscaya ia akan menyadarkan hati yang terlena, mengajarkan hati yang bodoh, menyembuhkan hati yang sedang sakit, dan mengalirkan energi hati yang sedang letih dan kelelahan. Hanya dengan cahaya, kegelapan akan tersibak dan kepekatan akan memudar hingga tampak jelas kebenaran dari kesalahan, keikhlasan dari nafsu, nasehat dari menelanjangi, memahamkan dari mendikte, objektivitas dari subjektivitas, ilmu dari kebodohan, dan petunjuk dari kesesatan. Sekali lagi, hanya dengan sinar cahayaNya, jendela hati ini akan terbuka. "Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur'an ataukah hati mereka telah terkunci." (QS. 47 : 24).

3. Bersihkan dengan Sikap Lapang Dada
"Minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan maksimalnya adalah itsar (mementingkan orang lain dari diri sendiri)," demikian tegas Hasan Al-Banna. Kelapangan dada adalah modal kita dalam menyuburkan taman ini, sebab kita akan berhadapan dengan beragam tipe dan karakter orang, dan "siapapun yang mencari saudara tanpa salah dan cela, maka ia tidak akan menemukan saudara". Inilah pengalaman hidup para ulama kita yang terungkap dalam bahasa kata untuk menjadi pedoman dalam kehidupan.
Kelapangan dada akan melahirkan sikap selalu memahami dan bukan minta dipahami, selalu mendengar dan bukan minta didengar, selalu memperhatikan dan bukan minta perhatian, dan belumlah kita memiliki sikap kelapangan dada yang benar bila kita masih selalu memposisikan orang lain seperti posisi kita, meraba perasaan orang lain dengan radar perasaan kita, menyelami logika orang lain dengan logika kita, maka kelapangan dada menuntut kita untuk lebih banyak mendengar dari berbicara, dan lebih banyak berbuat dari sekedar berkata-kata. "Tidak sempurna keimanan seorang mukmin hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya." (HR. Bukhari Muslim).

4. Hidupkan dengan Ma'rifat
Hidupkan bunga-bunga di taman ini dengan ber-ma'rifat kepada Allah dengan sebenar-benar ma'rifat, ma'rifat bukanlah sekedar mengenal atau mengetahui secara teori, namun ia adalah pemahaman yang telah mengakar dalam hati karena terasah oleh banyaknya renungan dan tadabbur, tajam oleh banyaknya dzikir dan fikir, sibuk oleh aib dan kelemahan diri hingga tak ada sedikit pun waktu tersisa untuk menanggapi ucapan orang-orang yang jahil terlebih menguliti kesalahan dan aib saudaranya sendiri, tak ada satupun masa untuk menyebarkan informasi dan berita yang tidak akan menambah amal atau menyelesaikan masalah terlebih menfitnah atau menggosip orang.
Hanya hati-hati yang disibukkan dengan Allah yang tidak akan dilenakan oleh Qiila Wa Qaala (banyak bercerita lagi berbicara) dan inilah ciri kedunguan seorang hamba sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah apabila ia lebih banyak berbicara dari berbuat, lebih banyak bercerita dari beramal, lebih banyak berangan-angan dan bermimpi dari beraksi dan berkontribusi. "Di antara ciri kebaikan Keislaman seseorang adalah meninggalkan yang sia-sia." (HR. At-Tirmidzi) .

5. Tajamkan dengan Cita-cita Kesyahidan
"Pasukan yang tidak punya tugas, sangat potensial membuat kegaduhan." Inilah pengalaman medan para pendahulu kita untuk menjadi sendi-sendi dalam kehidupan berjama'ah ini. Kerinduan syahid akan lebih banyak menyedot energi kita untuk beramal dari berpangku tangan, lebih berkompetisi dari menyerah diri, menyibukkan untuk banyak memberi dari mengoreksi, untuk banyak berfikir hal-hal yang pokok dari hal-hal yang cabang. "Dan barang siapa yang meminta kesyahidan dengan penuh kejujuran, maka Allah akan menyampaikannya walaun ia meninggal di atas tempat tidurnya." (HR. Muslim).

"Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah bersatu berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepadaMu, bertemu untuk taat kepadaMu, bersatu dalam rangka menyeru (di jalan)Mu, dan berjanji setia untuk membela syari'atMu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya. Ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya, dan penuhilah dengan cahayaMu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepadaMu, hidupkanlah dengan ma'rifat-Mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalanMu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong."



from : wanih_1983@yahoo.com