PPC Iklan Blogger Indonesia
0 comments

dakwah ini tidak bisa dipikul oleh orang yang manja

Dalam perjalanan ke Najed Abu Musa Al Asyari RA meriwayatkan. “Dalam perjalanan itu kami keluar bersama Rasulullah SAW. Waktu itu kami enam orang bergantian mengendarai satu unta. Seorang naik unta secara bergantian. Sambil menunggu giliran kami harus menempuh perjalanan yang panjang. sehingga telapak kaki kami pecah-pecah dan kuku-kukunya pun copot. Waktu itu kami balut kaki kami dengan sobekan kain sehingga aku menyebut peperangan itu perang Dzatur Riqaa “Sobekan Kain.” Abü Musa Al Asyari menyebutkan hadits ini tetapi kemudian ia tidak menyukainya. Seolah-olah dia tidak suka untuk menceritakan pengalamannya.

Dalam riwayat lbnu lshaq dan Ahmad dan Jabir bin Abdullah RA ia menceritakan. “Kami berangkat bersama Rasulullah SAW pada perang Dzatur Riqaa. Pada kesempatan itu tertawanlah seorang wanita musyrikin. Setelah Rasulullah SAW berangkat pulang, suami wanita itu yang sebelumnya tidak ada di rumah baru saja datang. Kemudian lelaki itu bersumpah tidak akan berhenti mencari sebelum dapat mengalirkan darah para sahabat Muhammad SAW.

Lalu lelaki itu keluar mengikuti jejak perjalanan Rasulullah SAW. Pada sebuah lorong di suatu lembah Rasulullah SAW bersama para sahabat berhenti. Kemudian beliau bersabda, “Siapakah di antara kalian yang bersedia menjaga kita malam ini?” Jabir berkata, “Maka majulah seorang dari Muhajirin dan seorang lagi dan Anshar lalu keduanya menjawab, ‘Kami siap untuk berjaga ya Rasulullah’. Nabi Muhammad SAW berpesan Jagalah kami di mulut lorong ini.” Jabir mencenitakan waktu itu, Rasulullah SAW bensama para sahabat berhenti di lorong suatu lembah. “Ketika kedua orang sahabat itu keluar ke mulut lorong, sahabat Anshar berkata pada sahabat Muhajirin, ‘Pukul berapa engkau inginkan aku berjaga, apakah permulaan malam ataukah akhir malam?’ Sahabat Muhajirin menjawab, ‘Jagalah kami di awal malam.’

Kemudian sahabat Muhajirin itu berbaring dan tidur Sedangkan sahabat Anshar melakukan shalat. Jabir berkata, datanglah lelaki musyrikin itu dan ketika mengenali sahabat Anshar dia paham bahwa sahabat itu sedang bertugas jaga. Kemudian orang ini memanahnya tepat mengenai dirinya. Lalu sahabat Anshar mencabutnya kemudian bendiri tegak melanjutkan shalatnya.

Kemudian orang musyrikin itu memanahnya lagi dan tepat mengenainya lagi, lalu sahabat itu mencabut kembali anak panah itu kemudian berdiri tegak melanjutkan shalatnya. Kemudian untuk ketiga kalinya orang itu rnemanah kembali sahabat Anshar tersebut dan tepat niengenai dirinya. Lalu dicabut pula anak panah itu kemudian ia rukuk dan sujud. Setelah itu la membangunkan sahabat Muhajirin seraya berkata, ‘Duduklah karena aku telah dilukai.’ Jabir berkata, “Kemudian sahabat Muhajirin itu melompat mencari orang yang melukai sahabat Anshar itu. Ketika orang musyrikin itu melihat keduanya ia sadar bahwa dirinya telah diketahui maka ia pun melarikan din.

Ketika sahabat Muhajirin mengetahui darah yang melumuri sahabat Anshar, ia berkata, ‘Subhanallah kenapa engkau tidak membangunkan aku dan tadi?’ Sahabat Anshar menjawab, ‘Aku sedang membaca surat dan aku tidak ingin memutusnya. Namun, setelah orang itu berkali-kali memanahku barulah aku rukuk dan memberitahukan dirimu. Demi Allah SWT kalau bukan karena takut mengabaikan tugas penjagaan yang diperintahkan Rasulullah SAW kepadaku niscaya nafasku akan berhenti sebelum aku membatalkan shalat.”
Kesetiaan Memenuhi Seruan Da’wah, lndikasi Sikap Militan Kader Penjalanan dawah bukanlah perjalanan yang banyak ditaburi oleh kegemerlapan dan kesenangan melainkan ia merupakan perjalanan panjang yang penuh tantangan dan rintangan yang berat. Telah banyak kita dapati sejarah orang-orang terdahulu yang menasakan perjalanan dawah ini.

Ada yang disiksa, ada pula yang harus meninggalkan kaum kerabatnya ada pula yang diusir dan kampung halamannya. Dan sederetan kisah penjuangan lainnya yang banyak tersebar bukti dan pengorbanannya dalam jalan da’wah mi. Mereka telah merasakan dan sekaligus membuktikan cinta dan kesetiaan mereka terhadap dawah.

Abu Musa Al Asyari dan para sahabat lainnya — Semoga Allah SWT meridhai mereka—telah merasakannya hingga kaki-kaki mereka robek dan kukunya copot. Namun, mereka arungi penjalanan itu tanpa mengeluh sedikit pun bahkan mereka malu untuk menceritakannya karena keikhlasan mereka dalam perjuangan ini. Keikhlasan membuat mereka gigih dalam pengorbanannya dan menjadi tinta emas sejanah umat da’wah ini.

Pengorbanan yang telah mereka berikan dalam perjalanan da’wah ini menjadi suri teladan bagi generasi sesudahnya. Karena kontribusi yang telah mereka sumbangkan, maka da’wah ini tumbuh bersemi dan generasi berikutnya memanen hasilnya dengan gemilang. Kawasan Islam telah tersebar ke seluruh pelosok dunia. Umat Islam telah mengalami populasi dalam jumlah besar. Semua itu merupakan karunia yang diberikan Allah SWT melalui kesungguhan dan kesetiaan para pendahulu da’wah ini. Semoga Allah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepadaNya..

Mereka telah mengalami Iangsung apa yang difirmankan Allah SWT dalam Al Quran surat At Taubah ayat 42, berikut:
“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan penjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah meneka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: ‘Jika kami sanggup tentulah kami berangkat bersamamu’ Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta”.

Mereka juga telah melihat siapa-siapa yang dapat bertahan dalam mengarungi perjalanan yang berat itu. Hanya kesetiaanlah yang dapat tabah meniti perjalanan da’wah ini. Kesetiaan yang menjadikan pemiliknya sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian. Menjadikan mereka optimis menghadapi kesulitan dan siap berkorban untuk meraih kesuksesan. Kesetiaan yang menghantarkan jiwa-jiwa patriotik untuk berada pada barisan terdepan dalam perjuangan ini. Kesetiaan yang membuat pelakunya berbahagia dan sangat menikmati beban hidupnya. Setia dalam kesempitan dan kesukaran demikian pula setia dalam kelapangan dan kemudahan.

Sebaliknya orang-orang yang rentan jiwanya dalam perjuangan ini tidak akan dapat bertahan lama. Mereka mengeluh atas beratnya perjalanan yang mereka tempuh. Mereka pun menolak untuk menunaikannya dengan berbagai macam alasan agar mereka diizinkan untuk tidak ikut. Mereka pun berat hati berada dalam perjuangan ini dan akhirnya berguguran satu persatu sebelum mereka sampai pada tujuan perjuangan. Penyakit wahn telah menyerang mental mereka yang rapuh sehingga mereka tidak dapat menerima kenyataan pahit sebagai resiko dan sunnah dakwah ini. Malah mereka menggugatnya lantaran anggapan mereka bahwa perjuangan dakwah tidaklah harus mengalami kesulitan.

“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka. Maka Allah melemahkan keinginan niereka dan dikatakan kepada mereka ‘Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.’ (At Taubah, 9: 45-46).

Kesetiaan merupakan indikasi sikap militan kader da’wah. Sikap ini membuat mereka stand by menjalankan tugas yang terpikul di pundaknya. Mereka pun dapat menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Bila ditugaskan sebagai prajurit terdepan dengan segala akibat yang akan dihadapinya ia senantiasa berada pada posnya tanpa ingin meninggalkannya sekejap pun. Atau bila ditempatkan pada bagian belakang maka ia pun akan berada pada tempatnya tanpa berpindah-pindah. Sebagaimana yang disebutkan Rasulullah SAW dalam beberapa riwayat tentang prajurit yang baik.

Abdul Fattah Abu Ismail Rahimahullah, salah seorang murid lmam Hasan Al Banna yang selalu menjalankan tugas dawahnya tanpa keluhan sedikit pun. Dialah yang disebutkan Hasan Al Banna, orang yang sepulang dari tempatnya bekerja sudah berada di kota lain untuk memberikan ceramah kemudian berpindah tempat lagi untuk mengisi pengajian dan waktu ke waktu secara maraton. Ia selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain untuk menunaikan amanah dakwah. Sesudah menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya ia merupakan orang yang pertama kali datang ke tempatnya bekerja malah ia yang membukakan pintu gerbangnya.

Pernah ia mengalami keletihan hingga tertidur di sofa rumah Zainab Al Ghazali. Melihat kondisi tubuhnya yang lelah dan penat itu, tuan rumah membiarkan tamunya tertidur sampai bangun. Setelah menyampaikan amanah untuk Zainab Al Ghazali, Abdul Fattah Abu Ismail pamit untuk ke kota lainnya. Karena keletihan yang dialaminya, Zainab Al Ghazali memberikan ongkos untuk naik taksi. Abdul Fattah Abu lsmail mengembalikannya sambil mengatakan “Da’wah ini tidak akan dapat dipikul oleh orang-orang yang manja”. Zainab pun menjawab, Saya sering ke mana-mana dengan taksi dan mobil-mobil mewah tapi saya tetap dapat memikul da’wah ini dan saya pun tidak menjadi orang yang manja terhadap da’wah, karena itu pakailah ongkos ini, tubuhmu letih dan engkau memerlukan istirahat sejenak.” ia pun menjawab, “Berbahagialah ibu, ibu telah berhasil menghadapi ujian Allah SWT berupa kenikmatan-kenikmatan itu.

Namun, saya khawatir saya tidak dapat menghadapinya sebagaimana sikap ibu, terima kasih atas kebaikan ibu, biarlah saya naik kendaraan umum saja. Orang-orang yang telah membuktlkan kesetiaannya pada da’wah lantaran keyakinan mereka terhadap janji-janji Allah SWT. Janji yang tidak akan pernah dipungkiri sedikit pun. Allah SWT telah banyak memberikan janji-Nya pada orang-orang yang beriman yang setia pada jalan da’wah ini berupa berbagai anugerahNya. Sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. (Al Anfal 8:29)

Dengan janji Allah SWT tersebut orang-orang beriman tetap bertahan mengarungi jalan da’wah ini. Dan mereka pun tahu bahwa penjuangan yang berat itu sebagai kunci untuk mendapatkannya. Semakin berat perjuangan ni semakin besar janji yang dibenikan Allah SWT kepadanya. Kesetiaan yang bensemayam dalam diri mereka itulah yang membuat mereka tidak akan pernah menyalahi janji-Nya dan mereka pun tidak akan pernah mau mengubah janji kepada-Nya.

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak menubah (janjinya).” (Al Ahzab 33: 23)

Seorang pejuang Palestine yang telah berlama-lama meninggalkan kampung halaman dan keluarganya untuk membuat mencari dukungan dunia dan dana pernah diwawancarai. Apa yang membuat Anda dapat berlama-lama meninggalkan keluarga dan kampung halaman.” Jawabnya adalah karena perjuangan, dan dengan perjuangan itu kemuliaan hidup mereka lebih berarti serta untuk masa depan bangsa dan tanah airnya. “Kalau bukan karena da’wah dan perjuangan kami pun mungkin tidak akan dapat bertahan,” lirihnya

Sekarang bagaimana dengan kita saudaraku.....

Apakah kita akan membiarkan peluang-peluang dakwah yang dulu begitu semaraknya di SMAN 94, akan sirna dikarenakan para dai dan daiyah mempunyai sifat yang manja terhadap dakwah. Ingatlah perjuangan Rasul dan para sahabatnya, juga para pejuang-pejuang Islam yang ada di seluruh Dunia.

Marilah kita semarakkan kembali dakwah di SMAN 94, semoga Allah meridhai segala aktivitas kita.
Wallohu a'lam bish showab

0 comments

Agar Futur Tidak Menghantui

Tetaplah Semangat! Layaknya Juice yang Nikmat (dakwatuna.com -) “Dan berapa banyak Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Saudaraku…
Pengikut yang bertaqwa adalah mereka yang tidak menjadi lemah karena bencana, ujian, ketidakberuntungan yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh Allah dan Allah menyukai orang-orang yang bersabar. Ada fenomena kelesuan atau futur dalam dimensi aqidah dan umumnya terjadi karena pergeseran orientasi hidup, lebih berorientasi pada materi duniawi an sich. Dan ada juga dalam dimensi ibadah dengan lemahnya disiplin -indhibath- terhadap amaliyah ubudiyah yaumiyah (harian).

Adapun dalam dimensi fikriyah terlihat dengan lemahnya semangat meningkatkan ilmu. Di sisi lain pergeseran adab islami menyelimuti akhlaq mereka, belum lagi rasa jenuh dalam mengikuti aktivitas tarbawiyah atau pembinaan keislaman dan hubungan yang terlalu longgar antar lawan jenis.

Dalam hidup akan banyak ditemui bermacam jalan. Kadang datar, kadang menurun, kadang pula meninggi. Begitu pula dalam perjalanan dakwah. Ada saatnya para muharrik (orang yang bergerak) menemui jalan yang lurus dan mudah. Namun tidak jarang menjumpai onak dan duri. Hal demikian juga terjadi pada muharrik. Suatu saat ia memiliki kondisi iman yang tinggi. Di saat lain, iapun dapat mengalami degradasi iman. Tabiat manusia memang menggariskan demikian.

Dalam kondisi iman yang turun ini, para muharrik kadang terkena satu penyakit yang membahayakan kelangsungan gerang langkah dakwah. Yaitu penyakit futur atau kelesuan.

Saudaraku…
Futur berarti putusnya kegiatan setelah kontinyu bergerak atau diam setelah bergerak, atau malas, lamban dan santai setelah sungguh-sungguh.

Terjadinya futur bagi muharrik, sebenarnya merupakan hal yang wajar. Asal saja tidak mengakibatkan terlepasnya muharrik dari roda dakwah. Hanya malaikat yang mampu kontinyu mengabdi kepada Allah dengan kualitas terbaik.

Firman Allah, “dan kepunyaan-Nyalah segala apa yang di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak pula merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada hentinya.” (Al-Anbiya: 19-20)

Karena itu Rasulallah sering berdoa:
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku akhirnya. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik amalku keridhaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik hariku saat bertemu dengan-Mu.”

Penyebab Futur

Walaupun futur merupakan hal yang mungkin terjadi bagi muharrik, ada beberapa penyebab yang dapat menyegerakan timbulnya:

Pertama, berlebihan dalam din (Bersikap keras dan berlebihan dalam beragama) Berlebihan pada suatu jenis amal akan berdampak kepada terabaikannya kewajiban-kewajiban lainnya. Dan sikap yang dituntut pada kita dalam beramal adalah washathiyyah atau sedang dan tengah-tengah agar tidak terperangkap dalam ifrath dan tafrith (mengabaikan kewajiban yang lain).

Dalam hadits yang lain Rasul bersabda:
“Sesungguhnya Din itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulitnya kecuali akan dikalahkan atau menjadi berat mengamalkannya.” (H.R.Muslim)
Karena itu, amal yang paling di sukai Allah swt. adalah yang sedikit dan kontinyu.

Kedua, berlebih-lebihan dalam hal yang mubah. (Berlebihan dan melampaui batas dalam mengkonsumsi hal-hal yang diperbolehkan)

Mubah adalah sesuatu yang dibolehkan. Namun para sahabat sangat menjaganya. Mereka lebih memilih untuk menjauhkan diri dari hal yang mubah karena takut terjatuh pada yang haram. Berlebihan dalam makanan menyebabkan seseorang menjadi gemuk. Kegemukan akan memberatkan badan. Sehingga orang menjadi malas. Malas membuat seseorang menjadi santai. Dan santai mengakibatkan kemunduran. Karena itu secara keseluruhan hal
ini bisa menghalangi dalam amal dakwah.

Ketiga, memisahkan diri dari kebersamaan atau jamaah (Mengedepankan hidup menyendiri dan berlepas dari organisasi atau berjamaah)

Jauhnya seseorang dari berjamaah membuatnya mudah didekati syaitan. Rasul bersabda: “Setan itu akan menerkam manusia yang menyendiri, seperti serigala menerkam domba yang terpisah dari kawanannya.” (H.R. Ahmad)

Jika setan telah memasuki hatinya, maka tak sungkan hatinya akan melahirkan zhan (prasangka) yang tidak pada tempatnya kepada organisasi atau jamaah. Jika berlanjut, hal ini menyebabkan hilangnya sikap tsiqah (kepercayaan) kepada organisasi atau jamaah.

Dengan berjamaah, seseorang akan selalu mendapatkan adanya kegiatan yang selalu baru. Ini terjadi karena jamaah merupakan kumpulan pribadi, yang masing-masing memiliki gagasan dan ide baru. Sedang tanpa jamaah seseorang dapat terperosok kepada kebosanan yang terjadi akibat kerutinan. Karena itu imam Ali berkata: “Sekeruh-keruh hidup berjamaah, lebih baik dari bergemingnya hidup sendiri.”

Keempat, sedikit mengingat akhirat (Lemah dalam mengingat kematian dan kehidupan akhirat)

Saudaraku…
Banyak mengingat kehidupan akhirat membuat seseorang giat beramal. Selalu diingat akan adanya hisab atas setiap amalnya. Kebalikannya, sedikit mengingat kehidupan akhirat menyulitkan seseorang untuk giat beramal. Ini disebabkan tidak adanya pemacu amal berupa keinginan untuk mendapatkan ganjaran di sisi Allah pada hari yaumul hisab nanti. Karena itu Rasulullah bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”

Kelima, melalaikan amalan siang dan malam (Tidak memiliki komitmen yang baik dalam mengamalkan aktivitas ’ubudiyah harian)

Pelaksanaan ibadah secara tekun, membuat seseorang selalu ada dalam perlindungan Allah. Selalu terjaga komunikasi sambung rasa antara ia dengan Allah swt. Ini membuatnya mempersiapkan kondisi ruhiyah atau spiritual yang baik sebagai dasar untuk bergerak dakwah.

Namun sebaliknya, kelalaian untuk melaksanakan amalan, berupa rangkaian ibadah baik yang wajib maupun sunnah, dapat membuat seseorang terjerumus untuk sedikit demi sedikit merenggangkan hubungannya dengan Allah. jika ini terjadi, maka sulit baginya menjaga kondisi ruhiyah dalam keadaan taat kepada Allah. kadang hal ini juga berkaitan dengan kemampuan untuk berbicara kepada hati. Dakwah yang benar, selalu memulainya dengan memanggil hati manusia, sementara sedikitnya pelaksanaan ibadah membuatnya sedikit memiliki cahaya.

Allah berfirman: “Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah ia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 40)

Keenam, masuknya barang haram ke dalam perut (Mengkonsumsi sesuatu yang syubhat, apalagi haram)

Ketujuh, tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan. (Tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dakwah)

Setiap perjuangan selalu menghadapi tantangan. Haq dan bathil selalu berusaha untuk memperbesar pengaruhnya masing-masing. Akan selalu ada orang-orang Pendukung Islam. Di lain pihak akan selalu tumbuh orang-orang pendukung hawa nafsu. Dan dalam waktu yang Allah kehendaki akan bertemu dalam suatu “fitnah”.

Dalam bahasa Arab, kata “fitnah” berasal dari kata yang digunakan untuk menggambarkan proses penyaringan emas dari batu-batu lainnya. Karena itu “fitnah” merupakan sunnatullah yang akan mengenai para pelaku dakwah. Dengan “fitnah” Allah juga menyaring siapa hamba yang masuk golongan shadiqin dan siapa yang kadzib (dusta). Dan jika fitnah itu datang, sementara ia tidak siap menerimanya, besar kemungkinan akan terjadi pengubahan orientasi dalam perjuangannya.

Dan itu membuat futur. Allah Berfirman: “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka hati-hatilah kamu terhadap mereka.” (Al-Ahqaf: 14)

Kedelapan, bersahabat dengan orang-orang yang lemah (Berteman dengan orang-orang yang buruk dan bersemangat rendah)

Kondisi lingkungan (biah) dapat menentukan kualitas seseorang. Teman yang baik akan melahirkan lingkungan yang baik. Akan tumbuh suasana ta’awun atau tolong-menolong dan saling menasihatkan. Sementara teman yang buruk dapat melunturkan hamasah (kemauan) yang semula telah menjadi tekad. Karena itu Rasulullah bersabda: “Seseorang atas diri sahabatnya, hendaklah melihat salah seorang di antara kalian siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)

Kesembilan, spontanitas dalam beramal (Tidak ada perencanaan yang baik dalam beramal, baik dalam skala individu atau fardi maupun komunitas atau jama’i) Amal yang tidak terencana, yang tidak memiliki tujuan sasaran dan sarana yang jelas, tidak dapat melahirkan hasil yang diharapkan.

Hanya akan timbul kepenatan dalam berdakwah, sementara hasil yang ditunggu tak kunjung datang. Karena itu setiap amal harus memiliki minhajiatul amal (sistematika kerja). Hal ini akan membuat ringan dan mudahnya suatu amal.

Kesepuluh, jatuh dalam kemaksiatan (Meremehkan dosa dan maksiat) Perbuatan maksiat membuat hati tertutup dengan kefasikan. Jika kondisi ini terjadi, sulit diharapkan seorang juru dakwah mampu beramal untuk jamaahnya. Bahkan untuk menjaga diri sendiri pun sulit.

Cara Mengobati Kelesuan

Saudaraku…
Untuk mengobati penyakit futur ini, beberapa ulama memberikan beberapa resep.

Pertama, jauhi kemaksiatan
Kemaksiatan akan mendatangkan kemungkaran Allah. Dan pada akhirnya membawa kepada kesesatan. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu melampaui batas yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa musibah oleh kemurkaan-Ku, maka binasalah ia.” (Thaha: 81)

Jauh dari kemaksiatan akan mendatangkan hidup yang akan lebih berkah. Dengan keberkahan ini orang dapat terhindar dari penyakit futur. Allah berfirman:
“Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan dari bumi.” (Al-A’raf: 96)

Kedua, tekun mengamalkan amalan siang dan malam Amalan
Siang dan malam dapat melindungi dan menjaga pelaku dakwah untuk selalu berhubungan dengan Allah swt. Hal ini dapat menjauhkannya dari perbuatan yang tidak mendapat restu dari Allah.

Allah berfirman:
“Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu, ialah orang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang (mengandung) keselamatan. Dan orang-orang yang melalui malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” (Al-Furqan: 63-64)

Ketiga, mengintai waktu-waktu yang baik
Dalam banyak hadits Rasulullah saw. banyak menginformasikan adanya waktu-waktu tertentu dimana Allah swt. lebih memperhatikan doa hamba-Nya. Sepertiga malam terakhir, hari Jum’at, antara dua khutbah, ba’da Ashar hari Jum’at, bulan Ramadhan, bulan Zulqaedah, Zulhijjah, Muharram, rajab dll. Waktu-waktu itu memiliki keistimewaan yang dapat mengangkat derajat seseorang di hadapan Allah.

Keempat, menjauhi hal-hal yang berlebihan.
Berlebihan dalam kebaikan bukan merupakan tindakan bijaksana. Apalagi berlebihan dalam keburukan. Allah memerintah manusia sesuai dengan kemampuannya.

Firman Allah:
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kesanggupanmu!” (At-Taghabun: 6)
Islam adalah Din tawazun (keseimbangan) . Disuruhnya pemeluknya memperhatikan akhirat, namun jangan melupakan kehidupan dunia. Seluruh anggota tubuh dan jiwa mempunyai haknya masing-masing yang harus ditunaikan.

Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Demikianlah kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan (adil) dan pilihan. (Al-Baqarah: 143)

Kelima, melazimi Jamaah
“Berjamaah itu rahmat, Firqah (perpecahan) itu azab.” demikian sabda Rasulullah. Dalam hadits yang lain beliau bersabda: “Barangsiapa yang menghendaki tengahnya surga, hendaklah ia melazimi jamaah.”

Dengan jamaah seorang muharrik akan selalu berada dalam majelis dzikir dan pikir. Hal ini membuatnya selalu terikat dengan komitmennya semula. Juga jamaah dapat memberikan program dan kegiatan yang variatif. Sehingga terhindarlah ia dari kebosanan dan rutinitas.

Keenam, mengenal kendala yang akan menghadang
Saudaraku…
Pengetahuan pelaku dakwah dan pejuang akan tabiat jalan yang hendak dilalui serta rambu-rambu yang ada, akan membuatnya siap, minimal tidak gentar, untuk menjalani rintangan yang akan datang. Allah berfirman:
“Dan beberapa banyak Nabi yang berperang bersama mereka sebagian besar karena bencana yang menimpa di jalan Allah, dan tidak pula lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Ketujuh, teliti dan sistemik dalam kerja.
Dengan perencanaan yang baik, Pembagian tugas yang jelas, serta kesadaran akan tanggung jawab yang diemban, dapat membuat harakah menjadi harakatul muntijah (harakah yang berhasil). Perencanaan akan menyadarkan pejuang, bahwa jalan yang ditempuh amat panjang.

Tujuan yang akan dicapai amat besar. Karena itu juga dibutuhkan waktu, amal dan percobaan yang besar. Jika ini semua telah dimengerti, insya Allah
akan tercapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan.

Kedelapan, memilih teman yang shalih
Rasulullah bersabda:
“Seseorang tergantung pada sahabatnya, maka hendaklah ia melihat dengan siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)

Kesembilan, menghibur diri dengan hal yang mubah
Bercengkerama dengan keluarga, mengambil secukupnya kegiatan rekreatif serta memberikan hak badan secara cukup mampu membuat diri menjadi segar kembali untuk melanjutkan amal yang sedang dikerjakan.

Kesepuluh, mengingat mati, surga dan neraka
Rasulullah bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”

Saudaraku…
Ketahuilah, bahwa futur menyebabkan jalan dakwah yang harus di tempuh menjadi lebih panjang, sebab tidak mendapatkan ma’iyatullah (kebersamaan dan pembelaan Allah) dan daya intilaq (lompatan) kita menjadi lebih berat, baik karena borosnya biaya dan rontoknya para pejuang dan penyeru dakwah. Mudah-mudahan Allah selalu menjaga kita, Amin.
Wallahu a’lam bis shawab
(Dakwatuna.com)

0 comments

Janji

Janji adalah refleksi sosial manusia dalam kehidupan berinteraksi atau muamalah dengan yang lain, Dalam kehidupan ini kita akan banyak sekali berjanji baik yang memang benar kita ucapkan karena kita akan memenuhinya, atau janji yang hanya untuk menyenangkan seseorang secara
sepintas, padahal kita tak ingin memenuhinya, atau bahkan janji yang kita tahu tak akan bisa memenuhinya.

Janji memang ringan diucapkan namun berat untuk ditepati. Betapa banyak orang yang dengan entengnya berjanji untuk bertemu namun tak pernah menepatinya. Membuat janji tidak bisa dianggap remeh. Janji adalah sebuah komitmen, dan kita bisa dikejar perasaan bersalah.

Walau banyak yang tidak merasa - gara gara wanprestasi atau ingkar janji. Mereka yang selalu menepati janji adalah pribadi yang memiliki integritas, karena menjadi barang langka di kehidupan hedonis ini.

Janji menurut wikipedia adalah sebuah kontrak psikologis yang menandakan transaksi antara 2 orang di mana orang pertama mengatakan pada orang kedua untuk memberikan layanan maupun pemberian yang berharga baginya sekarang dan akan digunakan maupun tidak. Janji juga bisa berupa sumpah atau jaminan.Janji dapat diucapkan maupun ditulis sebagai sebuah kontrak. Melanggar janji tak hanya sering dianggap sebagai perbuatan tercela, malahan juga ilegal, seperti kontrak yang tidak dipegang teguh.

Pasti kita ingat bahwa Sejak kecil kita diajar bahwa janji adalah sesuatu yang suci. "Jangan berjanji bila kamu tidak dapat menepatinya" adalah nasihat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Mengapa?

Tidak menepati janji dapat membuat kita kehilangan kepercayaan dari orang-orang yang mengandalkan kita. Kita cenderung untuk tidak memercayai kata-kata seseorang yang tidak dapat atau tidak mau mewujudkan kata-kata dalam tindakan. Menepati janji adalah bagian dari
iman. Barangsiapa yang tidak menjaga perjanjiannya maka tidak termasuk tanda kemunafikan dan bukti atas serta rusaknya hati.

Sikap mengingkari janji terhadap siapapun tidak dibenarkan , meskipun terhadap anak kecil. Jika ini yang terjadi, disadari atau tidak, kita telah mengajarkan kejelekan dan menanamkan pada diri mereka perangai yang tercela.

Orang tua sering mengungkapkan janji pada anak-anak kecil ketika menangis seperti kalimat janji yang tidak ditepati atau menakut-nakuti dengan sesuatu yang tidak ada adalah sangat tidak diperbolehkan. Ketika kita melaksana Bisnis, Rumah Tangga, Kehidupan bermasyrakat di lakukan dalam suasana atau kebiasaan ingkar janji, maka yang ada kita tidak akan dipercaya lagi.

Siapapun orangnya tidak akan suka kepada orang yang ingkar janji. Karenanya, dia akan dijauhi di tengah-tengah masyarakat dan tidak ada nilainya di mata mereka.Namun anehnya ternyata masih banyak orang yang jika berjanji hanya sekedar igauan belaka.

Dia tidak peduli dengan kehinaan yang disandangnya, karena orang yang punya mental suka dengan kerendahan tidak akan risih dengan kotoran yang menyelimuti dirinya. Hal tersebut sering kita dengar ketika Para pemimpin memperebutkan kekuasaan mereka sering mengobral janji-janji kosong.

Mengingkari janji mempunyai konsekwensi hukum Janji yang mengandung tanggung jawab materi, seperti janji membeli suatu produk atau menjualnya, atau janji memberi sejumlah uang yang akan digunakan untuk kebutuhan tertentu, bila diingkari selain dosa, oleh pendapat mazhab Maliki, juga boleh dituntut di pengadilan untuk dimintai ganti rugi. Ini terutama bila ingkar janji tersebut menimbulkan kerugian yang sifatnya materi. dan hal ini masuk kedalam Kitap Undang-undang Hukum Perdata dan atau Pidana.

Memang berusaha menepati janji, sepertinya hal yg selalu ingin kita lakukan, tetapi terkadang banyak hal yang membuat kita berat untuk berusaha tetap memenuhi janji yang kita buat sendiri. terkdang sebuah janji bukan sekedar hutang yang perlu dilunasi, tetapi terkandung jaminan kepastian yang menimbulkan harapan bagi insan dunia. Menepati janji adalah cerminan kedewasaan hati dan pikiran. Maka ada petuah bijak yg bilang "jangan berjanji jika tak sanggup menepati.", jadi janganlah membuat janji bila kita memang tidak bisa/tidak ingin menepatinya. (EA)

"Tidak ada yang harus ditepati selama kita tidak pernah berjanji..."

"Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabann ya."
(Al-Isra`: 34)

Salam Sukses & Bahagaia
Depok, 29 April 2009 (Erwin Arianto)


Sekarang bagaimana dengan kita apakah kita masih ingat dengan janji yang pernah kita ucapkan sewaktu pengangkatan menjadi pengurus.....
Ya Allah kuatkanlah komitmen kami dan kesabaran kami dalam menghadapi ujian dakwah ini.