PPC Iklan Blogger Indonesia
0 comments






0 comments






0 comments




0 comments

pengalaman

Minggu, 16 Maret 2008

Wawancara

Sehari Bersama Ketua MPR Hidayat Nur Wahid

Memimpin Minus Pengawal

Ia menyemir sepatu sendiri.

Ia memulai hari dengan bersujud. Bersarung cokelat kotak-kotak, baju koko
putih, dan peci hitam, Hidayat Nur Wahid, 48 tahun, ditemani putra
bungsunya, Hubaib Shidiq, 9 tahun, keluar dari kamar tidur menuju musala di
samping kanan rumah dinasnya. Di musala berukuran 3 x 6 meter itu telah
menunggu dua staf pribadi Hidayat yang juga akan salat subuh bersama, pukul
04.45 WIB Rabu lalu.

Pukul 05.10, seusai salat subuh, Hidayat dan Hubaib beranjak ke lantai 2
rumahnya. Di bangunan utama rumah dinas Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
itu terdapat satu kamar tidur utama dan dua kamar tidur anak. Di depan
ketiga kamar itu ada ruang berukuran 3 x 4 meter untuk ruang keluarga.
Selama 15 menit Hidayat dan Hubaib melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran di
situ.

Sejak Kastian Indriawati, 45 tahun, istrinya, meninggal pada 22 Januari
lalu, Hidayat menjadi orang tua tunggal bagi Inayah Dzil Izzati (kelas V
Pesantren Gontor), Ruzaina (kelas III SMP Pesantren Anyer, Banten), Allaâ
'Khoiri (kelas I Pesantren Gontor), dan Hubaib Shidiq (kelas IV sekolah
dasar di Pondok Gede, Bekasi). Di tengah kesibukannya sebagai Ketua MPR,
guru, dan anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat berusaha
menyempatkan diri menyiapkan keperluan sekolah Hubaib, satu-satunya anak
yang tinggal bersamanya.

Pukul 05.55, Hidayat melepas Hubaib ke sekolah, diantar sopir keluarga
mengendarai mobil pribadi Innova warna hitam. Sejak istrinya tiada, Hidayat
ingin selalu melepas, nguntapke, Hubaib berangkat sekolah.

Pukul 06.00, berkaus putih, celana olahraga panjang hitam, dan sepatu putih,
Hidayat menuju lapangan bulu tangkis yang jaraknya sekitar 200 meter dari
rumah dinasnya menggunakan mobil pribadi Toyota Kijang LGX warna biru.
Bersama staf pribadinya dan beberapa staf pribadi menteri di kompleks Widya
Candra, pagi itu Hidayat main empat set langsung dengan dua kali istirahat
masing-masing lima menit.

Hidayat selalu bermain cantik di tiap set. Smash dan permainan net
menunjukkan kepiawaiannya bermain tepok bulu. Walhasil, pria kelahiran
Klaten ini selalu memenangi pertandingan.

Bulu tangkis adalah hobinya selain sepak bola. Minimal tiap Selasa dan Rabu
dia selalu menyempatkan diri memukul shuttle cock. Dia suka badminton sejak
remaja. Di samping rumah orang tuanya di Kadipaten Lor RT 03 RW 08,
Kebondalem Kidul, Prambanan, Klaten, ada lapangan badminton yang biasa
dipakai keluarga dan warga sekitarnya.

Kebiasaan itu diteruskan Hidayat saat 13 tahun belajar di Madinah, Arab
Saudi. Bersama teman-teman pelajar dari Indonesia dia membuat lapangan bulu
tangkis di samping kontrakan.

Pukul 07.50, Hidayat menyudahi badminton. Menenteng tas raket, ia berjalan
kaki menuju rumah dinasnya. Sesampai di rumah, Hidayat meminta izin kepada
Tempo membersihkan diri dan bersiap-siap berangkat ke kantor Dewan Pimpinan
Pusat Partai Keadilan Sejahtera di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Dua puluh lima menit kemudian Hidayat ke lantai 2 menuju meja makan yang
letaknya di bawah kamar tidur utama. Ruang makan menyatu dengan ruang
keluarga, bersebelahan dengan ruang tamu dan ruang rapat.

Seperti di ruangan lainnya, di ruangan seukuran lapangan bulu tangkis ini
tidak ada aksesori yang tergolong mewah. Hanya ada televisi 21 inci dan
akuarium berukuran 1 x 0,5 meter yang dihuni seekor ikan arwana. Di dinding
tergantung satu lukisan bunga, foto Hidayat bersama para pemimpin MPR, serta
foto-foto mendiang istrinya.

Menu sarapan kali itu nasi uduk, kering tempe, ayam dan telur goreng,
sambal, dan kerupuk. Buahnya jeruk dan lengkeng, minumannya jus jambu dan
air mineral. Tapi Hidayat hanya mengambil kering tempe, ayam goreng, sambal,
dan kerupuk sebagai teman nasi uduk.

Hidayat agaknya penggemar kerupuk. Sekali makan, lebih dari tiga kali ia
merogoh kaleng krupuk dari plastik itu. Ia mengaku tidak punya pantangan
jenis makanan tertentu. Tapi masakan tradisional Jawa, seperti pecel, botok,
sambal goreng, sayur lodeh, dan tentu saja kerupuk, paling ia gemari.

Untuk bekerja hari itu Hidayat memilih kemeja batik lengan panjang biru
dengan motif kawung putih dan celana hitam. Hidayat jarang mengenakan jas.
Dia lebih sering mengenakan batik, kecuali untuk acara kenegaraan yang
mewajibkan jas.

Hidayat mengaku tak punya merek pakaian favorit. Istrinyalah yang biasanya
menyediakan pakaiannya. Batik yang ia kenakan hari itu, misalnya, bahannya
dibelikan Kastian dan dijahit di Pondok Gede, dekat rumah pribadinya.

Mendiang Kastian pula yang membelikan jam tangan Tissot yang dikenakan
Hidayat, juga telepon seluler Nokia--bukan Communicator. Kastian
membelikannya saat berhaji, beberapa hari sebelum meninggal. "Ini
kenang-kenangan terakhir almarhumah (istri saya)."

Pukul 09.10, Hidayat bersiap ke kantor PKS.

Tanpa istrinya, kini Hidayat menyiapkan sendiri semua keperluannya. Memilih
baju dan celana sampai menyemir sepatu. Sepatu yang dikenakannya hari itu
sepatu Bata hitam yang terletak di samping tangga menuju lantai 2. Sepatu
itu sudah tak mengkilap sehingga Hidayat perlu menyemirnya dulu. Ia tidak
banyak memiliki koleksi sepatu atau sandal.

Setelah bersepatu, Hidayat memeriksa semua lampu ruangan. Lampu yang tidak
dipakai dimatikannya.

Pukul 09.25, Hidayat masuk ke mobil Toyota Kijang LGX warna biru menuju
kantor DPP PKS. Rencananya, pukul 10.00 akan ada deklarasi pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Karena untuk kepentingan partai,
Hidayat tak menggunakan Camry, mobil dinas Ketua MPR. Hidayat duduk di kursi
belakang. Di depan ada sopir dan ajudannya.

Meski pejabat negara, Hidayat jarang dikawal dan kerap bepergian tanpa
voorrijder. Ia merasa aman dan nyaman tanpa mereka karena merasa tak punya
musuh, sehingga tidak khawatir keamanannya terancam.

Tapi, tanpa voorrijder, ditambah lalu lintas yang kerap macet, perjalanannya
jadi lebih lama. Dari Widya Candra menuju Mampang Prapatan pagi itu perlu 30
menit. Di perjalanan, Hidayat sempat menunjukkan tukang potong rambut
langganannya. Letaknya di deretan warung Padang dan warung Tegal di pinggir
Jalan Mampang Prapatan Raya. Sebulan sekali dia potong rambut di situ.
"Ongkosnya Rp 9.000 sekali cukur."

Pukul 10.00, Hidayat tiba di kantor PKS. Deklarasi ditunda karena Presiden
PKS Tifatul Sembiring dipastikan datang pukul 10.30. Di situ Hidayat bertemu
dengan Ketua Majelis Syura Hilmi Aminuddin, Ketua Dewan Syariah Surahman,
serta pengurus PKS Jawa Barat.

Hidayat belum pernah belajar politik secara formal. Tapi ia lahir dari
keluarga aktivis. Kakeknya tokoh Muhammadiyah dan Masyumi di Prambanan, Jawa
Tengah. Ibunya aktivis Aisyiyah--organisas i perempuan Muhammadiyah. Dan
ayahnya, meski berlatar belakang Nahdlatul Ulama, menjadi pengurus
Muhammadiyah. Kastian juga penggiat Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Hidayat menimba ilmu berorganisasi di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI)
cabang Madinah. PPI Madinah adalah salah satu organisasi yang menolak
penerapan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi organisasi di masa Orde
Baru. Beberapa kali petugas kedutaan dan menteri kabinet Soeharto membujuk
agar PPI Madinah mengakui Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi,
tapi tak mempan.

Hidayat kembali ke Indonesia pada 1993 dan mengajar di Institut Agama Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang. Ketika reformasi bergulir,
bersama-sama aktivis muslim ia mendirikan Partai Keadilan. Kini, setelah
berganti menjadi Partai Keadilan Sejahtera, partai yang semula hanya
menerima anggota dari kalangan Islam itu mulai membuka diri untuk nonmuslim.

Tapi rekrutmen partainya, kata Hidayat, tetap taat pada jenjang pengkaderan.
Untuk menentukan calon di parlemen, PKS akan melihat siapa yang akan
diwakili calon itu. Jika penduduk yang akan diwakili mayoritas selain Islam,
wakilnya bisa saja dari nonmuslim juga. Hidayat hanya 20 menit berada di
kantor PKS. Ia buru-buru menuju gedung MPR/DPR untuk menerima delegasi dari
PPI.

Pukul 11.00, Hidayat tiba di gedung MPR/DPR. Tapi tamu yang ditunggunya dari
PPI batal datang. Hidayat meneruskan pekerjaan dengan memeriksa beberapa
dokumen dan menekennya.

Pukul 13.00, Hidayat menerima delegasi dari Pacific Countries Social and
Economic Solidarity Association Turki. Mereka mencari cara mempererat
hubungan Indonesia dengan Turki.

Pukul 14.00, Hidayat menerima kunjungan rombongan Presiden National
Endowment for Democracy Carl Gersham. Carl meminta Indonesia sebagai salah
satu negara demokrasi menularkan pengalamannya ke negara-negara di Timur
Tengah. Hidayat menolak. Alasannya, "Rusaknya demokrasi di Timur Tengah
karena sikap politik Amerika Serikat yang berstandar ganda."

Ia mencontohkan pemilu di Palestina. Khalayak, kata Hidayat, tahu pemilu
Palestina sangat demokratis. Tapi karena rayuan Israel, negara-negara Barat
termasuk Amerika tidak mengakui hasil pemilu itu. Menurut dia, Timur Tengah
akan demokratis jika Amerika demokratis. "Jadi jangan Indonesia diminta
mengajarkan demokrasi ke Timur Tengah. Mereka (Timur Tengah) melihat
perilaku Amerika sendiri."

Meski banyak menerima tamu, Hidayat selalu tepat waktu untuk salat. Begitu
azan berkumandang, dia bergegas berwudu. Pukul 15.25, Hidayat salat asar. Di
ruangannya tersedia perlengkapan salat, termasuk peci yang bagian atasnya
sedikit robek.

Pukul 15.40, Hidayat bersiap-siap kembali ke rumah dinasnya karena pukul
16.30 ia akan menerima Hanung Bramantyo, sutradara film Ayat-ayat Cinta yang
lagi populer.

Pukul 15.45, Hidayat memasuki Camry, mobil dinasnya. Kali ini memang untuk
kepentingan tugasnya sebagai Ketua MPR. Tapi tetap tanpa voorrijder. Hidayat
jarang dikawal voorrijder kecuali kalau ada acara yang mendesak segera
didatangi, tak boleh telat, dan lalu lintas macet.

Untuk acara yang bisa diatur jadwalnya dan tidak mendadak, dia pergi tanpa
voorrijder. "Semua tergantung bagaimana kita mengatur waktu saja." Mobil
Camry dengan pelat bernomor RI-5 itu pun mengarungi samudra kemacetan
bersama mobil-mobil lainnya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Pukul 16.25, Hidayat sampai di rumah dinasnya. Sepuluh menit berselang, tamu
yang ditunggu, Hanung, datang. Hidayat menyambut Hanung di ruang tamu,
mengenakan baju putih bermotif kotak-kotak pendek dan celana hitam. Hanung
meminta pendapat Hidayat tentang film Ayat-ayat Cinta sekaligus saran untuk
film Ahmad Dahlan--pendiri Muhammadiyah- -yang akan dibikinnya.

Meski hanya tiga kali menonton film seumur hidupnya, Hidayat mengkritik
beberapa lafal bahasa Arab dalam adegan Ayat-ayat Cinta yang grammar-nya
tidak benar. Lokasi shooting yang tidak sesuai dengan kondisi Mesir
dikritik. Hidayat juga mempertanyakan mengapa Hanung menonjolkan sisi
poligami dalam film itu, padahal dalam novelnya tidak.

Soal rencana membuat film Ahmad Dahlan, Hidayat menyarankan agar dalam film
itu juga disinggung soal K.H. Hasyim Ashari, pendiri Nahdlatul Ulama.
Menurut Hidayat, keduanya teman yang akrab dan satu guru saat menempuh
pendidikan di Madinah.

Kiai Hasyim dan Ahmad Dahlan, kata Hidayat, satu kapal dalam perjalanan dari
Pulau Jawa ke Arab Saudi. Meski berbeda pandangan tentang beberapa hal soal
khilafiah, mereka berdua saling menghargai. Hidayat menerima Hanung selama
dua jam, hingga pukul 18.35.

Pukul 18.45, Hidayat berangkat ke Warung Buncit untuk memenuhi undangan
peringatan Maulid Nabi di Pesantren Assalafi Daarul Islah, Jalan Buncit
Raya. Kali ini dia mengenakan baju koko putih dan celana hitam. Untuk
keperluan ini dia menggunakan mobil pribadi Toyota Kijang LGX biru, tanpa
pengawal dan voorrijder.

Akibatnya, dia terjebak kemacetan di Jalan Gatot Subroto, Mampang, dan
Buncit Raya. Sejam lebih bertarung dengan kemacetan, Hidayat tiba di lokasi
pukul 20.05. Di acara itu Hidayat sempat berceramah selama 30 menit.

Pukul 21.35, Hidayat kembali ke rumah dinasnya. Perjalanan lancar karena
sudah malam. Dua puluh menit kemudian Hidayat sampai di rumah dinasnya.
Sebelum tidur pada 23.00, Hidayat membaca semua surat yang masuk dan menutup
hari dengan membaca Al-Quran. ERWIN DARIYANTO

Koran

0 comments

only for akhwat

AKHWAT FUTUR, SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB ?

Oleh : Atik

Ada sebuah rangkaian unik di dalam kehidupan berjamaah kita. Yang satu bisa mempengaruhi yang lainnya. Bahkan sampai masalah keistiqomahan. Bahkan sebab yang satu bisa berpengaruh ke yang lainnya. Bisa saling menguatkan atau malah melemahkan. Masalah keteladanan.

Banyak sudah telah kita dengar, akhwat yang futur karena kecewa dengan Murobbiyahnya/ Ustadzahnya. Atau adik-adik tingkat yang akhirnya tidak mau lagi ngaji karena kecewa dengan kakak tingkatnya yang sebelumnya dikaguminya. Kelihatannya amat naif..tapi itulah yang terjadi.

Tetapi sebaliknya, banyak juga yang kita jumpai seorang akhwat yang melejit karier dakwahnya, karena kekagumannya kepada Murobbiyahnya atau kakak tingkatnya yang telah lama berkecimpung di dalam jama’ah.

Dulu, (semoga sekarang tidak lagi..) Saya termasuk akhwat yang mudah terpengaruh oleh pribadi-pribadi di luar diri saya. Dalam waktu singkat bisa membuat saya begitu apresiatif dengan amanah da’wah. Tapi juga bisa membuat saya mati langkah karena kecewa dengan figur senior yang telah terlanjur bagus di benak saya.

Masih sangat lekat dalam ingatan..beberapa kejadian yang kemudian menjadi penguat di kemudian hari. Saat itu kami mengadakan baksos. Kepanitiaan banyak melibatkan akhwat juga ummahat. Ada seorang ummahat yang dengan semangat sekali memberesi meja..dari meja satu terus pindah meja yang lainnya. Pokoknya semangat sekali beliau saat itu. Padahal..kondisinya sedang hamil besar. Ternyata tanpa beliau sadari, pemandangan itu memberikan suntikan semangat di benak kami..para akhwat..bahkan banyak yang menyimpannya di file bawah kesadaran dan menjadikan semangat di kemudian hari.

Juga, suatu saat, Yayasan kami mengadakan Baksos di luar kota . Ada Ummahat yang walaupun sedang hamil muda, beliau tetap bersikeras untuk menghadirinya. Padahal kondisinya tidak terlalu bagus saat itu. Entah karena ingin mendampingi kami atau sebagai wujud tanggungjawab beliau sebagai ketua Yayasan. Perjalanan ke luar kota dengan sepeda motor kala itu..yang sebenarnya tidak terlalu jauh, beliau muntah-muntah sampai tiga kali. Dan..benar juga ..kehadiran beliau amat mempengaruhi semangat adik-adik yang sudah dari pagi disana.

Dari diskusi beberapa kali dengan adik-adik…ternyata ada sebuah semangat untuk tetap istiqomah di jalan ini, atau untuk tetap semangat mengemban amanah dakwah karena faktor teladan. Faktor ingatan akan seseorang yang pernah dikenangnya. Dan akhirnya pada kesimpulan bahwa alangkah pentingnya faktor teladan ini. Memang hal seperti ini rentan sekali…tetapi pada kenyataannya banyak yang seperti itu.

Sebuah kata, seberapa pun bagus seseorang beretorika, pengaruhnya tidak akan lama kalau kemudian pribadi yang menyampaikan ternyata amat jauh dari apa yang pernah di sampaikannya. Begitu orang menemukan ‘cela ‘ atas diri seseorang biasanya apa yang di sampaikan di lain waktu tidak akan terlalu diperhatikan lagi. Walaupun hal yang di sampaikan itu adalah suatu kebenaran. Tanpa kekuatan ruhiyah, perkatakan itu tidak akan sampai pada hati orang yang mendengarnya.

Dari pengalaman-pengalaman itu…saya mengambil kesimpulan bahwa keteladanan adalah sebuah tuntutan. Harus disadari bahwa setiap diri adalah wajib untuk menjadikan dirinya sebagai model. Tidak untuk menghilangkan keikhlasan atau yang lainnya tetapi itu adalah kewajiban yang secara otomatis melekat di setiap pundak seorang muslim/muslimah.

Muslimah yang telah bekerja harus membebani dirinya untuk tetap seperti semula. Tetap aktif sebagaimana dulu sewaktu masih kuliah atau ketika masih mempunyai banyak waktu luang. Walaupun aktivitasnya dalam bentuk yang berbeda, tetapi ketika dia mampu menunjukkan bahwa kariernya tidak menghalangi dia untuk tetap berkiprah, ternyata itu mampu memberikan energi bagi juniornya ketika nantinya berkarier juga ia akan bercita-cita seperti seniornya tersebut.

Begitu juga akhwat-akhwat yang mampu tetap eksis kiprahnya setelah memasuki dunia rumah tangga. Ternyata mereka-mereka itu sering jadi rujukan akhwat-akhwat yang masih lajang. Paling tidak, mampu memberikan gambaran bahwa rumah tangga bukanlah suatu halangan untuk tetap eksis dalam dakwah. Juga ummahat yang kemudian sibuk dengan anak-anaknya. Beliau- beliau yang aktif itu mampu memberikan energi bagi adik-adiknya.

Mata rantai itu ternyata berlanjut, tidak terputus. Seorang ustadz atau ustadzah bertanggungjawab atas keteladanan terhadap mad’unya atau obyek da’wahnya. Seorang ummahat bertanggungjawab keteladanan bagi junior-juniornya. Bagi yang sudah punya jundi banyak akan menjadi rujukan bagi ummahat yang masih baru nikahnya. Bagi yang sudah terjun langsung ke dalam masyarakat tentu akan di lihat adik-adik yang masih di lingkungan ideal (sekolah dan kampus ) sebagai rujukan.

Rantai keteladanan itu bersambung secara alami. Maka kewajiban memaksa setiap diri untuk istiqomah dengan nilai-nilai yang telah di peroleh dari tarbiyah adalah sebuah keniscayaan. Bahkan bagi seseorang yang berada di level bawah macam kita-kita ini..kewajiban menjadikan diri sosok model itu adalah kewajiban.

Setiap muslim/muslimah harus memaksakan dirinya untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah sosok yang bisa dilihat. Ini lho…orang yang telah tertarbiyah itu. Begini lho akhlaknya orang yang telah mengenal Islam secara lebih mendalam. Dan yang paling pasti…begini lho orang islam itu…

Dengan kesadaran diri bahwa kewajiban menjadikan diri sebagai sosok teladan..di harapkan kefuturan karena faktor figuritas yang terjadi di manapun akan banyak terkurangi. Tidak ada lagi uangkapan keheranan sekaligus kekecewaan bahwa ternyata teori yang ada tenyata tidak mampu membentuk pribadi yang nyata.

Kita semua menyadari bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Disetiap sisi kehidupan manusia, Islam telah menetapkan aturannya. Yang menjadi PR kita sekarang adalah seperti apa sih manusia Muslim itu ?

Sedih kan ketika kita membaca berita-berita kriminal media kita… Yang sering di cap teroris..dia muslim. Pembunuh, perampok, pemerkosa, pencuri dll…ketika ditanyakan agamannya..ternyata Islam. Bahkan ketika terorisme merebak…seakan lebel teroris itu melekat di jidat orang Islam.

Maka tak bisa dipungkiri…bahwa keistiqomahan kita dengan nilai-nilai islam yang telah kita perolah bukan hanya masalah diri pribadi kita semata. Yang berujung pada masuk surga atau neraka, tetapi berpengaruh pada pribadi di luar kita, tentu sesuai dengan kapasitas kita sebagai apa. Dan lebih celaka lagi..kalau kemudian keteladanan itu membawa imbas akan nama Islam itu sendiri, agama yang kita yakini kesempurnaannya. Beragama Islam…tapi kok…bukan lagi…Pakai jilbab/ jenggotan tapi kok… Dah ngaji…tapi kok…Nah lho…Wallahualam bishowab !


0 comments

10 Kiat Menjadi Sahabat Yang Baik



  1. Bersikaplah terbuka.

    Keterbukaan tidak saja akan membuat sahabat Anda lebih mengenal Anda, tetapi Anda juga akan lebih mengenal diri sendiri. Ungkapkanlah perasaan2, keinginan dan harapan-harapan Anda. Hanya dengan keterbukaan, Anda bisa bicara dari hati kehati, dan itu sangat penting bagi keintiman persahabatan.

  2. Ciptakanlah keseimbangan antara memberi dan menerima.

    Anda tidak cukup hanya berperan sebagai pemberi tanpa menerima atau hanya sebagai penerima tanpa memberi. Hal ini menyangkut aspek yang luas, termasuk berbagi kegembiraan dan kesedihan.

  3. Terimalah sahabat Anda sebagaimana adanya.

    Jadilah sahabatnya tanpa menuntutnya berubah sesuai keinginan Anda. Mungkin dia terlalu cerewet, agak cuek, sangat sensitif atau matre. Dia memang tidak sempurna dan mungkin sering melakukan hal-hal yang Anda tidak sukai. Namun jangan lupa, Andapun tidak luput dari kelemahan dan kekurangan.

  4. Bila sahabat Anda mempunyai sifat atau kebiasaan yang umumnya tidak disukai orang lain dan bisa menghambat pergaulannya, ingatkanlah dia pada waktu yang tepat.

    Barangkali selama ini dia tidak menyadari atau belum pernah ada seorangpun yang mengkritiknya. Kalau diperlukan, berilah saran dan biarkan dia berubah sedikit demi sedikit. Supaya fair, boleh juga Anda memintanya mengkritik Anda.

  5. Bermurahhatilah.

    Ulurkanlah tangan ketika ia memerlukan bantuan, hiburlah ketika dia sedang sedih, dengarkanlah ketika dia mencurahkan isi hatinya, temanilah ketika dia mengalami masa-masa sulit, doronglah semangatnya dll.

  6. Berikanlah perhatian.

    Meskipun ia tampak tidak membutuhkannya, namun dia akan senang menerimanya. Jangan melupakan hari-hari istimewanya, bawakan oleh-oleh ketika Anda Pulang dari kota, pujilah potongan rambutnya yg bagus, tanyakan khabar keluarganya, dsb.

  7. Bersikaplah penuh toleransi.

    Tidak ada masalah bila Anda berbeda dengan sahabat Anda, baik agama, suku, prinsip atau kebiasaan. Semua itu bisa memperkaya suatu persahabatan bila kedua belah pihak mau saling mengahargai. Dan semakin baik toleransi Anda, maka akan semakin matang kemampuan Anda bersosialisasi.

  8. Hargailah sahabat Anda sebagai seorang pribadi yang punya harga diri.

    Meskipun hubungan sudah sangat akrab, dia masih bisa tersingung dengan sikap dan ucapan Anda. Hatinya bisa terluka bila dihina, dikecam atau dipermalukan, meskipun dalam konteks bercanda.

  9. Hormatilah privasi sahabat Anda.

    Bila dia menceritakan sesuatu rahasia, jangan membocorkannya karena itu berarti mengkhianati perasaannya. Ketika dia sedang ingin sendiri, jangan mengganggunya. Jangan tergoda untuk membuka buku hariannya, tas atau dompet miliknya tanpa ijin, dsb.

  10. Bila terjadi konflik, selesaikanlah segera.

    Mulailah mengambil inisiatifuntuk menyelesaikannya. Jangan menunda-nunda apalagi bersikap seakan-akan tidak ada masalah. Meskipun konflik bisa mengganggu hubungan persahabatan, namun bila diselesaikan dengan baik bisa membuat hubungan menjadi lebih intim.

Orang yang mempunyai sahabat akan lebih sehat dan bahagia daripada mereka yang tidak punya seorangpun. Seorang sahabat lebih berharga dari emas atau permata. Kekayaan tidak bisa membelikan Anda seorang sahabat atau membayar kerugian akibat kehilangan seorang sahabat. –C.D. Prestice-

0 comments

only for akhwat

Be Beauty, Be Yourself


Masih ingat kisah film kartun Beauty and The Beast, putri cantik yang akhirnya menikah dengan pangeran buruk rupa. Atau kisah Snow White yang dimusuhi ibu tiri karena cemburu akan kecantikan si putri salju. Banyak pula kisah kartun idola anak-anak menghiasi layar kaca tak lepas dari tokoh utama seorang gadis cantik versi sutradara. Media cetak pun latah membuat sterotipe cantik dengan memasang model dan gambar-gambar gadis 'cantik'.

Saking kuatnya aura cantik, masyarakat umum mengganggap perempuan cantik itu sama dengan kepercayaan diri alias kesuksesan hidup. Intinya mah, cantik itu investasi hidup.

Sejak dulu hingga kini, ukuran cantik mengalami pergeseran. Pada abad ke 17 s.d. 18, perempuan itu disebut cantik kalau memiliki tubuh big size, penuh lemak di bagian dada, perut hingga paha. Image ini dipengaruhi oleh lukisan yang dibuat para pelukis. Pada tahun 60-an, banyak perempuan menderita anoreksia (tidak doyan makan karena takut gemuk), akibat mendambakan tubuh kutilang -kurus, tinggi, langsing-.

Persepsi tersebut bergeser di tahun 80-an, bukan lagi tubuh setipis papan yang diinginkan, melainkan tubuh milik model Cindy Crawford. Kemudian berkembang lagi tahun 90-an, cantik identik dengan tubuh cukup berisi dan agak berotot seperti Jennifer Lopez.

Khusus masyarakat Indonesia, menggambarkan perempuan cantik dengan tubuh langsing, berkulit putih, wajah tirus, alis mata lengkung, mata bulat hitam, alis panjang lentik, bibir merah agak tipis, dan rambut lebat lurus. (Suara Merdeka, 29/5/5). Penggambaran cantik ini tak lepas dari peran media.

Lain ladang lain illalang. Lain bangsa, lain pula pandangan masyarakat tentang cantik. Berbeda dengan Amerika, tubuh cantik adalah dada besar, bertubuh padat berisi, bibir plastik sensual dan kulit bersih. Sssst...! Diam-diam orang sana tuh ya, kagum ama kulit agak coklat Asia. Soalnya kelihatan lebih bersih tanpa noda, dan lebih mulus. Perempuan Amerika juga paling takut tua. Bagi masyarakat sana, tua itu tak menarik dan sebuah malapetaka besar. Sebab, berarti lepasnya berbagai peluang menikmati hidup. Operasi plastik pun dijalani untuk mempermak kulit agar tampil muda dan cantik.

Menurut survei industri kosmetik Avon, 86 persen perempuan Brasil menyatakan telah berusaha amat keras untuk meningkatkan kecantikan. Sementara di negara-negara lain di seluruh dunia, pengakuan yang sama diperoleh rata-rata hanya dari 67 persen kaum perempuannya. Fantastisnya, 90 persen perempuan Brasil menganggap produk-produk kecantikan sebagai kebutuhan primer ketimbang kemewahan.

Promosi operasi plastik dan liposuction alias sedot lemak juga telah merambah Indonesia. Lihat saja acara Swan di sebuah televisi swasta. Gadis dan ibu rumah tangga yang menangis menderita karena tak percaya diri dengan penampilannya, disulap selama tiga bulan menjadi seekor angsa. Eh salah, seanggun angsa.

Ada cara lain yang begitu populer karena lebih cepat, tidak terlalu sakit dan lebih halus hasilnya dibanding operasi plastik, yakni dengan suntikan Botox. Perawatan kecantikan yang terbuat dari botulinum toxin, sejenis racun yang diproduksi oleh bacterium clostridium botulinum ini, banyak digemari kaum hawa. Selebritis seperti Madona, Kylie Minogue, dan Liz Hurly digosipkan memilih perawatan ini.

Lantas kalau sudah operasi plastik, sedot lemak dan injeksi botox, maka tubuh akan awet dan kagak pernah berubah tua selamanya? Ndak lah yaouw. Bahkan makin memperparah fisik. Michael Jackson misalnya. Karena operasi plastik saat muda, kini kalo kemana-mana harus memakai cadar untuk menutupi wajahnya yang rusak. Begitu pula botox, orang yang menyuntikkan diri dengan botox sulit untuk berekpresi. Wajahnya kaku seperti topeng. Hiiii.... serem.

***

Pencitraan cantik sangat penting bagi kelangsungan hidup industri-industri kecantikan, kosmetik, fesyen, pariwisata dan sebagainya. Data iklan televisi pada November 2003 memperlihatkan, produk seperti sampo, pelembut pakaian dan pemutih termasuk ke dalam 20 pengiklan terbesar. Belum lagi kalau kita melihat iklan di media cetak, khususnya majalah remaja. Itu tahun 2003, bagaimana dengan sekarang? Kayaknya hampir tiada iklan tanpa eksploitasi kecantikan perempuan. Kagak percaya? Coba dicermati. Hanya beberapa biji yang murni iklan.

Belum puas berpromosi lewat iklan, industri kosmetik kian meneguhkan diri sebagai sponsor utama event berbagai kontes kecantikan. Pengiriman Artika Sari Devi ke ajang miss Universe di Thailand adalah bukti kongkrit. Pihak pro-miss universe mengatakan ini merupakan peluang mempromosikan Indonesia dan bukan aktivitas eksploitasi perempuan. Anehnya kenapa musti ada persyaratan tinggi badan minimal 173 cm, berparas cantik, berberat badan ideal? Kategori ini sulit dipenuhi rata-rata orang Asia. Apalagi Jepang, pendek-pendek. Ditambah lagi berbikini ria di tempat umum dan di depan dewan juri.

Berbagai protes tak membuat pihak penyelenggara berkeming, tepat 27 Juli kemarin, Mustika Ratu kembali menggelar ajang kontes Putri Indonesia. Keluar sebagai pemenang Nadine Chandrawinata. Kata Ketua Umum Yayasan Putri Indonesia (YPI), Wardiman Djojonegoro, Perempuan kelahiran Hanover Jerman itu akan tetap dikirimkan ke Miss Universe tahun depan.

Disengaja atau tidak, industri kecantikan, pariwisata, media masa, dan masyarakat kapitalis telah menciptakan mitos cantik dan seksualitas. Yang membuat kaum hawa gelisah, cemas, jengkel, sedih, kecewa karena melihat kesenjangan prototipe ideal dengan kenyataan. Pada akhirnya para gadis melakukan upaya perbaikan diri melalui produk-produk kecantikan yang sebenarnya tak akan mengubah hasil karya Sang Pencipta. Image cantik dan seksi ini pun telah berhasil mempengaruhi pikiran kaum muslimin. Hal ini tampak dari pembicaraan-pembicaraan sehari-hari, penilaian pertama seseorang, kriteria pelamar kerja, pemilihan alat kesehatan, busana dan kecantikan.

Lalu bagaimana cantik sebenarnya?

Pandangan cantik yang dipaparkan di atas, sangat kontra versus Islam yang memandang kecantikan seseorang muslimah berdasarkan atas keahlian, skill, kecerdasan dan ketaqwaan terhadap aturan Allah. Sangat penting disadari kaum hawa bahwa semua perempuan bisa menjadi cantik. Pada setiap perempuan memiliki kecantikan dan keunikan sendiri-sendiri. Nah, agar kecantikan dan keunikan kita terasah. Kita bisa mencoba beberapa tips milik Elizabeth Wahyu, Psikolog Unika Soegiapranata;

Pertama, mencintai diri sendiri dengan mensyukuri segala sesuatu yang telah diberikan Allah dan menerima kita apa adanya.
Kedua, rasa percaya diri.
Ketiga, motivasilah diri agar selalu terlihat energik dan berpikir ke depan.
Keempat, berpikir positif dan melakukan segala sesuatu dengan tulus.
Kelima, perluas wawasan dengan pengetahuan. Pokokna mah prinsip belajar tiada akhir kudu dipegang sampai nini-nini.
Keenam, kenali potensi diri dengan segala kekurangan dan kelebihannya lalu jadilah cantik sebagai dri sendiri. Mau cantik, be yourself. U are U. (Aris Solikhah)

0 comments

tips kesehatan

Rasulullah Berhadapan Dengan Avian Influenza


Assalamu'alaikum...

Rasul kita tercinta mungkin sudah lama berpulang kerahmatullah. Namun syariat dan sunnah yang ditebarkannya dengan penuh rahmat ke seluruh alam berbicara seakan-akan beliau SAW masih hidup bersama kita, mendalami kesedihan-kesedihan kita dan menyelamatkan kita dari marabahaya yang mengancam kehidupan kita.

Betapa tidak. Dalam kasus Avian Influenza, pakar peneliti penyakit yang bersumber dari haiwan Prof. drh R Wasito Msc PhD bersama isterinya yang juga peneliti di fakultas yang sama Prof drh Hastari Wuryastuti Msc PhD. menyimpulkan dengan tegas bahwa agen vektor yang menyebarkan penyakit maut Avian Influenza adalah binatang kecil bernama "Lalat". (makalah terlampir).

Jika benar demikian, maka ketahuilah bahwa Rasululullah sejak 1426 tahun yang lalu telah memperingatkan bangsa Indonesia yang Muslim tentang akan datangnya penyakit ini dan cara menghadapinya. Dalam sebuah hadits sahih beliau bersabda: "Jika terjatuh seekor lalat ke dalam minuman salah seorang di antara kamu, maka benamkanlah dan minumlah. Sebab pada sayap kirinya terdapat penyakit dan pada sayap kanannya terdapat obat."

Subhanallah, perhatikanlah. Setiap lalat yang jatuh ke dalam air pasti menjatuhkan diri dengan sayap kiri terbenam ke air dan sayap kanan terusung ke atas. Pelbagai institut yang mengkaji hadis di atas dalam rangkaian 'Kajian Mukjizat al-Quran dan Sunnah' yang diketuai oleh Prof. Dr. Abdul Majid Az-Zindani meneliti secara empiris bahwa memang pada sayap kiri lalat terdapat berbagai macam virus yang mematikan. Di antaranya mungkin ada yang lebih gawat dari AI. Mereka berusaha mematikan virus-virus tersebut dengan cara-cara konvensional dan menemukan kegagalan. Namun ketika mereka memasukkan sayap kanan lalat secara otomatis mereka melihat perubahan yang signifikan. Seluruh virus apapun yang dibawa oleh sayap kiri lalat ternyata musnah dan mati akibat obat yang terdapat pada sayap kanan.

Subhanallah, hari gini masih banyak orang yang mempersendaguraukan hadits Nabi tentang jika lalat jatuh ke dalam minumanmu itu. Saya sendiri alhamdulillah dengan yakin dan tawakal sudah pernah melaksanakan hadits Nabi SAW. Pernah seekor lalat jatuh ke dalam minuman saya. Sebenarnya secara ekonomis saya mampu menukar dengan minuman yang baru. Tapi karena ingin melaksanakan hadits saya benamkan lalat itu, kemudian saya buang 'bodi'nya dan saya minum airnya. Alhamdulillah tidak ada sesuatu apapun yang terjadi kepada diri saya. Jika dulu saya melaksanakannya hanya karena yakin dengan sabda Nabi SAW, sekarang keyakinan saya itu bertambah.

Saya mohon ada yang menyampaikan tulisan ini kepada dua profesor di atas, agar mereka meneliti kemungkinan terdapatnya obat Avian Influenza pada sayap kanan lalat.

Allahu Akbar, sungguh sayang Nabi SAW terhadap umatnya. Meskipun beliau SAW telah lama meninggalkan kita ternyata beliau telah meninggalkan dua warisan sebagai panduan hidup bagi kita yaitu Al-Quran dan Sunnah.

Salam 'alaika Ya NabiyaLlah.
Kami Rindu padamu.

PEMBARUAN/FUSKA
SANI EVANI


**********************

LALAT BEKU

Ahli penyakit hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof drh R Wasito MSc PhD menunjukkan lalat beku yang didapatnya dari berbagai daerah. Saat ini baru lalat Makassar dan Karanganyar yang sudah positif mengandung AI.

SATU lagi temuan yang sangat berarti, lalat (Musca domestical) merupakan "malaikat pencabut nyawa" yang selama ini diremehkan kehadirannya, bahkan luput dari analis kesehatan.

Dengan bukti penelitian yang digarap kurang lebih dua tahun, ahli penyakit hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof drh R Wasito MSc PhD bersama istrinya, yang juga peneliti di fakultas yang sama Prof drh Hastari Wuryastuti MSc PhD, menyimpulkan lalat merupakan vektor yang mengantarkan avian influenza (AI) kepada manusia.

Meski belum mendapat lisensi internasional, kehadiran ahli virus dari Amerika Serikat Prof Roger K dalam lingkup penelitian mereka itu, cukuplah menjawab apa yang membuat heboh dunia kesehatan belakangan ini.

Lalat. Mengapa harus lalat? Di Laboratorium Imunologi dan Molekuler UGM itulah mereka mendapat jawaban. Dugaan sementara, burung-burung liar, tikus, dan kecoa, mampu menjembatani AI kepada manusia setidaknya terbantahkan.

Diteliti

"Prof Hastari yang pertama mengungkapkan kegelisahannya. Kalau semua tidak terbukti, lalu apa? Istri saya itu curiga, jangan-jangan serangga yang ada di sekeliling kita adalah penyebabnya. Nah, sejak dua tahun lalu, kami diam-diam mengumpulkan sample dan baru sekarang kami berani mempublikasikannya," ucap Wasito, Rabu (21/9) di Yogyakarta.

Mantan Dirjen Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian itu lantas mengemukakan, lalat yang dikumpulkannya dari berbagai provinsi itu sedang dalam proses diteliti. Namun, ia sudah menyimpulkan, setidaknya lalat Makassar dan Karanganyar, Jateng, yang diambilnya di sekitar peternakan dan sebagian lalat rumah, positif mengandung AI subtype H5 N1. "Kami baru selesai memproses dua tempat itu, yang lain masih berjalan," ucapnya.

Rasa penasaran pasangan profesor itu berawal dari kota Makassar, yang sebelum tahun 2004 tidak pernah mendapat kasus AI. Namun, pada akhir 2004, AI langsung menyerang dengan ganas. "Itulah sumber pertanyaannya. Dari mana AI itu menyerang?" ia menjelaskan.

Jawabannya? Lalat, hewan yang hidup dan berkembang biak di semua tempat, juga bisa tumbuh di feses binatang.

"Begitu bertelur di feses hewan yang positif AI, maka anak turunnya, sudah membawa AI. Kita tidak pernah berpikir bahwa sepatu kita juga bisa jadi sarana menempelnya telur lalat itu. Lalu dengan mobilitas manusia, telur itu terbawa dan berkembang biak di tempat lain. Nah, bayangkan, dari sepasang lalat, bisa tumbuh triliunan lalat dalam jangka waktu 3 sampai 5 bulan," ia memaparkan.

Mukosa

Meski sudah cukup berani menyampaikan hasil penelitiannya itu, Wasito mengaku belum bisa memastikan, bagian mana dari lalat yang mengandung AI itu. Hal itu, menurutnya, masih memerlukan penelitian yang lebih mendalam, karena untuk sementara lalat memang dihancurkan untuk mendapatkan selnya.

"Sedang untuk menentukan lokasi pastinya, apakah di bagian kaki atau tubuhnya, butuh bedah anatomi kan?" kata Wasito.

Lalu, bagaimana pula sampai bisa menularkan AI kepada manusia? Satu-satunya yang paling pasti adalah lewat mukosa (kelenjar) saluran pernapasan dan itu bukan karena udara. "Tepatnya, kalau kita dengan tidak sengaja mengorek hidung dalam kondisi tangan kotor, dan AI menempel, maka virus itu akan melekat di kelenjar mukosa yang di dalamnya terdapat reseptor virus," ia menjelaskan.

Satu-satunya upaya untuk menolak kehadiran "malaikat maut" itu adalah sanitasi lingkungan dan menumpas habis kehadiran si lalat itu.

Berkaitan dengan kesimpulan sementara penelitiannya itu, Wasito mengatakan yang baru merespons positif adalah Pemerintah Jawa Timur. Gubernur Jatim sudah mengeluarkan kebijakan dan dana untuk diaplikasikan sampai ke tingkat rumah tangga dengan menggerakkan seluruh aparat dan PKK," ujarnya.

Ia mengakui, yang jelas, masih banyak lalat dari berbagai daerah, menunggu untuk diuji. Beralih ke unggas yang selama ini jadi momok, Wasito justru menekankan bahwa usaha peternakan besar, sudah melakukan upaya mandiri dan melakukan biosecurity dengan baik.

"Pekerja di peternakan besar justru tidak tertular flu burung. Saat ini, justru yang harus mendapat perhatian serius adalah peternakan-peternakan milik rakyat. Manajemennya harus dibenahi. Hindarkan ayam-ayam berkeliaran," katanya.

Terbagi Dua

Profesor spesialis penyakit hewan itu juga memaparkan, hingga detik ini, hanya tinggal dua negara di dunia yang memberikan vaksin kepada unggas. Negara itu adalah Indonesia dan Cina.

Berdasarkan tingkat patogenitas (kemampuan menyebabkan sakit), Wasito menjelaskan virus AI terbagi atas dua, yaitu HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza) dan LPAI (Low Pathogenic Avian Influenza). Namun, dalam perkembangannya, karena tipe virus itu adalah tipe abnormal, suatu saat low pathogenic bisa berubah menjadi highly pathogenic.

"Selain itu, belum tentu saat ini AI di Indonesia hanya tipe H5 N1. Mungkin sudah menjadi H5 N20 atau mungkin ada tipe baru lagi yang muncul. Jadi vaksinasi H5 N1 itu akan percuma," katanya.

Di negara lain, katanya, unggas positif AI lebih baik dimusnahkan dengan cara dibakar dan dikubur. Itu jalan satu-satunya dan setelah itu sanitasi lingkungan ternak sebelum kembali memulai.

Soal kematian Rini Dina, Riska, dan keluarga Iwan, Wasito sangat tidak setuju dengan sikap pemerintah yang banyak mengandalkan kata-kata "diduga". Padahal, untuk memastikan apakah mereka benar-benar positif flu burung atau tidak, tidak perlu mengirim sample ke Hong Kong.

"Kirim pada kami, jawabannya pasti, dan tidak usah menunggu lama. Cukup dua sampai tiga hari, kami bisa menganalisis darah dan sel jaringan," katanya.

Wasito juga mengkritik apakah karena harus ikut prosedur, Pemerintah Indonesia tidak percaya diri kalau bangsanya juga bisa melakukan tes.

"Kami memiliki laboratorium yang mampu menganalisisnya. Ya memang kecil, tetapi yang penting SDM-nya. Okelah kalau itu prosedur, namun data bandingan juga dibutuhkan untuk sesegera mungkin mengantisipasi dan mengambil tindakan," ia menegaskan.

Best regards,

ts.


KotaSantri@yahoogroups.com

0 comments

cerpen

Kisah Cinta dari Masjid Kampus
Oleh : Ayat Al Akrash



Tahun 2040

Seorang kakek-kakek duduk di sebuah sekret rohis kampus. Sekret itu berukuran 3x3 meter. Kecil, tapi sangat nyaman. Lantainya dialasi karpet coklat. Ada lemari file, kaca besar di sampingnya. Buku-buku Islam tersusun rapi di hadapan kakek itu duduk. Jendela terbuka lebar. Terdengar kicauan dari burung yang ada di dalam sangkar. Kerut-kerut di wajahnya sangat kentara. Rambutnya sudah memutih. Ia termenung. Kepalanya tertunduk. Ia tengah memandangi sebuah album foto. Tak jauh darinya, ada setumpuk album foto lainnya. Lama sekali ia memandangi album foto itu.

Seorang mahasiswa berbaju koko, masuk ke sekret dan sebelum duduk di sebelahnya, ia mengucap salam, sambil mengulurkan tangannya, mencium tangan kakek itu dan mencium pipi kiri dan kanan.

“Wa’alaikumsalam Wr Wb,” jawab sang kakek.

Untuk beberapa saat mereka saling terdiam. Kakek itu masih asyik menatapi foto-foto tersebut. Membuka-buka halamannya.

“Saya suka melihat foto-foto ini, dan saya tak kan pernah bosan melihatnya,” ujar kakek itu memecah kesunyian.

Matanya terlihat sayu dan memendam kerinduan yang mendalam. Mahasiswa itu terlihat tak mengerti, tapi kemudian ia berujar, “Ya, Pak saya pernah melihat foto-foto itu, sepertinya orang-orang di dalam foto itu sangat kompak ya.”

Mahasiswa itu mendekat dan ikut melihat foto-foto itu. “Lihatlah ikhwan-ikhwan ini, mereka semua sangat kompak,” kata kakek itu sambil menunjuk sebuah foto dan tiba-tiba wajah kakek itu terlihat sumringah.

“Tahukah kamu,… untuk mewujudkan ikhwan-ikhwan yang kompak seperti ini, ada pengorbanan dari para senior-senior kami dahulu dan juga dari teman-teman kami sendiri,” kakek itu menjelaskan.

Mahasiswa itu kemudian bertanya, “Bapak sendiri yang mana?” “Saya…, yang ini… Bersama teman-teman saya dulu…,” ujar kakek itu sambil menunjuk ke sebuah foto ikhwan yang memakai ikat kepala putih dan slayer biru saat mukhayyam di gunung.

Tiba-tiba pintu sekret terbuka dan ada enam orang ikhwan berbaju koko, memasuki sekret sambil tertawa riang dan bercerita panjang lebar. Begitu melihat kakek itu, mereka segera mengucap salam, dan bersalaman.

“Acaranya baru dimulai 10 menit lagi, Pak,” ujar seorang ikhwan berbaju biru.

“Eh, teman-teman, ini tadi beliau sedang cerita… Ternyata ada foto beliau ketika masih seusia kita, lho” ujar mahasiswa tadi.

“Wah, yang bener yah…,” seru seorang dari mereka.

Mereka berebutan untuk melihat album foto dan mengelilingi kakek itu. Terlihatlah foto-foto para aktivis kampus angkatan 1996. Ikhwan dan akhwatnya terlihat sangat kompak. Puluhan akhwat berjilbab rapi berdiri di belakang para ikhwan yang duduk berjongkok sambil memegang spanduk acara. Dan banyak lagi foto-foto yang serupa. Meski sudah 46 tahun yang lalu, namun foto-foto itu masih terjaga baik. Ya.., karena kakek itu menyimpannya…

Seorang mahasiswa memasuki sekret dan berkata, “Pak, acaranya sudah dimulai.” Mereka semua lalu keluar bersama-sama menuju tempat acara. Kakek itu berjalan menyusuri sepanjang koridor kampus menuju ruangan seminar. Dengan berjalan lambat-lambat, didampingi para mahasiswa. Sepanjang jalan ia disapa oleh setiap mahasiswa yang berpapasan dengannya. Meski kampus swasta, tetapi terlihat lebih mirip pesantren karena hampir semua mahasiswinya berjilbab dan mahasiswanya berbaju koko. Kakek itu hadir sebagai pembicara di sebuah seminar bertema, “Menyikapi Kemenangan Da’wah” yang disambut takbir ribuan peserta ikhwan dan akhwat di kampus itu. Kampus yang telah futuh.

Acara dibuka dengan tilawah dan diawali dengan tampilnya tim nasyid. Ketika tiba saatnya pada materi inti, sang moderator membacakan biodata pembicara. Setelah dipersilahkan untuk menyampaikan materi, kakek itu membukanya dengan basmallah. Ia sempat terdiam sesaat. Dipandanginya aula besar yang berisi ribuan mahasiswa dan mahasiswi. Matanya berkaca-kaca. Ia terkenang akan kenangan masa lalu. Pandangannya nanar.

(Ruangan itu berubah ke tahun 1996)

Di tempat yang sama. Ruangan itu lenggang.

Terdengar suara, “Nanti kita mengadakan seminarnya di ruang ini saja, karena sound systemnya di sini bagus,” ujar Bram kepada teman-temannya. Beberapa teman yang berada di dekatnya mengangguk tanda setuju.

“Tapi, apa tidak terlalu besar ya, Bram … karena pesertanya dikhawatirkan sedikit,” ujar seorang mahasiswi bernama Laras, yang rambutnya diikat ekor kuda.

“Saya pikir, tidak Laras.. Tema seminar kali ini cukup menarik, insya Allah anak-anak mahasiswa baru banyak yang datang, kok.”

Bram bersama tiga temannya berjalan bersama menuju sekret. Di sepanjang jalan menuju kampus, para mahasiswa laki-laki dan perempuan terlihat bercampur baur. Yang mahasiswinya merokok dan mahasiswanya memakai anting. Bahkan ada yang tak malu-malu berpelukan di koridor kampus.

Bram, mahasiswa semester tiga, fakultas ekonomi di sebuah universitas swasta di Jakarta. Rambutnya lurus dibelah tengah, kulitnya sawo matang, postur tubuhnya sedang, badannya tegap, dan jago bela diri Tae Kwon Do. Ia suka memakai celana bahan dan kemeja lengan panjang. Sehingga tampak sekali keikhwanannya. Suaranya yang lembut namun tegas, membuatnya disegani, sehingga ia didaulat menjadi ketua rohis untuk masa periode itu.

Krisis Regenerasi dan Optimisme Bram

Suatu hari, Bang Didit dan Bram membuat janji untuk bertemu di sekret pada pukul 10.00. Di tengah kesunyian sekret, Didit yang notabene adalah DP (Dewan Pembina) senior rohis angkatan ’94, berkata kepada Bram.

“Dek, kondisi angkatan ‘96 seperti ini. Abang sedikit pesimis.”

Bram tertunduk. Ia baru saja diangkat menjadi ketua dari organisasi rohis yang kualitas anggotanya, sangat jauh dari harapan, karena mereka masih belum memiliki sikap teguh pendirian dan masih sedikit jiwa berkorbannya untuk dakwah. Pun masih gemar ber-ikhktilat. Namun jauh di lubuk hatinya, Bram tetap optimis, bahwa bila Allah menghendaki, manusia pasti bisa berubah, pasti bisa….

“Di akhwat juga tidak ada, dek….” tambah Bang Didit, ingin menekankan bahwa hanya Bram yang bisa menjadi motor penggerak dalam organisasi rohis itu. Bram berfikir keras. Amanah berat di pundaknya. Ya…, memang kondisi di kampus ini sangatlah berbeda dibanding SMU-nya yang ada di daerah.

Dulu di SMU, aktivis bertumpuk dan suasananya sudah sangat islami. Tapi kini, tugas yang akan diembannya sangat berat, yang sampai-sampai para DP pun, sudah di ambang pesimisme. Di lubuk hatinya, Bram memegang teguh janji Allah, intanshurullah yan shurkum wa yutsabbit aqdamakum (Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu). Surat Muhammad ayat 7 itu selalu menyemangati dirinya untuk tetap optimis berada di jalan ini. Karena hidayah Allah, siapa yang tahu? Teman-teman pasti bisa berubah….

Andre, Aktivis Da’wah Sekolah (ADS)

Saat tengah duduk-duduk di depan sekret rohis, Bram melihat seorang mahasiswa yang tampaknya seperti ikhwan, menuju tempat wudhu. Dan instingnya seakan memperkuat hal itu.

“Assalaamu’alaikum,” kata Bram.

“Wa’alaikumsalam wr wb,” jawab pemuda berjanggut tipis dan tampan itu.

“Em…, antum Ikhwan, ya?” tembak Bram to the point.

“Saya…… JT,” jawabnya mantap.

“O…. Maaf ya, Assalaaamu’alaikum” ujar Bram malu-malu dan segera ngeloyor pergi kembali ke sekret. Saat Bram berbalik beberapa langkah, pemuda itu memanggilnya. “Eh.., akhi… tunggu, maksud saya … JT itu Jamaah Tarbiyah,” ujarnya sambil tersenyum ramah.

“Ooo…. Alhamdulillah….,” senyum Bram pun mengembang.

Mahasiswa itu bernama Andre, mahasiswa tingkat II yang ternyata ADS juga di SMU-nya. Bram sangat senang mendengar itu. Bram mengajak Andre untuk berkomitmen di jalan dakwah. Bram menjelaskan kondisi rohis kampus yang memprihatinkan. Andre mahasiswa yang cerdas, perawakannya sedang, rambutnya ikal dan kulitnya putih dengan pipi yang kemerah-merahan. Andre mengangguk, “Maka marilah kita berjanji setia untuk berjuang di jalan-Nya,” ujar Andre menyambut ajakan Bram.

Bram tersenyum. Dan mereka berjanji setia untuk senantiasa di jalan Allah. Sejak itu mereka senantiasa selalu bersama dan ikatan cinta diantara mereka sangatlah kuat.

Zaid, Sang Jurnalis

Usai shalat Zuhur, sebelum jamaah bubar, Bram segera maju ke depan, mengambil mic dan memberi kultum di masjid kampus. Ia memulainya dengan basmalah dan membacakan firman Allah SWT QS. Saba’: 46-50. Dengan semangat yang membara, kata-kata yang lugas dan tegas, lidah yang lancar, ia berkata, “Kepada para pemuda yang merindukan lahirnya kejayaan, kepada umat yang tengah kebingungan di persimpangan jalan. Kepada para pewaris peradaban yang kaya raya, yang telah menggoreskan catatan membanggakan di lembar sejarah umat manusia. Kepada setiap muslim yang yakin akan masa depan dirinya sebagai pemimpin dunia dan peraih kebahagiaan di kampung akhirat… "

Para jamaah yang semula hendak bubar, demi mendengar seruan Bram yang menggetarkan jiwa itu, spontan segera menoleh ke arah Bram dan mereka kembali duduk di tempatnya dikarenakan gaya bicara Bram yang sangat menarik.

Bram melanjutkan, “Wahai pemuda! Kalian tidak lebih lemah dari generasi sebelum kalian, yang dengan perantaraan mereka Allah membuktikan kebenaran manhaj ini. Oleh karenanya, janganlah merasa resah dan jangan merasa lemah. Kita akan menempa diri, sehingga setiap kita menjadi seorang muslim sejati. Kita akan membina rumah tangga-rumah tangga kaum muslimin menuju terbangunnya rumah tangga yang islami. Setelah itu, kita akan menempa bangsa kita menjadi bangsa yang muslim, yang tertegak di dalamnya kehidupan masyarakat yang islami. Kita akan meniti langkah-langkah yang sudah pasti, dari awal hingga akhir perjalanan. Kita akan mencapai sasaran yang digariskan Allah bagi kita, bukan yang kita paksakan untuk diri kita. Allah tidak menghendaki kecuali menyempurnakan cahaya-Nya, meski orang-orang kafir tidak menyukainya,” seru Bram.

“Kita pun akan mengetahui bahwa sesungguhnya memisahkan agama dari politik itu bukan dari ajaran Islam. Pemisahan itu tidak pernah dikenal oleh kaum muslimin yang jujur dalam beragama dan paham akan ruh ajarannya. Sesungguhnya agama ini adalah agama, ibadah, dan tanah air, …..”

Andre memperhatikan para jamaah. Dan ada beberapa jamaah yang terlihat sangat antusias dengan seruan Bram. Andre mendekati seorang pemuda. Setelah mengucapkan salam, mereka berkenalan.

“Saya Andre.”

Pemuda itu membalas senyum Andre dan berkata, “Saya Zaid.”

“Zaid, nama yang bagus sekali seperti sahabat yang menjadi sekretaris nabi."

“Iya, engkau benar,” jawab Zaid.

“Bagaimana menurutmu tentang orang di depan itu?” tanya Andre.

“Em.., bagus sekali dan saya tertarik untuk menuliskannya di koran saya,” jawab Zaid.

Andre mengerutkan keningnya. “Anda jurnalis?”

“Ya, saya jurnalis di koran kampus.”

Sesaat Andre baru sadar, bahwa Zaid mengenggam pena dan membawa sebuah note book kecil di tangannya. Setelah mengobrol panjang lebar, Bram berkata, “Emm…Kalau begitu bagaimana kalau engkau mengaji bersama-samaku.”

“Mengaji?”

"Ya, kita akan mengaji dan mengkaji lebih dalam lagi apa yang dikatakan mahasiswa itu.”

“Ya… Tentu.., “ jawab Zaid setelah berpikir beberapa saat.

Mahasiswa Baru

Ospek untuk menyambut mahasiswa baru angkatan ’97 digelar di kampus tersebut. Pakaian mereka putih dan hitam. Dengan rambut diikat pita tiga, ratusan mahasiswa baru telah berkumpul di lapangan. Suasana sangat ramai. Para aktivis dari BEM dan Himpunan berjaket almamater telah bersiap-siap. Dan para aktivis rohis tengah mempersiapkan tempat shalat untuk shalat Zuhur.

Di bawah panas terik matahari, ratusan Mahasiswa Baru duduk di lapangan dan mendengarkan instruksi dari para senior, tak jarang kata-kata kotor keluar dari mulut mereka. Bram jengah mendengarnya. Sudah mahasiswa tapi intelektualitsnya justru minus, pikirnya.

Semua mahasiswa baru, dikumpulkan di lapangan kampus.

“Siapa yang tidak bawa atribut lengkap, cepat maju ke depan dalam hitungan tiga! Kalau tidak, terima sendiri akibatnya!” seru sang senior berjaket almamater biru. Ia mulai menghitung. Beberapa junior maju ke depan. Bram berjaket almamater dan memandangi para mahasiswa baru untuk berjaga-jaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Tiba-tiba matanya tertuju pada seorang mahasiswi baru, berjilbab putih. Ia seperti mengingat-ingat sesuatu…. Itu.. seperti.. seperti…. Sita! Sita sudah berjilbab…? Bram terdiam dan pikirannya melayang dengan kejadian setahun lalu.

Saat itu.. ketika ia masih kelas 3 SMU….

“Saya tidak bisa meneruskan hubungan kita, dek… Kita akhiri sampai di sini saja…..,” ujar Bram pada seorang adik kelas yang tak lain adalah kekasihnya.

“Tapi.., kenapa? Bukankah selama ini hubungan kita baik-baik saja, Bang…” jawab Sita dengan memandang lekat-lekat wajah laki-laki yang sangat dicintainya itu. Air mata Sita sudah tak terbendung lagi.

“Maafkan saya, dek… tetapi saya bukanlah Bram yang dulu lagi. Saya sudah memikirkan ini masak-masak, saya ingin berubah…”

Sita dan Bram duduk berdua di pinggir lapangan basket SMU. Mereka saling terdiam beberapa saat dan memandangi pintu gerbang SMU mereka yang sudah mulai sepi. Langit berwarna merah. Rambut lurus Bram tertiup angin yang sepoi-sepoi. Azan maghrib sebentar lagi berkumandang.

“Apa yang membuat abang berubah? Padahal dua hari lalu, abang katakan bahwa kita akan selalu bersama, apakah engkau sudah melupakan kata-kata abang sendiri…,” Suara Sita terdengar parau.

Sesungguhnya jauh di lubuk hati Bram, sangatlah berat melepas Sita. Tapi.. ., ada yang jauh lebih ia cintai dari wanita yang berambut sebahu itu… Mengatakan perpisahan inipun sangat sulit baginya. Tapi.. tapi.. ia harus bisa karena ada yang lebih ia harapkan dari Sita, yaitu… ampunan dan rahmat Allah. Ia tak dapat memungkiri bahwa hatinya gelisah luar biasa bila berdekatan dengan Sita, seakan dosa yang terus menggunung tinggi.

Azan Maghrib berkumandang.

Bram tersigap, ia bangkit dari duduknya dan berkata, “Sudah azan, saya mau shalat. Shalat yuk.., dek…,” ajak Bram. Sita memandang Bram dengan tatapan penuh keheranan…dan bertanya-tanya dalam hati.. sejak kapan Bram shalat? Bukankah ia sendiri yang sering mengatakan tak suka dengan anak-anak rohis……

“Abang saja yang shalat, Sita nanti aja,” jawab Sita enggan. Bram dan Sita saling berpandangan, lama sekali. Seakan banyak isi hati yang terucapkan lewat tatapan mata mereka. Hati Bram bergemuruh. Qomat berkumandang dari masjid sekolah. Bram menundukkan pandangannya, dan berkata,

“Saya shalat…” Ia membawa tas ranselnya dan menuju masjid sekolahnya. Sita tertunduk dan air mata mengalir di pipinya yang kemerah-merahan.

Usai shalat Maghrib, Bram termenung sesaat… Hatinya sedih luar biasa, ia tahu, pasti Sita saat ini sedang menangis. Apakah ia harus menemui

Sita lagi dan menenangkannya, seperti yang selama ini ia lakukan. ”Aku di sini untukmu.” Kata –kata itulah yang sering ia ucapkan bila Sita bersedih. Tetapi kini.. apakah ia harus menemuinya dan mengatakannya lagi.. Ah.., tidak.. Aku sudah bertekad, aku harus berubah! Harus!. Ya Allah.., istiqomahkanlah aku di jalan-Mu. Bram memanjatkan doa dengan hati bersungguh-sungguh. Tak terasa ia menitikan air mata. Ikatan yang sudah terjalin sejak mereka SMP, harus pupus di tengah jalan. Biarlah… biarlah .. kita menangis saat ini Sita, daripada kita menangis di akhirat nanti. Bram lebih memilih jalan untuk menjauhi apa yang namanya pacaran. Dan ia berkomitmen untuk selalu berada di jalan para nabi ini….

Bram menyenandungkan syair nasyid Izzatul Islam

Selamat tinggal wahai dunia duka dan
selamat datang wahai dunia iman
Burung yang patah sayapnya tak akan mati karena lukanya
Wahai hatiku yang sedih perangainya
Sungguh kesedihan itu teah meninggalkan diriku
Kan terbang aku ke dunia cinta
Karena Aku muslim yang membumbung dengan iman
Gelarku adalah muslim dan itu cukup bagiku
Dibawah naungan agama aku hidup
Untuk menebus keislamanku yang nyaris sirna


**

“Assalaamu’alaikum, Bram… Nanti tempat wudhunya gimana?” tanya teman rohisnya, Andre. Kehadiran Andre membuyarkan lamunan Bram, “Oh.. eh.. Wa’alaikumsalam, itu sudah disiapkan, jadi nanti yang mahasiswanya wudhu di dekat gedung K,” jawab Bram mantap. Andre mengangguk dan meninggalkan Bram usai mendapat jawaban itu. Bram beristighfar dan segera kembali mempersiapkan atribut shalat, seperti spanduknya dan lain-lain. Bram bergumam, intanshurullah yan shurkum wa yutsabbit aqdamakum.

Bram duduk di masjid usai shalat Zuhur. Ia dan teman-temannya bersiap-siap menyambut mahasiswa baru. Ia memandangi orang-orang yang shalat. Dan dari kejauhan ia melihat seorang mahasiswa baru yang tengah duduk. Bram menghampirinya dan mengucapkan salam. Mahasiswa baru berambut plontos itu menjawab salam sambil tersenyum ramah.

“Sudah shalat?” tanya Bram padanya.

“Sudah, Bang… lagi nunggu temen, dia belum selesai,” jawabnya sedikit malu-malu. Bram lalu berkenalan lebih jauh dengan mahasiswa yang ternyata benama Andi itu. Bram berkata, “Nanti kapan-kapan kamu main ke sekret rohis aja.”

“Ke sekret? Ngapain Bang,” tanya Andi heran.

“Ya maen aja, belum penah ke sekret rohis, kan?” Bram kembali mengajak.

Dan kali ini Andi mengiyakan dan berjanji akan mengunjungi sekret rohis. Andi berpamitan setelah temannya usai shalat. Mereka berlari menuju kelas.

Bram Bersama Teman-Teman

Selama kepengurusannya, Bram melakukan gebrakan-gebrakan da’wah. Dan ia memprioritaskan da’wah di atas segalanya. Totalitas Perjuangan. Ia persembahkan untuk meninggikan kalimatullah. Bram, Andre dan Zaid bekerjasama untuk berda’wah kepada para mahasiswa baru, pun kepada teman-teman mereka sendiri.

Bram mencarikan ustadz agar mereka dapat mengkaji Islam bersama. Ini akan menjadi menthoring pertama dalam organisasi ini. Sejak itu, mereka bertiga mengadakan pertemuan mingguan bersama seorang ustadz.

Saat kuliah, Bram, Andre dan Zaid ada di kelas yang bersebelahan. Mereka dapat dengan mudah berkoordinasi bila ada teman-teman Da’wah Fardiyah. Semuanya mereka rencanakan dengan baik. Hingga akhirnya terekrutlah beberapa orang mahasiswa dan mahasiswi, untuk semakin mengokohkan barisan da’wah.

Perpustakaan Masjid

Bram memasuki masjid dan melihat banyak sekali buku-buku Islam yang tak terawat. “Buku-buku adalah sumber ilmu,” ujar Bram ketika mengajak Andre untuk mendata buku-buku tersebut.

Jumlah buku Islam itu ada 500 buku. Mereka berdua mencatat nama buku, pengarangnya, dan penerbitnya. Lalu membuat nomor-nomor buku, kemudian menempelkannya di setiap buku. Selama sebulan lebih Bram dan Andre melakukan itu. Bram bersyukur karena ada Andre yang bersedia membantunya.

“Kapan nih selesai bukunya, kok ngga’ selesai-selesai,” ujar seorang anggota rohis saat memasuki sekret. Ia hanya membaca beberapa buku, dan kemudian meletakkannya.

“Makanya, bantuin dong, biar cepet selesai,” ujar Andre sedikit kesal.

Karena Andre tahu, Bram yang paling banyak berperan dalam mengurusi buku-buku itu, dan ia tidak rela bila orang hanya bicara saja tanpa membantu. Bram hanya terdiam mendengar itu. Berapa banyak orang yang sanggup bicara, tetapi sedikit yang mengerjakannya. Dan berapa banyak orang yang mau mengerjakannya, tetapi mau serius dan berkorban untuk melakukannya.

Setelah satu bulan, pendataan buku-buku itu pun selesai. Bram dan Andre meletakkannya di perpustakaan masjid. Mereka segera membuat kartu perpustakaan, sehingga para mahasiswa dapat meminjamnya. Dan dapat beredarlah fikrah kita.

Pengorbanan

Bram, Andre dan Zaid terkejut sesaat, tetapi kemudian memberikan selamat kepada Laras, karena ia baru saja berjilbab. Laras tersipu-sipu, dan dari lubuk hatinya, Laras yakin bahwa inilah jalan yang lurus, jalan yang benar, jalan yang Dia ridhoi. Dengan jilbab ini, Laras berjanji untuk senantiasa di jalan ini…

Sekret rohis itu dikunjungi oleh mahasiswa dan mahasiswi. Di sekret akhwat, sangatlah ramai oleh canda tawa para mahasiswi, sampai-sampai suara mereka terdengar di sekret ikhwan. Andre kerap kali mengetuk jendela akhwat, agar tidak terlalu berisik. Bila sudah demikian, para akhwat dan mahasiswi yang ada di dalam hanya tersenyum tertahan. Andre hanya geleng-geleng kepala.

Dan di sekret ikhwan pun tak jauh berbeda. Bahkan mereka bermain bola di dalam sekret. Andre hanya geleng-geleng kepala (lagi). Tetapi Bram memang tidak mencegah hal itu dan membiarkannya karena anggota yang baru bergabung tidak bisa dipaksa langsung berubah total.

Di dalam sekret itu, diadakan jadwal kultum harian. Setiap orang mendapat giliran. Laras membuat jadwal di akhwat, dan Andre membuat jadwal di ikhwan. Tilawah dan kajian, juga menjad agenda mingguan.

Kala maghrib menjelang, ketika tak ada seorangpun di lingkungan sekret. Bram masuk ke sekretnya. Dan ia membereskan sekret yang berantakan. Hampir setiap hari ia melakukan itu, karena pengkondisian sekret bagi Bram sangat penting. Kebersihan adalah sebagian dari iman. Bagaimana mungkin hidayah Allah akan turun bila tempat ini berantakan…, gumam Bram. Untuk saat ini, ia belum bisa meminta teman-temannya untuk melakukan tugas ini, karena banyak yang menolak. Dan Bram memaklumi hal ini. Ia menyapu lantai, merapihkan buku-buku, membuang sampah-sampah, dan memasang mading ataupun menempel tausiah-tausiah di sekret.

Menghadapi Kristenisasi

Sita bergabung dengan rohis kampus. Namun Sita yang sekarang, bukanlah Sita yang dulu, karena kini ia telah berjilbab rapi dan ia sudah membuang jauh-jauh kenangannya bersama Bram. "Ya Allah, aku ada di sini karena Engkau. Semoga Engkau luruskan niat-niat kami di jalan-Mu,” doa Sita di setiap shalat malamnya.

“Aduh, gimana yah, temen gue ada yang mau keluar dari Islam,” kata Anita, teman sekelas Sita, suatu hari.

“Hah? yang bener?” seru Sita. Sewaktu di SMU ia juga pernah menemui kristenisasi di SMU-nya.

“Iya, tapi Sita jangan bilang siapa-siapa ya, rahasia,” ujar Anita yang celana jinsnya robek-robek di bagian lututnya. Anita berkata itu dengan mimik serius dan rokok mengepul dari mulutnya. Sita hanya mengangguk-angguk.

Pakai jilbab, mau murtad? Tubuh Sita seakan limbung mendengar itu. Haruskah ia kehilangan lagi saudara muslim lagi. Sewaktu di SMU ia pernah menghadapi hal yang sama, pemurtadan dan saat itu teman SMU-nya murtad karena diiming-imingi harta. Sita segera membuka-buka kembali buku kristologinya. Ia membenahi jilbab putihnya. Argumen-argumen apa yang harus ia sampaikan kepada seseorang yang mau murtad. Ia mencatat semuanya dalam selembar kertas dan esok paginya, ia sudah siap dengan argumennya.

Namun Sita tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Ia menceritakan hal itu kepada orang yang ia percaya, yang notabene pasti tak mengenal Anita. Hal ini terdengar di telinga Bram, ketua rohis, bahwa ada kristenisasi di kampus.

Saat rapat rohis, Bram berkata, “Kita mendapat laporan dari atas, bahwa di kampus kita terjadi kristenisasi.” Sita tertunduk dalam mendengarnya.

“Sebaiknya hal seperti ini tidak disembunyikan, karena bila sampai terjadi pemurtadan, dapat mencoreng wajah da’wah kita di kampus ini,” tambah Bram dengan tegas. Bram masih menunggu ikhwah yang sebenarnya mengetahui hal ini.

Sitapun akhirnya angkat bicara, “Ya, sebaiknya kita mencari kristolog untuk membantu akhwat ini, karena kabarnya, dia mendapat ancaman juga dari kekasihnya yang Kristen, akh…” Hm.., Bram akhirnya tahu siapa orangnya.

“Ya, sebaiknya begitu…,” jawab Bram.

Para ikhwah mempersiapkan agenda bersama agar mahasiswi tersebut tidak murtad. Lima akhwat, diantaranya Sita dan Laras, melakukan aksi detektif. Mereka ingin mengetahui dahulu wajah sang mahasiswi yang berkudung gaul tersebut. Kejar-kejaran dari belakang. Bersembunyi kala ia menoleh. Sesekali para akhwat tersenyum bersama. Setelah mahasiswi itu berhasil diidentifikasikan, akhirnya Sita menjadi duta untuk melakukan dialog dengannya.

Bram terus memantau perkembangannya dari hari ke hari. Dan dari Anita, Sita mengetahui bahwa mahasiswi tersebut membatalkan niatnya untuk berpindah agama dari bujukan pemuda Kristen tersebut, karena agama adalah yang paling utama. Allahu Akbar! Misi detektif akhwat selesai.

Riska, Namanya

Pagi hari. Di ruang kelas. Para mahasiswa tengah menunggu datangnya dosen Pengantar Akuntansi 2. Bram segera masuk ruang kelas. Dan duduk di baris kedua. Ia membuka buku Akuntansinya dan melihat-lihat lembaran buku merah tersebut. Ia tak memperhatikan bahwa sedari tadi ada mahasiswi yang mengamati dirinya. Bram menoleh ke arah kanannya dan melihat mahasiswi manis, bercelana jins, baju jungkis dan berambut keriting tengah menatapnya. Bram segera melemparkan senyumnya. Mahasiswi itu membalas senyumnya. “Kamu anak rohis ya?” tanya mahasiswi itu.

“Iya, saya Bram,” jawab Bram memperkenalkan diri.

“Riska."

“Saya dari dulu pengen ikut rohis nih, tapi bisa ngga’ ya?” ujar Riska.

“O… tentu aja bisa. Kamu maen aja ke sekret rohis,” jawab Bram. Tiba-tiba dosen masuk dan menghentikan obrolan Bram dan Riska. Kuliah berlangsung selama 2 jam.

Usai kuliah, Bram mengajak Riska untuk berkunjung ke sekret rohis. Bram memperkenalkan Riska kepada beberapa akhwat rohis. Di dalam sekret,

Riska melihat-lihat sekeliling sekret yang isinya begitu banyak buku-buku Islam.

“Sejak kapan kamu pakai jilbab?” tanya Riska pada Sita.

“Emm…, kelas 3 SMU, Mbak.”

“Wah, baru pakai ya?”

“Iya”

“Dulu dapat halangan ngga’ dari orangtua?” tanya Riska lagi.

“Iya, dulu mintanya susah sekali. Tapi dengan berusaha, akhirnya orang tua mengizinkan,” jawab Sita.

Riska mengangguk-anggukkan kepala. Mereka kemudian membicarakan banyak hal, mulai dari keluarga sampai seputar wanita. Riska mengakui bahwa wawasan Islam Sita sangat baik.

Pers Kampus

Zaid, semenjak bergabung dengan rohis, ia menggunakan kemampuan menulisnya untuk meninggikan kalimatullah. Tulisannya menghiasi media cetak kampus. Ia mampu menciptakan tulisan-tulisan yang universal, yang dapat diterima oleh kalangan dosen maupun mahasiswa. Sehingga Al Haq dapat tersampaikan. Dan ia kerap kali meliput kegiatan-kegiatan rohis dan memasukkannya ke koran kampus. Dengan ini, perlahan tapi pasti, terciptalah opini publik yang Islami lingkungan kampus tersebut.

Tidak hanya itu, kemampuannya itu ia teruskan kepada teman-teman dan junior-juniornya. Misinya dalam jangka panjang adalah membentuk pers kampus. Bram pun turut men-support keberadaan pers Islam ini. Hingga terbentuklah satu divisi baru, yaitu Divisi Jurnalis. Yang bertugas mem-blow up kegiatan-kegiatan rohis dan menggalang opini publik.

Bram Membangkitkan Semangat Teman-Teman

Sekret ikhwan dan akhwat terpisah. Letaknya ada di belakang masjid kampus itu. Para aktivis ini tengah mempersiapkan acara sebagai follow up dari penyambutan mahasiswa baru. Mereka melakukan rapat. Hanya ada 8 orang, yaitu Zaid, Bram, Andre, Andi, Riska, Laras, Sita dan Riska. Tak jarang mereka harus pulang malam untuk melakukan rapat-rapat. Bahkan kuliah bagi mereka adalah nomor dua. Yang utama adalah da’wah. Namun meskipun demikian, mereka semua tetap berprestasi dalam kuliahnya, dengan IPK minimal 3. Karena mereka memiliki motto, “Ikhwah sejati harus ber-IPK minimal 3!”

Bram selalu menjadi motor setiap event-event keislaman di kampus. Ia senantiasa memotivasi teman-temannya untuk tetap istiqomah di jalan ini. Dan di dalam sebuah organisisi, bukannya tanpa masalah, tetapi Bram dan teman-temannya berusaha memiimalisirnya, karena ukhuwah yang utama.

**

Roy Bergabung dengan Rohis

Di kosnya, Bram memandang langit malam yang dihiasi bintang-bintang. Langit terang oleh cahaya bulan purnama… Lama sekali ia menatap langit…

Terbayang di matanya… akhlak para mahasiswa di kampusnya yang merosot. Semua itu berkelebat dahsyat di pikirannya.

Saat itulah, teman satu kosnya yang sedang menonton TV, menekan channel berita Metro TV, “Korban kembali jatuh di Palestina, bom bunuh diri dilakukan oleh Wafa Idris, wanita Palestina yang membawa bom. Tiga orang tentara Israel tewas dan puluhan lainnya luka-luka.” Bram segera berlari menuju TV mendengar berita itu. ketika melihat TV…, Innalillah… sampai seorang wanita yang harus maju untuk berperang, kata Bram. Mata

Bram berkaca-kaca menyaksikan suasana di Palestina. Terlihat, Ambulance menolong korban luka-luka orang-orag Israel.

“Eh…, kenapa loe..?” tanya Roy, teman satu kosnya.

“Roy …, Kamu tahu…., Palestina itu tempat apa?” tanya Bram pada Roy yang tengah menghisap sepuntung rokok.

"Palestina kan di Arab sana,” jawabnya cuek. Bram menggeleng.

“Di Palestina ada Masjid Al Aqsha, itu adalah kiblat pertama kita dan sekarang diinjak-injak oleh zionis Israel, sudah sejak tahun 1948, sejak perjanjian Balfour,” ujar Bram dengan serius.

Roy mengangguk-angguk, terbengong-bengong…”Ooh… begitchu yah..”

Bram terbangun dari tidurnya. Ia termenung sejenak. Dilihatnya, pukul 02.00 dini hari. Ia mengambil air wudhu dan shalat malam. Dalam shalat malamnya, ia membaca surat Al Anfal, lama sekali… Roy yang kamarnya ada di sebelah Bram, tengah sibuk membuat program web site. Di depan internetnya ia meng-up load postnuke dari situs. Jari-jarinya bergerak cepat. Sesekali ia membuka situs porno, dan terkekeh sendiri. Rokok di tangan kirinya dan ada Majalah porno pula di tangan kanannya. Roy keluar dari kamarnya saat mendengar suara orang menangis terisak-isak. Roy keluar dari kamarnya dengan kaos oblong dan rambut yang berdiri dan acak-acakan.

Ia melihat ke dalam kamar yang pintunya terbuka sedikit. Bram sedang shalat. Kepala Roy tertunduk… Dan ia masuk kembali ke kamarnya. Di dalam kamarnya, ia memandangi majalah pornonya, dan dilemparnya majalah itu ke lantai. Ditutupnya semua situs yang ia browse sedari tadi. Ia mengambil sebuah buku yang sudah berdebu, Al Qur’an. Roy teringat kata-kata Bram…”Di Palestina ad Masjid Al Aqsha, itu tempat qiblat pertama kita…” terngiang-ngiang kata-kata itu. Dan terbayang pula senyum manis Bram saat ia sering mengajaknya untuk shalat ke masjid dan biasanya Roy menolaknya mentah-mentah, tetapi Bram senantiasa bersabar mengajaknya. Dibersihkannya Al Qur’an itu dari debu dengan tangannya. Dibukanya pada surat mana saja… Dan yang terbuka olehnya adalah Surat Ar Rahman “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” Roy membacanya.. indah sekali ayat ini.

Bram bangun di pagi hari. Dan bersiap-siap untuk shalat Subuh di masjid. Bram terkejut ketika Roy mengikutinya dari belakang… Dengan malu-malu,

Roy berkata, ‘‘Kenapa? Gue mau ke masjid juga, tidak boleh?”

“Eh.. boleh.. tentu saja boleh…," Bram cepat-cepat membuang keterkejutannya itu dan mereka melangkah bersama menuju masjid di dekat kosan mereka.

Usai shalat, Bram membuka buku kecil berwarna hijau.

“Itu apa? Gue liat loe sering bawa buku itu,” tanya Roy.

‘‘Ini… Ini namanya Al Ma’tsurat, zikirnya Rasulullah SAW yang dibaca setiap pagi dan petang,” jelas Bram.

“Gitu yah? Boleh ngga’ gue baca,” tanya Roy lagi.

“Boleh, kita baca bareng-bareng aja ya. Nih…” ujar Bram menyerahkan buku itu.

“Loh, terus loe baca pake apa?”

“Insya Allah saya sudah hafal…,” kata Bram.

“Oooo….” Roy mengangguk-angguk. Mereka membacanya bersama-sama hingga matahari menampakkan cahayanya.

Di dalam kamarnya, Roy memandangi ruangannya yang berantakan seperti kapal pecah. Ia terdiam sesaat dan dengan segera membersihkan dan membereskan kamarnya. Sapu, lap pel, ada di tangannya. Ia mencopot semua poster-poster band kesayangannya. Buku-buku porno ia kumpulkan.

Seketika, kamarnya bersih dan mengkilat hingga ke kaca-kaca jendela. Ia keluar dari kamar dan diluar ia menyalakan api… dilemparnya semua buku porno itu ke dalam api. Roy tersenyum penuh kemenangan.

Roy menyisir rapi rambutnya yang lurus dan dibelah tengah. Ia melepas anting yang setia di telinga kananya. Ia merapikan janggutnya dan memakai wangi-wangian. Penampilannya menjadi lebih rapi.

SEMINAR AKBAR, KEMENANGAN

Andre yang notabene adalah Ketua Departemen Syi’ar, menjadi Ketua pula dalam acara seminar yang akan digelar. Ia membentuk struktur panitia.

Acara ini tergolong besar, karena akan melibatkan dosen dan mahasiswa. Target pencapaian adalah 500 peserta. Itu berarti peserta akan memenuhi ruang auditorium di kampus tersebut.

Zaid, yang ahli dalam membuat tulisan, membuat sebuah artikel yang sangat bagus akan pentingnya seminar ini. Ia memasukkannya dalam koran kampus yang memang independen, sehingga ia tak mendapatkan halangan yang berarti.

Roy pun memanfaatkan keahliannya dalam dunia maya dengan menjaring massa melalui dunia cyber. Ia menggunakan email, mailis, situs, Yahoo Messenger dan Friendster untuk menyebarkan berita ini. Dan tulisan-tulisan Zaid ia muat dalam setiap pesannya dalam internet. Bram, yang memiliki karisma dalam dirinya, mengajak para dosen untuk berpartisipasi dalam acara seminar ini. Ia menggunakan cara-cara yang ahsan dan menawan hati.

Sita, Laras dan Riska menjalankan amanahnya mengajak para muslimah untuk hadir dalam seminar. Mereka kerap mempublikasikannya dalam kajian keputrian yang setiap minggunya dihadiri oleh tak kurang dari 50 muslimah, di setiap Jum’at.

Dalam mempersiapkan kegiatan ini, tak jarang, Andre dan teman-temannya harus pulang malam untuk mengadakan rapat-rapat. Dan di siang hari, mereka aktif mencari sponsor demi terselenggaranya kegiatan. Lelah. Inilah yang dirasakan Andre dan jajaran kepanitiaanya.

“Kamu kenapa?” Bram seakan menangkap kegalauan hati saudaranya yang tengah termenung di sekret rohis. Ia memperhatikan bahwa Andre sedikit melemah semangat dakwahnya. Andre hanya terdiam.

“Ingat…, disana.. di Pelestina.., saudara-saudara kita tengah berjuang. Apa yang kita lakukan di sini, belumlah seberapa dibandingkan mereka,” ujar Bram sambil menatap dalam kepada Andre. Andre merasa malu, karena Bram mengetahui kegalauan hatinya. Dan ucapan Bram itu seakan menjadi air sejuk di tengah kegersangan hatinya.

Hari H pun akhirnya datang. Andre melakukan briefing kepada panitia, saat pagi hari. Tiket telah terjual habis, bahkan masih ada yang ingin memesan tiket. Dan diperkirakan ruangan akan melebihi kapasitas. “Semoga Allah selalu meluruskan niat-niat kita saat menapaki jalannya. Hadir di sini semata-mata karena Allah,” ujar Andre untuk memotivasi panitia. Seluruh sie melaporkan tugasnya. Cek dan ricek.

Ticketing di depan ruangan seminar telah bersiap-siap. Semua anggota rohis memakai jaket almamater. Mereka bak tentara-tentara Allah yang bersiap-siap di posnya masing-masing. Acara ini mendapat sambutan yang sangat baik dari para dosen, pun mahasiswa. Para mahasiswa berbondong-bondong tertarik untuk mengikuti program menthoring yang diselenggarakan oleh rohis.

Kesolidan Antar Departemen

Bram dan Andre telah menyiapkan 20 menthor. Menthoring diadakan untuk mendidik seorang muslim agar akidahnya bersih, akhlaknya solid, ibadahnya benar, pikirannya intelek, tubuhnya kuat, mampu memanfaatkan waktu, dan bermanfaat bagi orang lain. Dari seminar itu, paling tidak, terbentuklah 20 kelompok menthoring, yang masing-masing kelompok, ada 8 orang. Itu berarti ada 160 orang yang terekrut melalui seminar tersebut.

Karena kesolidan Departemen Pengembangan Sumber Daya Muslim (DPSDM) dan Departemen Syi’ar, maka proses rekruitmen dan pembinaan berjalan lancar. Bram, Roy, Zaid dan Andre hanya bisa mengucap hamdalah akan kemenangan ini.

Berbondong-Bondong Berjilbab

Sita tengah sibuk mendata barang-barang di sekret. Pintu sekret terbuka dan… Sita melihat rok panjang berwarna hitam. Ia mendongak ke atas dan terlihatlah wajah Riska yang sedang tersenyum malu-malu dengan jilbab putihnya. Untuk sesaat Sita terperangah, dan kemudian cepat-cepat tersadar dan memberikan selamat kepadanya. Sita memeluk Riska erat sekali. Alhamdulillah… ujarnya.

Semenjak itu, bagaikan kartu domino. Mahasiswi yang lainpun berjilbab. Selama sebulan, sudah ada 20 orang yang berjilbab. Bahkan sampai muncul istilah ditengah-tengah mereka bahwa ada “Taubat massal.”

Suasana sekret akhwat kian ramai dihiasi canda tawa para akhwat. Tak jarang mereka melakukan aksi smack down, antar mereka. Mereka semua bersama-sama membantu gerak da’wah. Dan Andre senantiasa mengetuk jendela akhwat agar tidak terlalu berisik. Hi..hi..hi… para akhwat bukannya diam, tetapi semakin ramai. Andre hanya geleng-geleng kepala. Dan Bram tersenyum melihat sikap Andre.

Persiapan Dauroh

Rohis mengadakan dauroh (pelatihan) yang merupakan alur terakhir dari organisasi tersebut. Bram, Andre, Zaid dan Roy melakukan survey di daerah Gunung Bunder. Mereka berempat memakai ikat kepala putih dan membawa ransel besar. Persiapan untuk naik gunung.

Mereka telah mempersiapkan dauroh ini selama satu bulan lebih. Waktu, tenaga, pikiran dan juga uang, mereka korbankan demi terselenggaranya kegiatan dauroh tersebut. Jalur-jalur yang akan dilalui peserta, mereka beri tanda. Namun tak terasa, malam telah menjelang. Dan sesuatu yang aneh terjadi, mereka tak bisa menemukan jalan pulang. Padahal seharusnya jalan yang dilalui tidaklah terlalu sulit. Mereka kembali menyusuri jalan. Hawa dingin dan malam yang pekat. Hanya berbekal dua senter.

Pukul 22.00. Mereka kemudian sadar bahwa sedari tadi hanya berputar-putar di satu tempat. Bram berkata, “Sepertinya ini sudah bukan dunia manusia lagi, sebaiknya kita membaca ayat kursi.” Andre, Roy dan Zaid mengiyakan. Dan sepanjang perjalanan, mereka membaca ayat kursi. Dengan doa, zikir dan tawakal, mereka akhirnya dapat turun gunung dengan selamat. Allahu Akbar!

Dauroh ini diikuti oleh 160 orang peserta. Mukhayyam selama 3 hari 2 malam. Tenda-tenda dibangun sendiri oleh peserta. Ikhwan dan akhwat berlomba mendirikan tenda masing-masing. Dauroh ini diisi dengan out bond, ceramah dan aneka games. Mendaki gunung. Dan yel-yel kelompok yang semakin menyemarakkan suasana.

Usai kegiatan, mereka semua berfoto bersama dengan pakaian penuh lumpur. Wajah puluhan ikhwan terlihat sangat gembira, dengan ikat kepala putih dan slayer biru. Para ikhwan berfoto sendiri dan berbaris rapi. Dan puluhan akhwatpun berfoto sendiri di tempat lainnya. Jilbab-jilbab mereka yang rapi, berkibar tertiup angin gunung. Mereka semua terlihat sangat kompak. Andre mengabadikan event itu dengan kameranya.

Bram Menikah

Bram bercerita pada Andre bahwa ia akan menggenapkan setengah diennya dan Insya Allah dalam waktu dekat. Andre turut bahagia mendengar penuturan saudaranya itu. Namun Bram sendiri belum tahu siapa orangnya, karena ia percaya sepenuhnya kepada pilihan ustadznya. Mendengar itu, Andre percaya bahwa Allah akan memberi yang terbaik untuk Bram.

Seminggu kemudian Bram mendapat sebuah amplop dari ustadznya. Dengan hati berdebar, namun tetap tenang, ia membuka biodata sang akhwat. Bram termangu membaca nama calonnya itu… Sita Anggraini… Ya Rabbi… Sungguh tak akan lari gunung di kejar, gumam Bram.

Di tempat lain…, Sita juga menerima amplop dari murabbiyahnya dengan perasaan tenang. Ketika ia membuka dan membaca nama calonnya…. Bram Adhiyaksa…, Sita setengah berbisik menyebut nama itu. Ya Rabbi…

Proses ta’aruf (perkenalan) Bram dan Sita berlangsung singkat. Bram datang meminang ke rumah Sita. Pernikahan berlangsung sederhana dan menggunakan hijab yang berupa tanaman-tanaman. Puluhan aktivis rohis datang pada acara yang sangat bersejarah dalam kehidupan manusia itu.

Lagu-lagu nasyid diputar saat itu. Bram yang gemar dengan nasyid Izzis dan Shoutul Harakah terpaksa harus menggantinya dengan nasyid yang slow, karena tak mungkin di hari perhikahannya ia memutar nasyid genderang perang.

Keluarga Pejuang

“Jika bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih baik kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. 9:24). Suatu hari Bram merasa gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00.

Dia katakan pada Sita, "Dek…, kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam dakwah. Apa pantas sesudah dakwah mempertemukan kita lalu kita meninggalkan dakwah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya, tapi kita pun cinta Allah". Bram pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari.

Aksi 12 Mei

Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan,
Sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta


Rasulullah SAW bersabda, “Di hari kiamat, Allah akan menaungi pemuda yang berani mengatakan yang haq di depan penguasa yang zalim.”

Berlandaskan hadits ini, aksi-aksi mahasiswa marak di berbagai daerah di tanah air.

Dan Aksi 12 Mei. Aktivis rohis yang bergabung, berjumlah dua ratus orang lebih. Bram ikut memimpin gerakan mahasiswa untuk merobohkan rezim

Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Bram dan aktivis rohis lainnya, mendesain sebuah aksi turun ke jalan, untuk kali yang pertama.

Namun tak disangka, aparat bersikap repsesif. Mahasiswa berlari ke dalam kampus menyelamatkan diri dari tembakan aparat. Bram yang berada di depan terkena tembakan peluru di perutnya. Seorang Satgas dari Senat berhasil menariknya ke dalam kampus sebelum sempat dipukuli oleh aparat.

Dan yang terjadi selanjutnya mirip dengan perjuangan intifadah rakyat Palestina. Dimana mahasiswa berusaha mempertahankan diri dengan melemparkan batu, botol aqua dan apa saja yang bisa dipungut di jalan kepada aparat yang bersenjata api.

Balasan yang 'sangat amat baik sekali' dari aparat keamanan. Tiap kali terdengar letusan senapan yang keras dan menggetarkan kaca-kaca di

Gedung M, massa mahasiswa spontan berteriak 'Allahu Akbar'. Mahasiswa yang tidak kuat menahan emosi berteriak-teriak istighfar dan mengutuk perbuatan aparat bermoral binatang. Karena bantuan alat-alat medis yang kurang, korban dibawa ke Gedung I.

Inna Lillahi Wa Ina Lillahi Roji'un, mahasiwa yang sedang berbaring ini sudah tidak bernyawa. “Tidak ada nafasnya!” seru seorang rekan ketika tidak merasakan aliran nafas dari hidungnya. Tidak kuat menahan emosi yang sedang terjadi, beberapa mahasiswa beristighfar menyebut nama Allah Swt, dan lainnya menyerukan untuk mengadakan pembalasan, sebagian lagi berusaha menahan emosi rekannya. "Tidak ada gunanya dilawan", "Jangan ada korban lagi", semuanya mundur, rekan kita sudah ada yang meninggal, Mundur semua!” jerit beberapa rekan mahasiwa.

Mahasiswa-mahasiwa yang berada di barisan depan terus melempari petugas dan berteriak-teriak histeris. Kabar kematian rekan mahasiswa tampaknya malah membakar emosi mahasiswa barisan depan tersebut.

Bram Meninggal

Bram dalam kondisi kritis. Darah mengalir deras. Teman-teman segera membawanya ke rumah sakit. “Bram…. Bram….,” panggil Andre dengan wajah sangat cemas. Bram melihat wajah Andre, semula jelas… namun pandangannya kabur dan semuanya menjadi gelap.

Sudah satu bulan Bram ada di rumah sakit. Banyak aktivis yang menjenguknya. Dan pada minggu ke enam, Bram sudah diperbolehkan pulang ke rumah.

Namun sejak penembakan itu, Bram tak bisa lagi berjalan seperti biasa. Karena pukulan keras di kepalanya dari aparat, membuatnya sering pusing.

Pun tembakan di perutnya, meninggalkan luka yang membekas dan terkadang sangat sakit ia rasakan. Namun meskipun demikian, Bram masih mengontrol jalannya aktivitas da’wah di kampus melalui HPnya. Terkadang para ikhwah bertanya tentang apa yang harus mereka lakukan dalam da’wah. Ataupun sekedar ber-sms untuk bertanya tentang Islam. Dan hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi Andre.

Suatu hari, ada rapat mendesak yang membutuhkan kehadiran Bram. Walau sang isteri sudah berusaha mencegahnya, namun Bram tetap bersikeras. Ia dijemput Andre. Dan mereka bersama-sama menuju tempat syuro. Syuro itu berlangsung satu hari penuh.

Pukul 02.00, Bram tiba di depan rumah. Ternyata sang isteri tercinta telah menantinya. Bram duduk di kursi tamu, melepas kepenatan. Sita berjongkok di hadapan Bram dan membukakan kaos kakinya. “Wah…, Mama .. baik sekali,” ujar Bram dengan nada lembut. Sita terdiam. Ia menyunggingkan senyum. Entah mengapa, hari ini perasaan Sita tidak enak. Ia ingin selau berada di dekat suaminya. “Air panasnya sudah siap, Bang…,” Sita mengambilkan handuk. Bram terduduk di kursi sambil memegang agenda syuro. Ia segera membersihkan diri malam itu.

Saat subuh menjelang. Suhu badan Bram sangat tinggi, ia menggigau. Sita panik, tetapi ia tetap berusaha berfikir jernih. Ia segera menghubungi abang kandungnya yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Mereka lantas bersama-sama membawa Bram pergi ke rumah sakit. Semua ikhwah menjenguknya. Sudah seminggu Bram ada di rumah sakit. Sita senantiasa membacakan Al Qur’an di samping Bram. Sakitnya kian memburuk.

**

Suatu malam di Rumah Sakit... Bram memanggil Sita… dan memberi isyarat agar Sita mendekat. Sita segera mendekatkan telinganya di dekat wajah

Bram. Ia berwasiat, “Dek… jaga diri baik-baik. Dirikan shalat. Jaga anak kita nanti, didik ia menjadi mujahid di jalan Allah,” ujar Bram. Sita yang kandungannya telah berusia delapan bulan, sudah tak terbendung lagi air matanya. Ia menangis terisak-isak. Demi mendengar isakan tangis Sita, Andre terbangun dari tidurnya dan mendekati Bram. Beberapa ikhwan yang tengah menunggu di luar kamar pasien, juga terbangun. Bram menghadapi sakaratul maut. Sita dan Andre membimbing Bram agar mengucapkan “Laa illaha ilallah…”, namun lidah Bram yang setiap harinya memang tak lepas dari zikir, dapat dengan lancar mengucapkannya.

“Innalilahi wa inna ilaihi raji’un….” Andre mengucapkannya dengan nada tertahan, ketika tubuh Bram sudah lemas dan terbujur kaku.

Semua ikhwan yang menyaksikan hal itu, terdiam. Kepala mereka tertunduk…

Sepeninggal Bram, semua yang dirintisnya membuahkan hasil. Demi mendengar kisah kegigihannya dalam menegakkan Islam, telah membangkitkan militansi puluhan aktivis lainnya. Dan dari puluhan aktivis ini, lahirlah mujahid-mujahid baru. Regenerasi terus berlanjut. Mewariskan nilai-nilai keislaman yang telah Bram tanamkan di dalam diri teman-temannya. Pun bagi Andre, Bram adalah sosok teladan yang selau memberi motivasi kepada dirinya. intanshurullah yan shurkum wa yutsabbit aqdamakum.

(Tahun 2040)

Kakek itu masih menatap tajam para mahasiswa dan mahasiswi yang ada di hadapannya. Ia berkata, “Wahai pemuda! Kalian tidak lebih lemah dari generasi sebelum kalian, yang dengan perantaraan mereka Allah membuktikan kebenaran manhaj ini. Oleh karenanya, janganlah merasa resah dan jangan merasa lemah. Kita akan menempa diri, sehingga setiap kita menjadi seorang muslim sejati. Allah tidak menghendaki kecuali menyempurnakan cahaya-Nya, meski orang-orang kafir tidak menyukainya,” ujarnya.

Kakek itu mengucapkan panjang lebar tentang arti kemenangan da’wah. Dan tibalah saat sesi tanya jawab. Sang moderator berkata, “Ya, telah kita dengarkan tausiah-tausiah dari syeikh kita, Syeikh Andre. Seperti kita ketahui bersama, beliau juga pernah kuliah di kampus ini dan menjadi salah satu pelopor bangkitnya Islam di kampus kita tercinta. Maka jangan sia-siakan kesempatan ini untuk bertanya.”

Beberapa orang dengan serentak, berebutan dan mengangkat tangan untuk bertanya.

Usai acara, Andre bersiap-siap shalat berjamaah di masjid kampus bersama-sama dengan para mahasiswa. Ia memandangi perpustakaan yang dulu pernah ia dan Bram susun. Terlintas kembali kenangan itu, saat Bram berkata kepadanya, “Buku- buku adalah sumber ilmu.”

Andre kemudian menjadi imam pada shalat Zuhur itu. Ia membaca surat Muhammad… dengan khusyuk… dan ketika sampai pada ayat intanshurullah yan shurkum wa yutsabbit aqdamakum, Andre terisak… Ia mengenal betul bahwa ayat inilah yang menjadi gerak juang saudaranya, Bram. Usai mengucap salam, Andre terdiam dan melihat ada Bram, Roy dan Zaid di hadapannya. Bram tersenyum kepadanya dan Andre membalas senyumnya. Andre menatap ke langit-langit masjid dan ia melihat makhluk-makhluk yang tak pernah ia lihat sebelumnya, bukan jin dan bukan pula manusia. Dan beberapa saat kemudian, ia tersungkur di depan mimbar masjid.

Pak Andre!…. Seru jamaah shalat. Mereka berhamburan dan membopong tubuh Andre. Dan mendudukkannya.

“Innalillahi wa Inna ilaihi raji’un…,” seru seorang dari mereka ketika tak ada lagi hembusan nafas dari Andre…

“Pak Andre belum meninggal, kita bawa beliau ke rumah sakit saja,” ujar yang lainnya.

Mereka segera membawa Andre ke rumah sakit. Dengan raut wajah berduka, dokter mengatakan hal yang sama, “Mohon maaf, Pak Andre… sudah tiada.” Saat itulah semua jamaah tertunduk dan menitikkan air mata, menangisi kepergian sang mujahid.

***

Ribuan jamaah ikhwan berduyun-duyun mengantar kepergian syeikh mereka ke tempat peristirahatan. Langit mendung seakan turut menangisi kepergian mujahid-mujahid Allah di muka bumi. Bram, Zaid, Roy dan Andre.. Makam mereka terletak berdampingan. Mereka bertemu karena Allah, saling mencintai karena Allah. Rasulullah SAW bersabda, "Di sekitar Arsy ada menara-menara dari cahaya. Di dalamnya ada orang-orang yang pakaiannya dari cahaya dan wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukan para Nabi dan syuhada’, tetapi para Nabi dan Syuhada’ iri pada mereka. "Ketika ditanya oleh para sahabat, Rosulullah saw menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, saling bersahabat karena Allah, dan saling kunjung karena Allah"(HR. Tirmidzi).

Mereka telah mengukir sejarah perjuangan yang indah. Sesungguhnya dakwah ini akan terus berlanjut hingga hari kiamat.

Saat semua pengantar Andre telah pulang, ada beberapa pemuda gagah yang masih tertegun di samping makam-makam itu. Salah seorang dari pemuda berkata, “Ayah, kami akan meneruskan perjuanganmu, hingga tak ada lagi fitnah dan agama ini hanya milik Allah…,” ujarnya mantap. (Ayat Al Akrash)


Hudzaifah.org