pengalaman
Minggu, 16 Maret 2008
Wawancara
Sehari Bersama Ketua MPR Hidayat Nur Wahid
Memimpin Minus Pengawal
Ia menyemir sepatu sendiri.
Ia memulai hari dengan bersujud. Bersarung cokelat kotak-kotak, baju koko
putih, dan peci hitam, Hidayat Nur Wahid, 48 tahun, ditemani putra
bungsunya, Hubaib Shidiq, 9 tahun, keluar dari kamar tidur menuju musala di
samping kanan rumah dinasnya. Di musala berukuran 3 x 6 meter itu telah
menunggu dua staf pribadi Hidayat yang juga akan salat subuh bersama, pukul
04.45 WIB Rabu lalu.
Pukul 05.10, seusai salat subuh, Hidayat dan Hubaib beranjak ke lantai 2
rumahnya. Di bangunan utama rumah dinas Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
itu terdapat satu kamar tidur utama dan dua kamar tidur anak. Di depan
ketiga kamar itu ada ruang berukuran 3 x 4 meter untuk ruang keluarga.
Selama 15 menit Hidayat dan Hubaib melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran di
situ.
Sejak Kastian Indriawati, 45 tahun, istrinya, meninggal pada 22 Januari
lalu, Hidayat menjadi orang tua tunggal bagi Inayah Dzil Izzati (kelas V
Pesantren Gontor), Ruzaina (kelas III SMP Pesantren Anyer, Banten), Allaâ
'Khoiri (kelas I Pesantren Gontor), dan Hubaib Shidiq (kelas IV sekolah
dasar di Pondok Gede, Bekasi). Di tengah kesibukannya sebagai Ketua MPR,
guru, dan anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat berusaha
menyempatkan diri menyiapkan keperluan sekolah Hubaib, satu-satunya anak
yang tinggal bersamanya.
Pukul 05.55, Hidayat melepas Hubaib ke sekolah, diantar sopir keluarga
mengendarai mobil pribadi Innova warna hitam. Sejak istrinya tiada, Hidayat
ingin selalu melepas, nguntapke, Hubaib berangkat sekolah.
Pukul 06.00, berkaus putih, celana olahraga panjang hitam, dan sepatu putih,
Hidayat menuju lapangan bulu tangkis yang jaraknya sekitar 200 meter dari
rumah dinasnya menggunakan mobil pribadi Toyota Kijang LGX warna biru.
Bersama staf pribadinya dan beberapa staf pribadi menteri di kompleks Widya
Candra, pagi itu Hidayat main empat set langsung dengan dua kali istirahat
masing-masing lima menit.
Hidayat selalu bermain cantik di tiap set. Smash dan permainan net
menunjukkan kepiawaiannya bermain tepok bulu. Walhasil, pria kelahiran
Klaten ini selalu memenangi pertandingan.
Bulu tangkis adalah hobinya selain sepak bola. Minimal tiap Selasa dan Rabu
dia selalu menyempatkan diri memukul shuttle cock. Dia suka badminton sejak
remaja. Di samping rumah orang tuanya di Kadipaten Lor RT 03 RW 08,
Kebondalem Kidul, Prambanan, Klaten, ada lapangan badminton yang biasa
dipakai keluarga dan warga sekitarnya.
Kebiasaan itu diteruskan Hidayat saat 13 tahun belajar di Madinah, Arab
Saudi. Bersama teman-teman pelajar dari Indonesia dia membuat lapangan bulu
tangkis di samping kontrakan.
Pukul 07.50, Hidayat menyudahi badminton. Menenteng tas raket, ia berjalan
kaki menuju rumah dinasnya. Sesampai di rumah, Hidayat meminta izin kepada
Tempo membersihkan diri dan bersiap-siap berangkat ke kantor Dewan Pimpinan
Pusat Partai Keadilan Sejahtera di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Dua puluh lima menit kemudian Hidayat ke lantai 2 menuju meja makan yang
letaknya di bawah kamar tidur utama. Ruang makan menyatu dengan ruang
keluarga, bersebelahan dengan ruang tamu dan ruang rapat.
Seperti di ruangan lainnya, di ruangan seukuran lapangan bulu tangkis ini
tidak ada aksesori yang tergolong mewah. Hanya ada televisi 21 inci dan
akuarium berukuran 1 x 0,5 meter yang dihuni seekor ikan arwana. Di dinding
tergantung satu lukisan bunga, foto Hidayat bersama para pemimpin MPR, serta
foto-foto mendiang istrinya.
Menu sarapan kali itu nasi uduk, kering tempe, ayam dan telur goreng,
sambal, dan kerupuk. Buahnya jeruk dan lengkeng, minumannya jus jambu dan
air mineral. Tapi Hidayat hanya mengambil kering tempe, ayam goreng, sambal,
dan kerupuk sebagai teman nasi uduk.
Hidayat agaknya penggemar kerupuk. Sekali makan, lebih dari tiga kali ia
merogoh kaleng krupuk dari plastik itu. Ia mengaku tidak punya pantangan
jenis makanan tertentu. Tapi masakan tradisional Jawa, seperti pecel, botok,
sambal goreng, sayur lodeh, dan tentu saja kerupuk, paling ia gemari.
Untuk bekerja hari itu Hidayat memilih kemeja batik lengan panjang biru
dengan motif kawung putih dan celana hitam. Hidayat jarang mengenakan jas.
Dia lebih sering mengenakan batik, kecuali untuk acara kenegaraan yang
mewajibkan jas.
Hidayat mengaku tak punya merek pakaian favorit. Istrinyalah yang biasanya
menyediakan pakaiannya. Batik yang ia kenakan hari itu, misalnya, bahannya
dibelikan Kastian dan dijahit di Pondok Gede, dekat rumah pribadinya.
Mendiang Kastian pula yang membelikan jam tangan Tissot yang dikenakan
Hidayat, juga telepon seluler Nokia--bukan Communicator. Kastian
membelikannya saat berhaji, beberapa hari sebelum meninggal. "Ini
kenang-kenangan terakhir almarhumah (istri saya)."
Pukul 09.10, Hidayat bersiap ke kantor PKS.
Tanpa istrinya, kini Hidayat menyiapkan sendiri semua keperluannya. Memilih
baju dan celana sampai menyemir sepatu. Sepatu yang dikenakannya hari itu
sepatu Bata hitam yang terletak di samping tangga menuju lantai 2. Sepatu
itu sudah tak mengkilap sehingga Hidayat perlu menyemirnya dulu. Ia tidak
banyak memiliki koleksi sepatu atau sandal.
Setelah bersepatu, Hidayat memeriksa semua lampu ruangan. Lampu yang tidak
dipakai dimatikannya.
Pukul 09.25, Hidayat masuk ke mobil Toyota Kijang LGX warna biru menuju
kantor DPP PKS. Rencananya, pukul 10.00 akan ada deklarasi pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Karena untuk kepentingan partai,
Hidayat tak menggunakan Camry, mobil dinas Ketua MPR. Hidayat duduk di kursi
belakang. Di depan ada sopir dan ajudannya.
Meski pejabat negara, Hidayat jarang dikawal dan kerap bepergian tanpa
voorrijder. Ia merasa aman dan nyaman tanpa mereka karena merasa tak punya
musuh, sehingga tidak khawatir keamanannya terancam.
Tapi, tanpa voorrijder, ditambah lalu lintas yang kerap macet, perjalanannya
jadi lebih lama. Dari Widya Candra menuju Mampang Prapatan pagi itu perlu 30
menit. Di perjalanan, Hidayat sempat menunjukkan tukang potong rambut
langganannya. Letaknya di deretan warung Padang dan warung Tegal di pinggir
Jalan Mampang Prapatan Raya. Sebulan sekali dia potong rambut di situ.
"Ongkosnya Rp 9.000 sekali cukur."
Pukul 10.00, Hidayat tiba di kantor PKS. Deklarasi ditunda karena Presiden
PKS Tifatul Sembiring dipastikan datang pukul 10.30. Di situ Hidayat bertemu
dengan Ketua Majelis Syura Hilmi Aminuddin, Ketua Dewan Syariah Surahman,
serta pengurus PKS Jawa Barat.
Hidayat belum pernah belajar politik secara formal. Tapi ia lahir dari
keluarga aktivis. Kakeknya tokoh Muhammadiyah dan Masyumi di Prambanan, Jawa
Tengah. Ibunya aktivis Aisyiyah--organisas i perempuan Muhammadiyah. Dan
ayahnya, meski berlatar belakang Nahdlatul Ulama, menjadi pengurus
Muhammadiyah. Kastian juga penggiat Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Hidayat menimba ilmu berorganisasi di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI)
cabang Madinah. PPI Madinah adalah salah satu organisasi yang menolak
penerapan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi organisasi di masa Orde
Baru. Beberapa kali petugas kedutaan dan menteri kabinet Soeharto membujuk
agar PPI Madinah mengakui Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi,
tapi tak mempan.
Hidayat kembali ke Indonesia pada 1993 dan mengajar di Institut Agama Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang. Ketika reformasi bergulir,
bersama-sama aktivis muslim ia mendirikan Partai Keadilan. Kini, setelah
berganti menjadi Partai Keadilan Sejahtera, partai yang semula hanya
menerima anggota dari kalangan Islam itu mulai membuka diri untuk nonmuslim.
Tapi rekrutmen partainya, kata Hidayat, tetap taat pada jenjang pengkaderan.
Untuk menentukan calon di parlemen, PKS akan melihat siapa yang akan
diwakili calon itu. Jika penduduk yang akan diwakili mayoritas selain Islam,
wakilnya bisa saja dari nonmuslim juga. Hidayat hanya 20 menit berada di
kantor PKS. Ia buru-buru menuju gedung MPR/DPR untuk menerima delegasi dari
PPI.
Pukul 11.00, Hidayat tiba di gedung MPR/DPR. Tapi tamu yang ditunggunya dari
PPI batal datang. Hidayat meneruskan pekerjaan dengan memeriksa beberapa
dokumen dan menekennya.
Pukul 13.00, Hidayat menerima delegasi dari Pacific Countries Social and
Economic Solidarity Association Turki. Mereka mencari cara mempererat
hubungan Indonesia dengan Turki.
Pukul 14.00, Hidayat menerima kunjungan rombongan Presiden National
Endowment for Democracy Carl Gersham. Carl meminta Indonesia sebagai salah
satu negara demokrasi menularkan pengalamannya ke negara-negara di Timur
Tengah. Hidayat menolak. Alasannya, "Rusaknya demokrasi di Timur Tengah
karena sikap politik Amerika Serikat yang berstandar ganda."
Ia mencontohkan pemilu di Palestina. Khalayak, kata Hidayat, tahu pemilu
Palestina sangat demokratis. Tapi karena rayuan Israel, negara-negara Barat
termasuk Amerika tidak mengakui hasil pemilu itu. Menurut dia, Timur Tengah
akan demokratis jika Amerika demokratis. "Jadi jangan Indonesia diminta
mengajarkan demokrasi ke Timur Tengah. Mereka (Timur Tengah) melihat
perilaku Amerika sendiri."
Meski banyak menerima tamu, Hidayat selalu tepat waktu untuk salat. Begitu
azan berkumandang, dia bergegas berwudu. Pukul 15.25, Hidayat salat asar. Di
ruangannya tersedia perlengkapan salat, termasuk peci yang bagian atasnya
sedikit robek.
Pukul 15.40, Hidayat bersiap-siap kembali ke rumah dinasnya karena pukul
16.30 ia akan menerima Hanung Bramantyo, sutradara film Ayat-ayat Cinta yang
lagi populer.
Pukul 15.45, Hidayat memasuki Camry, mobil dinasnya. Kali ini memang untuk
kepentingan tugasnya sebagai Ketua MPR. Tapi tetap tanpa voorrijder. Hidayat
jarang dikawal voorrijder kecuali kalau ada acara yang mendesak segera
didatangi, tak boleh telat, dan lalu lintas macet.
Untuk acara yang bisa diatur jadwalnya dan tidak mendadak, dia pergi tanpa
voorrijder. "Semua tergantung bagaimana kita mengatur waktu saja." Mobil
Camry dengan pelat bernomor RI-5 itu pun mengarungi samudra kemacetan
bersama mobil-mobil lainnya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Pukul 16.25, Hidayat sampai di rumah dinasnya. Sepuluh menit berselang, tamu
yang ditunggu, Hanung, datang. Hidayat menyambut Hanung di ruang tamu,
mengenakan baju putih bermotif kotak-kotak pendek dan celana hitam. Hanung
meminta pendapat Hidayat tentang film Ayat-ayat Cinta sekaligus saran untuk
film Ahmad Dahlan--pendiri Muhammadiyah- -yang akan dibikinnya.
Meski hanya tiga kali menonton film seumur hidupnya, Hidayat mengkritik
beberapa lafal bahasa Arab dalam adegan Ayat-ayat Cinta yang grammar-nya
tidak benar. Lokasi shooting yang tidak sesuai dengan kondisi Mesir
dikritik. Hidayat juga mempertanyakan mengapa Hanung menonjolkan sisi
poligami dalam film itu, padahal dalam novelnya tidak.
Soal rencana membuat film Ahmad Dahlan, Hidayat menyarankan agar dalam film
itu juga disinggung soal K.H. Hasyim Ashari, pendiri Nahdlatul Ulama.
Menurut Hidayat, keduanya teman yang akrab dan satu guru saat menempuh
pendidikan di Madinah.
Kiai Hasyim dan Ahmad Dahlan, kata Hidayat, satu kapal dalam perjalanan dari
Pulau Jawa ke Arab Saudi. Meski berbeda pandangan tentang beberapa hal soal
khilafiah, mereka berdua saling menghargai. Hidayat menerima Hanung selama
dua jam, hingga pukul 18.35.
Pukul 18.45, Hidayat berangkat ke Warung Buncit untuk memenuhi undangan
peringatan Maulid Nabi di Pesantren Assalafi Daarul Islah, Jalan Buncit
Raya. Kali ini dia mengenakan baju koko putih dan celana hitam. Untuk
keperluan ini dia menggunakan mobil pribadi Toyota Kijang LGX biru, tanpa
pengawal dan voorrijder.
Akibatnya, dia terjebak kemacetan di Jalan Gatot Subroto, Mampang, dan
Buncit Raya. Sejam lebih bertarung dengan kemacetan, Hidayat tiba di lokasi
pukul 20.05. Di acara itu Hidayat sempat berceramah selama 30 menit.
Pukul 21.35, Hidayat kembali ke rumah dinasnya. Perjalanan lancar karena
sudah malam. Dua puluh menit kemudian Hidayat sampai di rumah dinasnya.
Sebelum tidur pada 23.00, Hidayat membaca semua surat yang masuk dan menutup
hari dengan membaca Al-Quran. ERWIN DARIYANTO
Koran
Posted by Bang Medi at 14.02
only for akhwat
AKHWAT FUTUR, SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB ?
Oleh : Atik
Banyak sudah telah kita dengar, akhwat yang futur karena kecewa dengan Murobbiyahnya/ Ustadzahnya. Atau adik-adik tingkat yang akhirnya tidak mau lagi ngaji karena kecewa dengan kakak tingkatnya yang sebelumnya dikaguminya. Kelihatannya amat naif..tapi itulah yang terjadi.
Tetapi sebaliknya, banyak juga yang kita jumpai seorang akhwat yang melejit karier dakwahnya, karena kekagumannya kepada Murobbiyahnya atau kakak tingkatnya yang telah lama berkecimpung di dalam jama’ah.
Dulu, (semoga sekarang tidak lagi..) Saya termasuk akhwat yang mudah terpengaruh oleh pribadi-pribadi di luar diri saya. Dalam waktu singkat bisa membuat saya begitu apresiatif dengan amanah da’wah. Tapi juga bisa membuat saya mati langkah karena kecewa dengan figur senior yang telah terlanjur bagus di benak saya.
Masih sangat lekat dalam ingatan..beberapa kejadian yang kemudian menjadi penguat di kemudian hari. Saat itu kami mengadakan baksos. Kepanitiaan banyak melibatkan akhwat juga ummahat.
Juga, suatu saat, Yayasan kami mengadakan Baksos di luar
Dari diskusi beberapa kali dengan adik-adik…ternyata ada sebuah semangat untuk tetap istiqomah di jalan ini, atau untuk tetap semangat mengemban amanah dakwah karena faktor teladan. Faktor ingatan akan seseorang yang pernah dikenangnya. Dan akhirnya pada kesimpulan bahwa alangkah pentingnya faktor teladan ini. Memang hal seperti ini rentan sekali…tetapi pada kenyataannya banyak yang seperti itu.
Sebuah kata, seberapa pun bagus seseorang beretorika, pengaruhnya tidak akan lama kalau kemudian pribadi yang menyampaikan ternyata amat jauh dari apa yang pernah di sampaikannya. Begitu orang menemukan ‘cela ‘ atas diri seseorang biasanya apa yang di sampaikan di lain waktu tidak akan terlalu diperhatikan lagi. Walaupun hal yang di sampaikan itu adalah suatu kebenaran. Tanpa kekuatan ruhiyah, perkatakan itu tidak akan sampai pada hati orang yang mendengarnya.
Dari pengalaman-pengalaman itu…saya mengambil kesimpulan bahwa keteladanan adalah sebuah tuntutan. Harus disadari bahwa setiap diri adalah wajib untuk menjadikan dirinya sebagai model. Tidak untuk menghilangkan keikhlasan atau yang lainnya tetapi itu adalah kewajiban yang secara otomatis melekat di setiap pundak seorang muslim/muslimah.
Muslimah yang telah bekerja harus membebani dirinya untuk tetap seperti semula. Tetap aktif sebagaimana dulu sewaktu masih kuliah atau ketika masih mempunyai banyak waktu luang. Walaupun aktivitasnya dalam bentuk yang berbeda, tetapi ketika dia mampu menunjukkan bahwa kariernya tidak menghalangi dia untuk tetap berkiprah, ternyata itu mampu memberikan energi bagi juniornya ketika nantinya berkarier juga ia akan bercita-cita seperti seniornya tersebut.
Begitu juga akhwat-akhwat yang mampu tetap eksis kiprahnya setelah memasuki dunia rumah tangga. Ternyata mereka-mereka itu sering jadi rujukan akhwat-akhwat yang masih lajang. Paling tidak, mampu memberikan gambaran bahwa rumah tangga bukanlah suatu halangan untuk tetap eksis dalam dakwah. Juga ummahat yang kemudian sibuk dengan anak-anaknya. Beliau- beliau yang aktif itu mampu memberikan energi bagi adik-adiknya.
Mata rantai itu ternyata berlanjut, tidak terputus. Seorang ustadz atau ustadzah bertanggungjawab atas keteladanan terhadap mad’unya atau obyek da’wahnya. Seorang ummahat bertanggungjawab keteladanan bagi junior-juniornya. Bagi yang sudah punya jundi banyak akan menjadi rujukan bagi ummahat yang masih baru nikahnya. Bagi yang sudah terjun langsung ke dalam masyarakat tentu akan di lihat adik-adik yang masih di lingkungan ideal (sekolah dan kampus ) sebagai rujukan.
Rantai keteladanan itu bersambung secara alami. Maka kewajiban memaksa setiap diri untuk istiqomah dengan nilai-nilai yang telah di peroleh dari tarbiyah adalah sebuah keniscayaan. Bahkan bagi seseorang yang berada di level bawah macam kita-kita ini..kewajiban menjadikan diri sosok model itu adalah kewajiban.
Setiap muslim/muslimah harus memaksakan dirinya untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah sosok yang bisa dilihat. Ini lho…orang yang telah tertarbiyah itu. Begini lho akhlaknya orang yang telah mengenal Islam secara lebih mendalam. Dan yang paling pasti…begini lho orang islam itu…
Dengan kesadaran diri bahwa kewajiban menjadikan diri sebagai sosok teladan..di harapkan kefuturan karena faktor figuritas yang terjadi di manapun akan banyak terkurangi. Tidak ada lagi uangkapan keheranan sekaligus kekecewaan bahwa ternyata teori yang ada tenyata tidak mampu membentuk pribadi yang nyata.
Kita semua menyadari bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Disetiap sisi kehidupan manusia, Islam telah menetapkan aturannya. Yang menjadi PR kita sekarang adalah seperti apa sih manusia Muslim itu ?
Sedih
Maka tak bisa dipungkiri…bahwa keistiqomahan kita dengan nilai-nilai islam yang telah kita perolah bukan hanya masalah diri pribadi kita semata. Yang berujung pada masuk surga atau neraka, tetapi berpengaruh pada pribadi di luar kita, tentu sesuai dengan kapasitas kita sebagai apa. Dan lebih celaka lagi..kalau kemudian keteladanan itu membawa imbas akan nama Islam itu sendiri, agama yang kita yakini kesempurnaannya. Beragama Islam…tapi kok…bukan lagi…Pakai jilbab/ jenggotan tapi kok… Dah ngaji…tapi kok…Nah lho…Wallahualam bishowab !
Posted by Bang Medi at 13.58
10 Kiat Menjadi Sahabat Yang Baik
Orang yang mempunyai sahabat akan lebih sehat dan bahagia daripada mereka yang tidak punya seorangpun. Seorang sahabat lebih berharga dari emas atau permata. Kekayaan tidak bisa membelikan Anda seorang sahabat atau membayar kerugian akibat kehilangan seorang sahabat. –C.D. Prestice- |
Posted by Bang Medi at 13.57
only for akhwat
Be Beauty, Be Yourself |
Saking kuatnya aura cantik, masyarakat umum mengganggap perempuan cantik itu sama dengan kepercayaan diri alias kesuksesan hidup. Intinya mah, cantik itu investasi hidup. Sejak dulu hingga kini, ukuran cantik mengalami pergeseran. Pada abad ke 17 s.d. 18, perempuan itu disebut cantik kalau memiliki tubuh big size, penuh lemak di bagian dada, perut hingga paha. Image ini dipengaruhi oleh lukisan yang dibuat para pelukis. Pada tahun 60-an, banyak perempuan menderita anoreksia (tidak doyan makan karena takut gemuk), akibat mendambakan tubuh kutilang -kurus, tinggi, langsing-. Persepsi tersebut bergeser di tahun 80-an, bukan lagi tubuh setipis papan yang diinginkan, melainkan tubuh milik model Cindy Crawford. Kemudian berkembang lagi tahun 90-an, cantik identik dengan tubuh cukup berisi dan agak berotot seperti Jennifer Lopez. Khusus masyarakat Indonesia, menggambarkan perempuan cantik dengan tubuh langsing, berkulit putih, wajah tirus, alis mata lengkung, mata bulat hitam, alis panjang lentik, bibir merah agak tipis, dan rambut lebat lurus. (Suara Merdeka, 29/5/5). Penggambaran cantik ini tak lepas dari peran media. Lain ladang lain illalang. Lain bangsa, lain pula pandangan masyarakat tentang cantik. Berbeda dengan Amerika, tubuh cantik adalah dada besar, bertubuh padat berisi, bibir plastik sensual dan kulit bersih. Sssst...! Diam-diam orang sana tuh ya, kagum ama kulit agak coklat Asia. Soalnya kelihatan lebih bersih tanpa noda, dan lebih mulus. Perempuan Amerika juga paling takut tua. Bagi masyarakat sana, tua itu tak menarik dan sebuah malapetaka besar. Sebab, berarti lepasnya berbagai peluang menikmati hidup. Operasi plastik pun dijalani untuk mempermak kulit agar tampil muda dan cantik. Menurut survei industri kosmetik Avon, 86 persen perempuan Brasil menyatakan telah berusaha amat keras untuk meningkatkan kecantikan. Sementara di negara-negara lain di seluruh dunia, pengakuan yang sama diperoleh rata-rata hanya dari 67 persen kaum perempuannya. Fantastisnya, 90 persen perempuan Brasil menganggap produk-produk kecantikan sebagai kebutuhan primer ketimbang kemewahan. Promosi operasi plastik dan liposuction alias sedot lemak juga telah merambah Indonesia. Lihat saja acara Swan di sebuah televisi swasta. Gadis dan ibu rumah tangga yang menangis menderita karena tak percaya diri dengan penampilannya, disulap selama tiga bulan menjadi seekor angsa. Eh salah, seanggun angsa. Ada cara lain yang begitu populer karena lebih cepat, tidak terlalu sakit dan lebih halus hasilnya dibanding operasi plastik, yakni dengan suntikan Botox. Perawatan kecantikan yang terbuat dari botulinum toxin, sejenis racun yang diproduksi oleh bacterium clostridium botulinum ini, banyak digemari kaum hawa. Selebritis seperti Madona, Kylie Minogue, dan Liz Hurly digosipkan memilih perawatan ini. Lantas kalau sudah operasi plastik, sedot lemak dan injeksi botox, maka tubuh akan awet dan kagak pernah berubah tua selamanya? Ndak lah yaouw. Bahkan makin memperparah fisik. Michael Jackson misalnya. Karena operasi plastik saat muda, kini kalo kemana-mana harus memakai cadar untuk menutupi wajahnya yang rusak. Begitu pula botox, orang yang menyuntikkan diri dengan botox sulit untuk berekpresi. Wajahnya kaku seperti topeng. Hiiii.... serem. *** Pencitraan cantik sangat penting bagi kelangsungan hidup industri-industri kecantikan, kosmetik, fesyen, pariwisata dan sebagainya. Data iklan televisi pada November 2003 memperlihatkan, produk seperti sampo, pelembut pakaian dan pemutih termasuk ke dalam 20 pengiklan terbesar. Belum lagi kalau kita melihat iklan di media cetak, khususnya majalah remaja. Itu tahun 2003, bagaimana dengan sekarang? Kayaknya hampir tiada iklan tanpa eksploitasi kecantikan perempuan. Kagak percaya? Coba dicermati. Hanya beberapa biji yang murni iklan. Belum puas berpromosi lewat iklan, industri kosmetik kian meneguhkan diri sebagai sponsor utama event berbagai kontes kecantikan. Pengiriman Artika Sari Devi ke ajang miss Universe di Thailand adalah bukti kongkrit. Pihak pro-miss universe mengatakan ini merupakan peluang mempromosikan Indonesia dan bukan aktivitas eksploitasi perempuan. Anehnya kenapa musti ada persyaratan tinggi badan minimal 173 cm, berparas cantik, berberat badan ideal? Kategori ini sulit dipenuhi rata-rata orang Asia. Apalagi Jepang, pendek-pendek. Ditambah lagi berbikini ria di tempat umum dan di depan dewan juri. Berbagai protes tak membuat pihak penyelenggara berkeming, tepat 27 Juli kemarin, Mustika Ratu kembali menggelar ajang kontes Putri Indonesia. Keluar sebagai pemenang Nadine Chandrawinata. Kata Ketua Umum Yayasan Putri Indonesia (YPI), Wardiman Djojonegoro, Perempuan kelahiran Hanover Jerman itu akan tetap dikirimkan ke Miss Universe tahun depan. Disengaja atau tidak, industri kecantikan, pariwisata, media masa, dan masyarakat kapitalis telah menciptakan mitos cantik dan seksualitas. Yang membuat kaum hawa gelisah, cemas, jengkel, sedih, kecewa karena melihat kesenjangan prototipe ideal dengan kenyataan. Pada akhirnya para gadis melakukan upaya perbaikan diri melalui produk-produk kecantikan yang sebenarnya tak akan mengubah hasil karya Sang Pencipta. Image cantik dan seksi ini pun telah berhasil mempengaruhi pikiran kaum muslimin. Hal ini tampak dari pembicaraan-pembicaraan sehari-hari, penilaian pertama seseorang, kriteria pelamar kerja, pemilihan alat kesehatan, busana dan kecantikan. Lalu bagaimana cantik sebenarnya? Pandangan cantik yang dipaparkan di atas, sangat kontra versus Islam yang memandang kecantikan seseorang muslimah berdasarkan atas keahlian, skill, kecerdasan dan ketaqwaan terhadap aturan Allah. Sangat penting disadari kaum hawa bahwa semua perempuan bisa menjadi cantik. Pada setiap perempuan memiliki kecantikan dan keunikan sendiri-sendiri. Nah, agar kecantikan dan keunikan kita terasah. Kita bisa mencoba beberapa tips milik Elizabeth Wahyu, Psikolog Unika Soegiapranata; Pertama, mencintai diri sendiri dengan mensyukuri segala sesuatu yang telah diberikan Allah dan menerima kita apa adanya. Kedua, rasa percaya diri. Ketiga, motivasilah diri agar selalu terlihat energik dan berpikir ke depan. Keempat, berpikir positif dan melakukan segala sesuatu dengan tulus. Kelima, perluas wawasan dengan pengetahuan. Pokokna mah prinsip belajar tiada akhir kudu dipegang sampai nini-nini. Keenam, kenali potensi diri dengan segala kekurangan dan kelebihannya lalu jadilah cantik sebagai dri sendiri. Mau cantik, be yourself. U are U. (Aris Solikhah) |
Posted by Bang Medi at 13.53
tips kesehatan
| ||||
KotaSantri@yahoogroups.com |
Posted by Bang Medi at 13.51
cerpen
| ||||
Hudzaifah.org |
Posted by Bang Medi at 13.49
bacaan
- artikel (2)
- CerPen (7)
- Fiqih (21)
- SainsTek (3)
- Tips Ramadhan (3)
- Tokoh Islam (10)